Sinyal Pemulihan Ekonomi China Jadi Peluang bagi RI
Sinyal pemulihan China dapat menjadi momentum untuk memperkuat ekspor produk manufaktur, khususnya yang bersifat setengah jadi ataupun tergolong barang konsumsi.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aktivitas perekonomian China menunjukkan sinyal pemulihan. Indonesia dapat mengambil ancang-ancang untuk mengoptimalkan peluang dari sinyal tersebut, khususnya dalam meningkatkan investasi yang berorientasi hilirisasi serta ekspor.
Sinyal pemulihan China muncul dari Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) komposit yang dipublikasikan S&P Global dan Caixin pada Februari 2023. Data itu menyebutkan, PMI komposit China naik dari 48,3 pada Desember 2022 menjadi 51,1 pada Januari 2023. Posisi yang menandakan bisnis tengah berekspansi ini merupakan pertama kalinya setelah lima bulan berturut-turut PMI komposit China berada di zona kontraktif.
Kenaikan PMI komposit pada Januari 2023 menjadi sinyal peningkatan aktivitas bisnis China yang pertama sejak Agustus 2022. Keyakinan pelaku bisnis di China terhadap prospek dalam 12 bulan ke depan juga meningkat.
Menurut Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho, Indonesia dapat memanfaatkan momen kebangkitan China tersebut. ”Terdapat peluang ekspansi permodalan dan produksi (dari China) yang menyasar negara-negara berkembang. Indonesia mestinya bisa menjadi salah satu sasaran,” katanya saat dihubungi, Minggu (26/2/2023).
Berdasarkan tren sebelum pandemi, Andry menilai, China masih akan mencari negara tujuan investasi baru agar dapat mengalirkan produknya ke Amerika Serikat secara tidak langsung. Apalagi, Indonesia sedang fokus dalam program hilirisasi atau peningkatan nilai tambah. Investor dari China dapat berpartisipasi dalam program hiliriasi tersebut.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Sanny Iskandar mengatakan, China menguasai dana, teknologi, serta peran sebagai offtaker (pembeli) produk-produk hilirisasi sumber daya mineral. Oleh sebab itu, Indonesia dapat menjadi incaran investor China.
”Namun, terkadang mereka (investor China) terkendala dengan keadaan sosial ekonomi di Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat mengomunikasikan dengan baik peraturan perundang-undangan kepada masyarakat,” ujarnya.
China, imbuh Sanny, berperan penting dalam rantai pasok dunia. Serapan komoditas oleh China berpengaruh langsung pada harga di pasar internasional. Menurut dia, dalam mendorong aktivitas industri dalam negeri, Indonesia sebaiknya tidak hanya bergantung pada China, tetapi juga negara lain. Komposisi relasi dengan negara-negara mitra lain patut dijaga.
PMI komposit terdiri dari indeks jasa dan manufaktur. Pada Januari 2023, kenaikan PMI komposit China ditopang oleh melesatnya PMI jasa dari 48 ke 52,9. Ekonom senior Caixin Insight Group, Wang Zhe, mengatakan, pelonggaran pembatasan mobilisasi di China turut mendorong ekspor jasa. Hal ini ditandai dengan indeks permintaan baru yang meningkat dan bergerak di zona ekspansif.
Di sisi lain, Wang mengatakan, pergerakan PMI manufaktur China masih terhambat. Hasil produksi (output) dan permintaan baru manufaktur pada Januari 2023 masih menurun. Penyerapan tenaga kerja di China pun masih membutuhkan waktu untuk pulih.
”Salah satu prioritas saat ini ialah meningkatkan ekspektasi (usaha), memulihkan keyakinan, meningkatkan pendapatan dan konsumsi, serta mendorong permintaan domestik. Ketidakpastian masih ada, bergantung dari perkembangan pandemi,” kata Wang dalam siaran pers.
Peluang ekspor
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani mengungkapkan, sinyal pemulihan China dapat menjadi momentum untuk memperkuat ekspor produk manufaktur, khususnya yang bersifat setengah jadi ataupun yang tergolong barang konsumsi. Ada pula potensi pasar untuk permintaan barang mewah karena adanya normalisasi aktivitas masyarakat pasca-pelonggaran pembatasan di China.
”Pangsa ekspor Indonesia ke China kalah dibandingkan Malaysia dan Vietnam ke China. Ekspor Indonesia ke China pun masih didominasi bahan mentah. Hal ini dapat diartikan masih besarnya peluang Indonesia di pasar China,” tuturnya.
Untuk mengoptimalkan peluang itu, pemerintah dapat memberikan stimulus yang berorientasi pada kinerja ekspor nasional, misalnya memberikan kredit usaha dan kredit ekspor bagi pelaku usaha. Imbasnya, pelaku usaha akan terpacu untuk memperluas pasar ke China di tengah tren tingginya suku bunga.
Edukasi pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas dengan China, seperti Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan Area Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA), perlu digencarkan. Dari segi teknis, fasilitas pengiriman langsung ke China mesti diperluas ke pelabuhan-pelabuhan di luar Jawa sehingga ekspor skala kecil dan menengah dapat diperkuat.
Badan Pusat Statistik mendata, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke China pada Januari 2023 mencapai 5,25 miliar dollar AS dengan proporsi pangsa 25,22 persen dibandingkan negara mitra lain. Angka tersebut meningkat dibandingkan Januari 2022 yang sebesar 3,51 miliar dollar AS dengan proporsi pangsa 19,25 persen.