Tenaga Pendamping Petani dan Digitalisasi Program Makmur Akan Diperkuat
Program Makmur belum berjalan maksimal sesuai yang diharapkan karena kualitas tenaga pendamping belum cukup untuk membantu para petani. Alhasil, fokus program tersebut pada 2023 adalah peningkatan kualitas pendampingan.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Buruh borongan asal Ngawi sedang memanen padi di kawasan Karang Dungan, Kecamatan Tangkil, Sragen, Jawa Tengah, pada musim panen raya yang pertama, Rabu (1/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Program Makmur yang diinisiasi PT Pupuk Kalimantan Timur atau PKT sejak 2020 masih terkendala ejumlah hambatan dalam menciptakan ekosistem pertanian dari hulu ke hilir. Hambatan tersebut mulai dari minimnya tenaga pendamping hingga keterbatasan pembelian hasil panen atau offtaker.
Diresmikan sejak Agustus 2021 lalu oleh Menteri BUMN Erick Thohir, Program Makmur dirancang untuk menciptakan ekosistem pertanian dengan pengembangan terintegrasi, mulai dari pendampingan budidaya, inovasi, teknologi pertanian, pendanaan, asuransi, hingga kolaborasi dengan berbagai pihak. Melalui ekosistem hulu ke hilir diharapkan produktivitas pertanian meningkat.
Berdasarkan data PKT, pada 2022 Program Makmur menggandeng 30.577 petani untuk bergabung dalam program tersebut. Padahal, target yang diharapkan pada 2022 sebanyak 25.000 petani yang bersedia bergabung. Adapun realisasi pengembangan luasan area pada 2022 mencapai 66.136 hektar dengan target 60.000 hektar pada tahun yang sama.
Project Manager Program Makmur PKT Adrian RD Putera dalam diskusi daring, Rabu (1/3/2023), mengatakan, Program Makmur belum berjalan maksimal sesuai yang diharapkan karena kualitas tenaga pendamping belum cukup untuk membantu para petani. Alhasil, fokus program tersebut pada 2023 adalah peningkatan kualitas pendampingan dan validitas data melalui penggunaan teknologi informasi digital.
”Penambahan luas lahan dan jumlah petani belum menjadi fokus utama pengembangan Program Makmur. Target luas lahan pada 2022 60.000 hektar menjadi 64.000 pada 2023. Target ini adalah penugasan dari PT Pupuk Indonesia kepada kami sebagai anak perusahaan untuk melaksanakan program ini,” ujarnya. Sementara target jumlah petani pada 2022 yang sebanyak 25.000 meningkat menjadi 32.000 di 2023.
Pendampingan yang dimaksud adalah tenaga penyuluh yang mendampingi petani hari demi hari di lahan para petani. Selain itu, pendamping juga harus cakap dengan teknologi karena validitas data pendampingan, produksi, dan panen sudah melalui aplikasi digital. Seperti aplikasi budidaya pertanian untuk memudahkan perencanaan serta monitoring dan evaluasi hasil budidaya pertanian peserta Program Makmur.
Terkait minimnya tenaga pendamping, kata Adrian, ke depannya Program Makmur akan menambah tenaga penyuluh pendamping lapangan. Pendamping akan berkoordinasi dengan penyuluh pertanian lapangan dari dinas pertanian yang ada di daerah setempat. Program makmur juga terus bersinergi dengan elemen program makmur lainnya seperti perbankan dan offtaker.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Petani memulai musim tanam padi di kawasan Danau Toba di Desa Silamosik II, Kecamatan Bonatua Lunasi, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, Selasa (28/2/2023).
Pegiat Komite Pendayagunaan Petani dan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, mengungkapkan, penyuluh yang ada di daerah puluhan tahun tidak terurus. Selain jumlahnya yang terbatas, kapasitas penyuluh juga tidak lebih baik dibandingkan dengan petani yang sudah maju. Hal ini disebabkan para penyuluh yang ada di daerah dibebani tugas administrasi yang seharusnya bukan menjadi tugas utama para penyuluh.
Penyuluh merupakan pegawai fungsional, bukan pegawai struktural. Tugasnya di lapangan mendampingi petani, mengedukasi petani, mengubah sikap dan etos kerja para petani, hingga memasarkan komoditas.
”Setelah terjadi otonomi daerah, banyak daerah yang tidak menganggap penyuluh hal yang penting, akhirnya penyuluh ditarik ke kantor mengurus hal administrasi. Perkembangan teknologi dan edukasi sudah semakin maju, namun penyuluh di daerah tidak memperbaharui itu semua. Ketika daerah tidak menganggap penting, penyuluh yang pensiun tidak akan diganti,” ujarnya.
Selain mengalami kendala minimnya tenaga pendamping, Adrian menyebutkan offtaker masih terbatas pada komoditas padi dibandingkan jagung. Hal ini dikarenakan offtaker jagung lebih banyak dari kalangan pabrik produsen pakan besar yang menggunakan jagung sebagai bahan baku utamanya. Sementara padi diproses mulai dari penggilingan, pengolahan hingga menjadi beras dilakukan oleh penggilingan-penggilingan kecil.
Kendala lainnya, kata Adrian, yakni mengajak petani untuk beralih dari pupuk subsidi ke pupuk nonsubsidi. Program Makmur diluncurkan untuk mengenalkan pupuk nonsubsidi. Menyiapkan petani jika terjadi perubahan kebijakan dalam penggunaan pupuk bersubsidi. Contohnya saat ini pekebun kelapa sawit rakyat sudah tidak dapat menggunakan pupuk bersubsidi.
FERGANATA INDRA RIATMOKO
Petani menaburkan pupuk pada tanaman padi di Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (11/4/2020).
Namun, di beberapa daerah masih banyak yang belum menggunakan pupuk nonsubsidi secara keseluruhan karena keterbatasan pendapatan petani. Akhirnya pupuk dikombinasi antara subsidi dan nonsubsidi.
“Faktor yang paling berpengaruh terkait ketersediaan modal. Tanpa dukungan permodalan dengan biaya murah, kami lebih sulit mengimbau petani untuk pindah dari ketergantungan penggunaan pupuk subsidi. Tapi paling tidak petani terbuka terhadap pupuk nonsubsidi,” ucapnya.
Senior Vice President Transformasi Bisnis PKT, Wisnu Ramadhani mengutarakan, kondisi di lapangan, petani di Indonesia lebih menyukai pupuk kimia padahal pupuk nonkimia seperti pupuk hayati dan organik jauh lebih baik. Sehingga penjualan pupuk kimia jauh lebih besar. “Petani di Indonesia kurang sabar. Walaupun sudah diedukasi mereka ingin cepat padi tumbuh hijau,” katanya.
Berdasarkan data Program Makmur 2022, lahan komoditas terbanyak yakni sawit sebanyak 91.693 hektar, tebu sebanyak 76.637 hektar, padi 74.729 hektar, jagung 28.526 hektar, dan kopi 4.364 hektar.
Program Makmur telah dilaksanakan di 15 provinsi, tiga provinsi dengan luas lahan terbanyak di antaranya Kalimantan Timur 12.530 hektar, Jawa Timur 15.518 hektar, dan Kalimatan Utara 14.142 hektar.
Sementara total sumber pendanaan selama 2022 mencapai Rp 2,9 tiliun. Pendanaan tertinggi berasal dari swadaya atau koperasi petani yakni Rp 1,69 triliun sementara pendaan berasal dari bank sebanyak Rp 698 miliar.