Kegiatan pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran atau MICE diyakini mampu turut menarik kembali wisatawan berkunjung ke Indonesia pascapandemi Covid-19.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kegiatan pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran atau MICE diyakini mampu turut menarik kembali wisatawan berkunjung ke Indonesia pascapandemi Covid-19. Keseriusan pemerintah-swasta menggarap potensi aktivitas MICE dibutuhkan, di samping tetap berusaha memeratakan infrastruktur dasar dan akomodasi.
”Kelengkapan venue kita sebenarnya tidak ada persoalan. Bali, DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung memiliki venue yang cukup mendukung penyelenggaraan MICE. Permasalahannya, Indonesia belum serius menggarap MICE sehingga kegiatan MICE, terutama bertaraf internasional dan menjanjikan, kerap diambil negara ASEAN lainnya,” ujar Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi B Sukamdani saat dihubungi di Jakarta, Minggu (5/2/2023).
Indonesia dinilai belum serius menggarap potensi MICE. Hal itu, kata Hariyadi, terlihat dari beberapa hal, seperti penyelenggaraan MICE oleh instansi pemerintahan masih ada yang mengedepankan sisi seremonial. Persiapan kegiatan dan koordinasi lintas instansi sering kali tidak total. Akibatnya, perolehan multidampak MICE menjadi tidak maksimal.
Contoh lain berkaitan dengan memburu event yang bernilai strategis. Hariyadi memandang, baik pemerintah maupun swasta semestinya bahu-membahu menawar (bidding) event antarnegara agar bisa diselenggarakan di Indonesia.
”Ketidakseriusan menggarap MICE akan berdampak ke utilisasi venue. Tidak ada isu kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Keterampilan tenaga kerja untuk penyelenggaraan MICE terus membaik,” katanya.
Tantangan lain, lanjut Hariyadi, adalah akses transportasi. Dia menyebutkan, jumlah penerbangan internasional relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan Singapura yang memang menjadi hub. Harga tiket menuju dan di dalam Indonesia juga relatif masih mahal.
Saat membuka konferensi internasional Southeast Asia Business Event Forum secara hibrida, Jumat (3/2/2023), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kepala Baparekraf) Sandiaga S Uno mengatakan, industri pariwisata berangsur-angsur pulih dari pandemi Covid-19. Kendati demikian, tingkat pemulihan yang dialami Asia Tenggara relatif tertinggal daripada wilayah lain, seperti Uni Eropa dan Amerika.
Berdasarkan laporan Barometer Pariwisata Dunia 2023 yang dirilis Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO) pada 17 Januari 2023, lebih dari 900 juta wisatawan melakukan perjalanan internasional pada tahun 2022 atau dua kali lipat dari jumlah yang tercatat pada tahun 2021. Kendati demikian, jumlah itu masih 63 persen dari tingkat sebelum pandemi.
Kawasan Timur Tengah menikmati peningkatan arus kunjungan wisatawan internasional relatif kuat karena kedatangan naik menjadi 83 persen dari jumlah prapandemi. Kunjungan ke Eropa mencapai hampir 80 persen dari tingkat prapandemi. Afrika dan Amerika sama-sama memulihkan sekitar 65 persen dari total kunjungan turis mancanegara prapandemi mereka. Sementara Asia dan Pasifik hanya mencapai 23 persen karena pandemi yang lebih kuat dan pembatasan terkait yang baru mulai dihapus dalam beberapa bulan terakhir.
Menurut Sandiaga, salah satu cara mengakselerasi tingkat pemulihan industri pariwisata di Asia Tenggara adalah melalui MICE. MICE terbukti menghasilkan multidampak besar, tidak hanya menarik wisatawan mau masuk ke Indonesia. Dia mencontohkan pengalaman Indonesia sebagai tuan rumah presidensi G20 tahun 2022. Sepanjang tahun lalu, terdapat 438 aktivitas terkait presidensi G20 di 25 kabupaten/kota dan dihadiri oleh sekitar 20.000 anggota delegasi.
Total tenaga kerja mencapai 33.000 orang. Mereka sudah termasuk petugas dari sisi transportasi dan pekerja sektor UMKM yang mendukung kebutuhan penyelenggaraan kegiatan presidensi G20. Nilai kontribusi terhadap produk domestik bruto sebesar Rp 7,4 triliun atau 533 juta dollar AS.
”Saya harap kita bisa mulai akselerasi dan mengejar ketinggalan pemulihan industri pariwisata dengan menghadirkan MICE berskala internasional,” ujar Sandiaga.
Dia menekankan, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus mengembangkan MICE juga sebagai salah satu penopang ekonomi nasional. Pemerintah telah menyiapkan kemudahan izin penyelenggaraan kegiatan MICE menggunakan sistem digital. Cara ini diharapkan bisa memperpendek waktu persetujuan izin.
”Kami harap swasta ikut mendukung. Penyelenggaraan MICE harus memperhatikan pentingnya lingkungan berkelanjutan,” imbuh Sandiaga.
Sementara itu, Honorary President Asian Federation of Exhibition and Convention Associations (AFECA) Edward Liu menyampaikan, banyak penyelenggara asing tertarik dengan pasar Asia Tenggara beberapa tahun terakhir, terutama sejak pandemi Covid-19 yang diikuti penutupan pasar China dan ketegangan beberapa negara adidaya. Beberapa penyelenggara Eropa telah mengakuisisi perusahaan penyelenggara acara lokal guna mempercepat masuk ke wilayah ASEAN.
”Dengan pembukaan kembali perbatasan dan pasar China sejak Januari 2023, industri MICE di ASEAN akan mengalami peningkatan. Singapura memimpin pemulihan industri MICE di Asia Tenggara dan telah menarik berbagai penyelenggara acara dari Eropa,” ujarnya.
Industri MICE di Malaysia juga mulai kembali bergerak, tetapi dengan kecepatan sedikit lambat. Di Thailand, industri MICE akan lebih banyak digerakkan oleh kegiatan untuk konsumen.
Menurut Edward, Indonesia memiliki peluang besar menggarap pasar MICE internasional karena pasar dan jumlah penduduk Indonesia yang besar. Pada tahun 2023, Indonesia juga memimpin keketuaan ASEAN. Dengan demikian, Indonesia dapat berbuat lebih banyak untuk industri MICE dengan meluncurkan ASEAN Expo yang fokus pada produk-produk inovasi industri utama di ASEAN.
Head of Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho, saat dihubungi pada Minggu, berpendapat, pemerataan infrastruktur dasar penting dipercepat untuk mendukung MICE, misalnya infrastruktur jaringan internet. Sebab, tren yang berkembang menunjukkan penyelenggaraan MICE semakin membutuhkan teknologi digital.
Ruang pertemuan yang bisa mengakomodasi penyelenggaraan MICE, menurut dia, tetap perlu ditambah. Dengan demikian, Indonesia bisa menangkap peluang MICE dari skala kecil sampai besar.
”Hotel berskala menengah semestinya kecipratan ekonomi dari MICE, bukan hanya hotel skala besar-mewah saja,” kata Andry.
Pemerintah daerah juga dinilai berperan penting memajukan MICE. Mereka dapat turut menganggarkan dana untuk perbaikan kelengkapan fasilitas ataupun penyusunan agenda acara, seperti pertemuan dan pameran.