Menakar Masa Depan Ruang Kerja Bersama
Bisnis penyedia ruang kerja bersama menghadapi tantangan berat di masa pandemi Covid-19. Bagaimana prospek usaha ruang kantor fleksibel ini?

Co-working space Green House di Multivision Tower, Jakarta. Tempat ini menyediakan ruang kerja untuk pelaku usaha rintisan.
Tumbangnya sejumlah penyedia ruang kerja bersama atau co-working space di Tanah Air cukup mengejutkan. Bisnis ini tumbuh pesat sejak tahun 2017, tetapi dihantam pandemi Covid-19 yang melemahkan permintaan ruang kantor.
Salah satu perusahaan operator co-working space terbesar di Indonesia, yakni CoHive atau PT Evia Asia Tenggara, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 18 Januari 2023. CoHive pernah mengoperasikan sekitar 30 lokasi ruang kerja bersama dengan total luas area 60.000 meter persegi di Jakarta, Medan, Yogyakarta, dan Surabaya.
Dalam pernyataan resmi di laman cohive.space, CoHive mengungkap pandemi yang berkepanjangan, kondisi suplai ruang perkantoran, dan lingkungan penggalangan dana yang menantang membuat Cohive tak bisa bertahan lebih lama. Bisnis CoHive telah berhenti, tetapi beberapa lokasi co-working space telah dikembalikan ke tuan tanah atau pemilik gedung, terutama Cohive 101 di kawasan Mega Kuningan, lokasi terakhir.
Sekretaris Jenderal Perkumpulan Co-working Indonesia Felencia Hutabarat mengungkapkan, tutupnya beberapa usaha co-working space tak dimungkiri terjadi di kota-kota besar akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) selama masa pandemi Covid-19. Sebagian pelaku co-working space juga merupakan usaha kecil yang tidak selalu menempati daerah pusat bisnis atau gedung-gedung perkantoran. Namun, kini, sejumlah pelaku co-working space mulai bangkit seiring melandainya pandemi dan kebijakan pemerintah mencabut PPKM pada akhir 2022.
Kini, sejumlah pelaku co-working space mulai bangkit seiring melandainya pandemi dan kebijakan pemerintah mencabut PPKM pada akhir 2022.
”Banyak yang mencoba bangkit kembali. Ada yang tutup juga dan berusaha buka lagi. Kami sedang mendata ulang jumlah pelaku co-working space yang bertahan saat ini,” kata Felencia. Ia menambahkan, sebelum pandemi, jumlah pelaku co-working space di Indonesia mencapai 200 pelaku usaha yang tersebar di 30 kota.
Felencia menegaskan, bisnis co-working space tidak sebatas penyedia ruang kantor. Bisnis ini juga menggarap komunitas dan jejaring. Kombinasi bisnis properti, jasa (hospitality), serta membangun jejaring dan komunitas bisnis tetap memiliki peluang. Ruang kerja yang fleksibel dan wadah komunitas bisnis bagi usaha rintisan (start up) dan usaha mikro, kecil, menengah memberikan nilai tambah ketimbang sekadar menyediakan ruang kantor.
”Kami tidak sekadar menyediakan meja, kursi dan internet, tetapi juga menyediakan wadah komunitas di mana kami berkontribusi terhadap anggota atau para tenant,” kata Felencia, yang juga Managing Director Ke:kini Co-working Space, saat dihubungi, Rabu (8/2/2023).
Baca juga: Adaptasi "Co-working Space" Saat Pandemi

Karyawan mengikuti pertemuan di ruang kerja bersama (co-working space) Impact Hub di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (25/11/2021).
Fleksibilitas kerja yang berlanjut pasca pandemi, yakni memadukan bekerja di kantor (WFO) dan bekerja dari rumah (WFH) dinilai membuka peluang bagi co-working space untuk membidik pekerja yang membutuhkan ruang kerja di luar kantor. Sebab, tidak semua pekerja memiliki ruang kerja yang layak di rumah, di samping mencari alternatif ruang untuk bekerja selain di rumah.
CoHive pernah merilis survei Dunia Kerja Pasca Pandemi Covid-19. Survei ini merangkum pendapat dari 1.300 karyawan yang tersebar di beberapa kota di Indonesia. Survei diadakan selama November 2021 hingga Januari 2022. Mayoritas responden berusia 21–30 tahun (69 persen), bekerja sebagai staf (66 persen ), dan berdomisili di wilayah Jabodetabek (51 persen).
Mayoritas responden memilih untuk kembali bekerja dari kantor jika kondisi sudah kembali normal. Ada beberapa faktor yang mendorong pilihan tersebut, seperti kebijakan perusahaan, tantangan bekerja dari rumah, dan kurangnya efektivitas komunikasi selama bekerja dari rumah. Tantangan terbesar saat bekerja dari rumah, yakni jaringan koneksi internet dan tidak tersedianya ruang kerja yang layak.
Jika dimungkinkan untuk bekerja sepenuhnya dari rumah atau lokasi di luar kantor, 76 persen responden berencana membangun ruang khusus untuk bekerja dari rumah atau mendaftar keanggotaan di co-working space. Co-working space juga memungkinkan perusahaan membuka kantor cabang mendekati tempat tinggal karyawan tanpa melakukan investasi yang terlalu besar dan perawatan fasilitas yang terlalu tinggi.

Susasana salah satu ruang yang disediakan di Gedung CoHIve 101, Jakarta, Rabu (19/6/2019). Ruang ini bisa digunakan untuk bersantai dan mengobrol dengan sesama penyewa ruang kerja.
Kebutuhan komunitas
Felencia meyakini ada pergeseran budaya bekerja pasca pandemi yang akan berlanjut di masa depan. Pergeseran ini perlu disikapi pelaku co-working space dengan terus mengkaji model bisnis yang paling tepat. Energi terbesar saat ini adalah program reguler untuk pengembangan komunitas bisnis dan sistem pendukung para tenant dengan memanfaatkan teknologi digital.
”Tantangannya saat ini adalah daya untuk membikin program, serta pengembangan komunitas bisnis dengan memanfaatkan sistem daring. Kami masih perlu melihat arah pasar dengan budaya kerja yang baru,” katanya.
Head of Leasing Office Advisory JLL Angela Wibawa, dalam konferensi pers, Rabu (1/2/2023), di Jakarta, berpendapat, co-working space masih akan dibutuhkan. Prospeknya pun masih positif meskipun ini harus dilihat lokasi dan cara operator co-working space mengelola.
”Kami mengamati ada co-working space yang tutup. Namun, ada juga operator co-working space yang terus berekspansi. Mereka yang tetap ekspansi ini biasanya menggunakan skema partner sharing dan waralaba,” ujar Angela.
Ada juga operator co-working space yang terus berekspansi. Mereka yang tetap ekspansi ini biasanya menggunakan skema partner sharing dan waralaba.
Bersamaan dengan fenomena co-working space itu, aktivitas dan permintaan terhadap sektor perkantoran grade A mengalami peningkatan pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun 2021. Para perusahaan mulai aktif dalam melanjutkan strategi realestat mereka dengan melakukan perbandingan antara tetap berada di gedung mereka saat ini atau pindah ke gedung lain. Meski demikian, tingkat hunian perkantoran di kawasan bisnis secara khusus masih tertekan 71 persen.
Relokasi yang terjadi tetap didominasi oleh perpindahan menuju gedung dengan grade yang lebih baik dan strategi penghematan biaya. Meskipun aktivitas meningkat, JLL mengamati luas ruang yang dibutuhkan relatif mengecil dibandingkan sebelumnya akibat pola kerja hibrida dan strategi ruang kerja.

Calon penumpang memanfaatkan ruang co-working space di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019). Penyediaan tempat ini bertujuan untuk memberi ruang kerja bagi penumpang yang ingin merampungkan pekerjaan sembari menunggu datangnya kereta. Co-working space di ruang publik atau sentra bisnis telah menjadi kebutuhan bagi pekerja di era milenial yang biasa bekerja di mana saja.
CEO Impala Network Gatot Hendra Putra, saat dihubungi, Rabu (8/2/2023), di Jakarta, berpendapat, masa depan kelangsungan co-working space di Indonesia harus dimulai dari melihat kebutuhan komunitas. Di kabupaten/kota mana pun terdapat pegiat usaha kreatif yang butuh fasilitas ruang kerja.
”Ketika co-working space populer tahun 2016 di Amerika Serikat, lalu masuk ke Indonesia, kami sudah merasa bahwa pendekatan pengelolaannya di Indonesia harus disesuaikan. Apalagi, buat kami yang lebih banyak beraktivitas di luar Jakarta,” ujarnya.
Gatot mengklaim, co-working space yang dia kelola bernama Impala Space ini lebih banyak diisi agenda kegiatan bagi komunitas pelaku usaha kreatif berjejaring dan berinteraksi dibandingkan promo sewa kantor. Tahun 2020, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengajaknya bekerja sama. Impala Space kemudian berganti nama menjadi Hetero Space Semarang dan menempati gedung UMKM Center milik pemerintah provinsi.
”Kami akhirnya melakukan utilisasi aset-aset properti pemerintah daerah yang kurang produktif. Selain di Semarang, co-working space kami berada di Surakarta dan Purwokerto. Pendekatan kami pun masih sama. Cuma sekarang memperluas target sasaran, yaitu pelaku UMKM,” ujar Gatot.

Suasana di Hetero Space yang diluncurkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama Impala Space di UMKM Center Jateng, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (2/2/2020). Co-working space itu diharapkan memacu industri kreatif di Jateng.
Selain aneka kegiatan pelatihan dan mentoring UMKM, co-working space yang dikelola Impala Network bekerja sama dengan Pemprov Jateng juga masih menerima warga untuk berkantor. Dia mencontohkan, ruang kerja bersama di Kota Purwokerto menggunakan gedung Bakorwil. Meski baru buka, dia menyebut ruang kerja sudah penuh dipesan.
”Tren bekerja memang semakin mengarah bekerja dari mana saja. Tren ini mungkin dipengaruhi pandemi. Ada saja kok orang yang bekerja dari co-working space dibandingkan dari rumah karena mempertimbangkan kecepatan akses Wi-Fi,” kata Gatot.
Baca juga: Masa Depan Bisnis ”Co-working Space”
Tren bekerja memang semakin mengarah bekerja dari mana saja. Tren ini mungkin dipengaruhi pandemi. Ada saja kok orang yang bekerja dari co-working space dibandingkan dari rumah karena mempertimbangkan kecepatan akses Wi-Fi.
Co-Founder dan CEO Investree Adrian Gunadi, Kamis (9/2/2023), di Jakarta, menceritakan, Investree pernah menggunakan co-working space JustCo di Jakarta sampai dengan 2020 dan G45 di Yogyakarta sampai dengan 2021. Untuk di Jakarta, semua aktivitas Investree terpusat di gedung AIA Central. Investree sampai sekarang masih menggunakan co-working space di kota representatif lainnya, yaitu Semarang dan Surabaya. Sebab, di dua kota tersebut, jumlah karyawan di bawah 10 orang.
Perusahaan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi itu tidak lagi menggunakan co-working space untuk operasional Jakarta dan Yogyakarta karena beberapa alasan, termasuk kredibilitas perusahaan. Pertumbuhan karyawan cukup pesat sehingga kebutuhan ruang bekerja tidak cocok dengan metode berbagi dengan perusahaan lain.
Joyce Hutapea, PRecious Communications Indonesia, Market Lead, mengatakan, pihaknya selalu menggunakan layanan co-working space. Sebagai penyewa/tenant, dia berpendapat keberadaan co-working space sebenarnya masih sangat membantu pengelolaan biaya operasional, terutama untuk perusahaan berskala kecil dan menengah.
”Tidak sedikit perusahaan penyewa ruang di co-working space mendaftarkan alamat/akta perusahaan sesuai alamat co-working space. Dengan maraknya isu co-working space yang menghentikan operasinya, kami rasa pengelola perlu membantu memberikan rasa aman bagi penyewa dan mengomunikasikan dengan baik mengenai kelangsungan bisnis mereka,” kata Joyce.