Semakin Ramai Perbincangan soal Kerja di Media Sosial
Perbincangan soal ketenagakerjaan di media sosial semakin jamak. Sebagian angkatan kerja usia muda diduga tak punya posisi tawar kuat di dunia kerja. Adakalanya, persoalan berakar pada problem kebijakan dan kompentensi.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
Angkatan kerja muda semakin terbiasa membincangkan persoalan ketenagakerjaan di media sosial. Fenomena ini dipandang menandakan makin bertumbuhnya kesadaran hak pekerja. Selain itu, juga menjadi cara untuk mendorong pemerintah lebih memperhatikan implementasi hukum ketenagakerjaan.
Pekan lalu muncul video viral ”Pabrik Elit Bayar Lembur Syulit” di media sosial yang memperlihatkan seorang karyawan perempuan atas nama Erma Oktavia yang protes lantaran sudah bekerja lembur, tetapi perusahaan tidak membayar upah lembur. Video itu beredar pada Kamis (2/2/2023). Karyawan bersangkutan bekerja di sebuah perusahaan aparel di Grobogan, Jawa Tengah.
Tidak butuh lama, Sabtu (4/2/2023), di Jakarta, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Haiyani Rumondang mengeluarkan pernyataan tanggapan. Intinya, pemerintah melalui Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah langsung turun memeriksa kebenaran viral itu.
”Dari hasil pemeriksaan, kami mendapati adanya pelanggaran terhadap pembayaran upah lembur yang terjadi sejak September 2022. Pihak perusahaan telah menyatakan akan membayar kekurangan upah lembur terhitung 5–6 hari sejak hari pemeriksaan,” ujarnya.
Sebelumnya, akhir Januari 2023, warganet ramai-ramai mengeluhkan batas maksimal usia dalam berbagai lowongan pekerjaan di Indonesia. ”Work! Padahal umur masih produktif tapi gara-gara ada pembatasan umur jadi enggak ada kesempatan. Loker indo aneh banget. Masa, pembatasan umur 24, 25, sampai 27 tahun. Dikira yang umurnya di atas itu sudah masuk masa pensiun dan tidak butuh kerja?” tulis akun @Workfess di Twitter. Akun ini mengunggah keluhan warganet secara anonim.
Media sosial juga dipakai untuk mengupas tips karier hingga cerita permasalahan hubungan industrial.
Selain batas maksimal usia, pembicaraan warganet juga berkait dengan seabrek kualifikasi kompetensi yang harus dimiliki pencari kerja dengan batasan durasi pengalaman kerja. Namun, penawaran gaji yang akan diberikan relatif rendah.
”Katanya welcome fresh graduate tapi pas interview bilang “kmu kurang pengalaman ya” lah kan baru lulus kuliah? ini lagi mencari pengalaman,” tulis akun @antigravity di Twitter.
Media sosial juga dipakai untuk mengupas tips karier hingga cerita permasalahan hubungan industrial. BBC melalui artikel ”The Young Workers Flocking to ‘Career Influencers”(2/11/2022) menyebutkan, pekerja yang lebih muda beralih ke influencer media sosial untuk mendapatkan nasihat agar kariernya maju.
Hal ini bukan kebetulan. Sebab, sebagian besar orang mengonsumsi konten terkait pekerjaan di media sosial dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah pekerja yang beralih pekerjaan dan adanya perubahan lanskap industri. Menurut survei global tahun 2022 dari perusahaan konsultan manajemen Deloitte, sekitar 40 persen Gen Z dan 24 persen generasi milenial ingin meninggalkan pekerjaan mereka dalam waktu dua tahun.
Tidak jarang, realitas hubungan industrial yang cenderung getir kemudian dibuat menjadi meme satir. Akun @Ecommurz di Instagram, yang biasanya memuat konten rumor di industri teknologi, juga kerap ikut membuat meme seputar kisah karyawan beserta kutipan percakapan yang lazim muncul di kantor.
Posisi tawar
National Program Officer International Labour Organization (ILO) Jakarta, Tendy Gunawan, menceritakan, sejak 2015, ILO telah menyusun aneka modul pelatihan agar pekerja muda memahami hak-haknya di tempat kerja. Di dalam modul itu juga disertakan cara bernegosiasi dengan atasan.
ILO membuat panduan itu, lalu bekerja sama dengan instansi pendidikan tinggi untuk sosialisasi ataupun pelatihan. Dengan demikian, harapannya, angkatan kerja muda sedini mungkin bisa mengetahui hak-haknya dan paham harus ke mana jika mengalami pengabaian hak.
”Memang harus ada penelitian mendalam untuk menjelaskan mengapa akhirnya kerap keluar viral video ataupun percakapan keluhan masalah hubungan industrial di media sosial. Dugaan kami, kebanyakan angkatan kerja usia muda, bukan hanya di Indonesia, tidak memiliki posisi tawar kuat di tempat kerja,” ujar Tendy saat dihubungi pada Rabu (8/2/2023) di Jakarta.
Hasil studi Pew Research Center pada tahun 2016 menunjukkan, sekitar 23 persen pekerja berusia 18-29 tahun di Amerika Serikat melaporkan bahwa mereka menemukan informasi di media sosial berguna meningkatkan opini profesional mereka terhadap rekan kerja. Sebagai perbandingan, hanya 12 persen pekerja berusia 30-49 tahun dan 9 persen pekerja berusia 50-64 tahun yang mengalami hal ini.
Terkait video keluhan pekerja yang menjadi viral, Tendy menganggapnya sebagai lecutan agar pemerintah memperbaiki pengawasan ketenagakerjaan. Viral percakapan warganet mengenai kualifikasi lowongan kerja di Indonesia juga dinilai positif karena menyadarkan masih adanya praktik diskriminasi dalam dunia kerja.
Akan tetapi, aktivis perburuhan Rekson Silaban berpendapat, pekerja muda cenderung lebih menyukai pelayanan informasi yang instan ketimbang harus secara fisik menemui serikat pekerja. Pada saat bersamaan, ada tren yang menunjukkan cakupan anggota serikat pekerja hanya sekitar 5,6 persen dari total pekerja formal di Indonesia.
”Mengapa tidak (mengutamakan) dialog bipartit? Saya menduganya karena praktik dialog seperti itu tidak bisa setiap waktu dan tidak bisa dilakukan perorangan. Harus melalui serikat pekerja,” katanya.
Menyaring
Praktisi sumber daya manusia dan kreator konten karier, keluarga, dan keuangan, Samuel Ray, berpandangan, keberanian pekerja muda membagi pengalaman masalah karier dan hubungan industrial di media sosial patut diapresiasi. Kendati mengungkapkannya secara anonim, pada akhirnya pembuat konten harus berani bertanggung jawab. Apalagi, jika individu bersangkutan diminta membuka identitas dan maju ke meja hijau.
”Dari kacamata human resources, saya memandang viral-viral diskusi ketenagakerjaan di media sosial sebagai hal positif. Angkatan kerja muda semakin terbuka dan haus informasi dunia ketenagakerjaan. Cuma, saya selalu berpesan agar tetap menyaring isi pesan secara bijak,” kata Samuel.
Tendy sependapat dengan Samuel. Menurut dia, tidak semua persoalan ketenagakerjaan yang mencuat viral di media sosial disebabkan oleh institusi perusahaan. Ada juga kemungkinan akar permasalahan berasal dari sisi pekerja dan kebijakan.