Bursa Efek Indonesia dan International Finance Corporation menjalin kerja sama untuk mengembangkan kapasitas penerapan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola di pasar modal.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan-perusahaan terbuka yang melaksanakan prinsip-prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola atau environmental, social and governance/ESG dinilai akan memperoleh banyak keuntungan. Di sisi lain, masih banyak pertanyaan dari perusahaan terbuka tentang cara atau bagaimana implementasi serta pengukuran prinsip ESG ini.
Terkait itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) dan International Finance Corporation (IFC) menjalin kerja sama untuk mengembangkan kapasitas ESG di pasar modal. Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan standar kinerja IFC dan metodologi tata kelola perusahaan. Selain itu, kerja sama itu diharapkan membantu perusahaan di Indonesia untuk memahami lebih dalam lagi mengenai topik yang terkait dengan ESG.
”BEI ingin mengembangkan ekosistem pasar modal Indonesia untuk mengadopsi dan memanfaatkan praktik-praktik keberlanjutan. Adanya nota kesepahaman ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem pasar modal agar bisnis dan keberlanjutan dapat berjalan seiring. Kolaborasi ini juga akan menjadi platform untuk mendorong ekosistem investasi hijau di Indonesia dan memperkenalkan kepada internasional,” tutur Direktur BEI Risa Rustam, di Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Kerangka kerja sama ini merupakan program ESG Indonesia Terintegrasi yang diluncurkan IFC dan Sekretariat Negara Swiss untuk Urusan Ekonomi (SECO) untuk membantu para pembuat kebijakan, investor, perusahaan, dan mitra di Indonesia dalam mengelola risiko dan lingkungan yang efektif.
Kate Lazarus, Senior ESG Advisory Lead untuk Asia Pasifik IFC, mengatakan, perusahaan yang melaksanakan praktik ESG memiliki banyak keuntungan. Dari sisi keuangan, perusahaan yang menerapkan prinsip ESG dinilai cenderung akan lebih baik ketimbang perusahaan yang mengabaikan prinsip ESG.
Selain itu, praktik ESG di perusahaan dapat meningkatkan value preposition (nilai yang dijanjikan oleh perusahaan agar produk atau layanannya diterima pasar atau konsumen). ”Hal lain yang tidak kalah penting adalah dapat menjangkau pendanaan yang terkait dengan lingkungan dan perubahan iklim,” kata Lazarus.
Menurut survei dari McKinsey, para investor bersedia untuk membayar dengan harga lebih tinggi untuk produk-produk hijau.
Banyak bank dan lembaga keuangan menyediakan fasilitas pendanaan jika perusahaan tersebut berusaha mengurangi emisi atau memiliki proyek-proyek yang mendukung pengurangan emisi karbon, transisi energi, atau ekonomi hijau. Lazarus menambahkan, menurut survei dari McKinsey, para investor bersedia untuk membayar dengan harga lebih tinggi untuk produk-produk hijau.
Randall Riopelle, pejabat Country Manager IFC untuk Indonesia dan Timor Leste, mengatakan, dari pengalaman yang didapatkan, keberlanjutan dan profitabilitas bukanlah tujuan bisnis yang terpisah. ”Kami melihat investor institusi semakin mengintegrasikan pertimbangan ESG ke dalam keputusan investasi mereka,” kata Randall.
”Kemitraan kami dengan IFC dan BEI melengkapi pekerjaan kami yang terkait dengan pembanguan berkelanjutan,” kata Duta Besar Swiss untuk Timor Leste dan ASEAN Olivier Zehnder.