Presiden Joko Widodo meminta program pengentasan warga miskin ekstrem dan tengkes dipercepat.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Verifikasi data warga yang ditetapkan dalam status miskin ekstrem akan terus dimutakhirkan di tingkat desa. Validasi akan dilakukan secara terus-menerus dan dikoordinasikan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Presiden Joko Widodo meminta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengawal betul program-program untuk mengentaskan warga dari kemiskinan ekstrem.
Hal ini disampaikan dalam rapat tertutup di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
”Sekarang setiap desa itu sudah punya data khusus untuk orang-orang yang miskin ekstrem di tempat itu. Walaupun data itu sudah kita triangulasi dari data BKKBN, data sensus tahunan yang dilakukan BKKBN dengan DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial), desa masih diberi kesempatan untuk melakukan verifikasi dan validasi ulang dan secepatnya untuk dikirim ke Kemenko PMK melalui bupati,” ujar Muhadjir kepada wartawan seusai rapat.
Data DTKS yang awalnya ditangani Kementerian Sosial, kini dialihkan menjadi sasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (P3KE). Data P3KE dikendalikan langsung dari Kemenko PMK. Dengan demikian, lanjut Muhadjir, bisa diketahui nama dan alamat sasaran berikut intervensi yang dilakukan.
Data ini setiap hari bisa divalidasi. Karena itu, tidak ada target kapan data P3KE rampung. ”Karena, kan, sebetulnya miskin itu dinamis? Ada yang semua kaya, tiba-tiba jatuh miskin? Ada yang miskin, tiba-tiba jadi kaya,” ujarnya.
Selain kemiskinan ekstrem, lanjut Muhadjir, Presiden Jokowi juga meminta program-program penurunan angka tengkes atau stunting (kekerdilan akibat gizi buruk kronis) dilanjutkan.
Untuk itu, Menko PMK berkomunikasi secara langsung dengan para bupati/wali kota di setiap provinsi untuk mengetahui apa saja kebutuhan di suatu wilayah untuk mengatasi tengkes. Bila kekurangan tersebut adalah bagian tugas kementerian atau lembaga dalam koordinasi Kemenko PMK, penanganan bisa langsung dilakukan.
Salah satu program penanganan tengkes adalah mendorong penyediaan USG dan antropometri. Setiap puskesmas diharapkan sudah memiliki USG di akhir 2023 ini. Adapun antropometri untuk mengukur tubuh dimensi manusia dari tulang, otot, dan jaringan lemak akan diadakan di setiap posyandu.
USG dinilai sangat penting untuk memantau perkembangan otak janin. ”Ketika masih berada di dalam kandungan, itu lebih mudah intervensinya karena langsung lewat ibunya,” ujar Muhadjir.
Kementerian Kesehatan mencatat dibutuhkan 10.321 USG untuk 10.321 puskesmas di Indonesia. Pada tahun 2021 sebanyak 2.470 puskesmas memiliki USG, tahun berikutnya sebanyak 4.416 puskesmas. Adapun dokter yang sudah terlatih menggunakan USG sampai akhir 2022 baru 42 persen saja.
Untuk antropometri, akan disiapkan sebanyak 313.737 unit bagi 303.416 posyandu. Sampai akhir 2022, baru 33,9 persen atau 102.853. Pelatihan pemantauan pertumbuhan dilakukan dengan melibatkan tenaga terlatih dari puskesmas.
”Bapak Presiden sudah memerintahkan kepada Pak Menkes (Menteri Kesehatan), tahun ini harus 100 persen USG ataupun antropometri. Karena itu, alat pengukuran yang harus ada, harus standar. Setelahnya, cakupan yang ditimbang dan diukur harus di atas 80 persen,” tuturnya.
Pengadaan USG dan antropometri akan disiapkan dari pusat dan crash program dengan APBD. Namun, untuk daerah berkapasitas fiskal kecil, disiapkan dana alokasi khusus (DAK).
Presiden Jokowi menargetkan angka tengkes turun sampai 14 persen di 2024. Tahun 2022, angka tengkes di Indonesia masih 21,6 persen, yang menurun dari setahun sebelumnya di 24,4 persen.
Percepatan penurunan angka tengkes, menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam rapat kerja nasional Badan Kependudukan dan Keluarga Besar Nasional 25 Januati lalu, akan dilakukan melalui intervensi spesifik. Langkah ini dilakukan dengan intervensi gizi ibu hamil dan anak usia di atas enam bulan setelah mendapatkan ASI eksklusif.