Pembangunan Destinasi Super Perlu Dipercepat untuk Gapai Target
Pembangunan lima destinasi pariwisata superprioritas diharapkan lebih cepat guna menunjang target kunjungan. Selain infrastruktur dasar, kalender kegiatan dan peran masyarakat lokal perlu diperkuat.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengharapkan pembangunan lima destinasi pariwisata superprioritas bisa dipercepat guna menunjang tercapainya target kunjungan dan pergerakan wisatawan. Tahun ini kunjungan wisatawan mancanegara ditargetkan mencapai 7,4 juta kunjungan, sementara wisatawan nusantara diharapkan mencapai 1,4 miliar pergerakan.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) Sandiaga S Uno, saat konferensi pers mingguan di Jakarta, Senin (30/1/2023) petang, mengatakan, Presiden Joko Widodo meminta agar pembangunan lima destinasi superprioritas dipercepat, terutama untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Likupang. Saat ini, perkembangan pembangunan KEK Likupang dinilai masih rendah dibandingkan empat destinasi superprioritas lainnya.
”Jangan sampai ada yang tidak selesai di tahun ini dan tahun depan, termasuk pembangunan di lahan otorita. Kehadiran KEK pariwisata dengan target investasi antara 2 miliar dollar AS-6 miliar dollar AS ini harus dipercepat. Presiden tidak ingin pembangunan KEK ini mandek di tempat dan hanya menjual lahan, tetapi seharusnya justru menciptakan peluang investasi dan lapangan kerja,” ujarnya.
Pada tahun 2023, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ditargetkan mencapai 7,4 juta kunjungan, sedangkan wisatawan nusantara (wisnus) diharapkan mencapai 1,4 miliar pergerakan. Menurut Sandiaga, sasaran ini harus tercapai dengan penambahan jumlah penerbangan dan ketersediaan kursi, kemudahan regulasi visa, dan penyelenggaraan acara berkualitas di destinasi-destinasi pariwisata.
Dia menambahkan, proses perizinan penyelenggaraan acara dan shooting film akan dipermudah melalui digitalisasi. Dalam tiga bulan mendatang, payung hukum perizinan seperti itu akan dibuat, misalnya melalui peraturan presiden atau peraturan pemerintah.
Nilai realisasi investasi di lima destinasi superprioritas pada tahun 2021 mencapai 435,36 juta dollar AS. Nilai ini mencakup penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Terkait pengembangan infrastruktur di lima destinasi superprioritas, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalokasikan anggaran Rp 2,5 triliun. Selain itu, Kementerian Perhubungan turut mendukung percepatan pembangunan infrastruktur transportasi dengan alokasi anggaran Rp 441,59 miliar pada tahun 2022. Adapun terkait pengembangan atraksinya, pada tahun yang sama, Kemenparekraf menyediakan Rp 459,24 miliar.
Pemerintah mulanya mencetuskan sepuluh destinasi prioritas di luar Bali pada 2015. Kesepuluh destinasi itu adalah Candi Borobudur (Jawa Tengah), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Danau Toba (Sumatera Utara), Wakatobi (Sulawesi Utara), Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung (Banten), Morotai (Maluku Utara), dan Tanjung Kelayang (Kepulauan Bangka Belitung).
Pemerintah lantas mengerucutkannya menjadi lima destinasi, yaitu Candi Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, Danau Toba, dan Likupang (Sulawesi Utara) yang ditambahkan dalam daftar pada tahun 2019.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Maulana Yusran, Selasa (31/1/2023), di Jakarta, berpendapat, pengalaman pengembangan Mandalika dengan penyelenggaraan MotoGP bisa dijadikan contoh bagi destinasi superprioritas lainnya. Agenda MotoGP mampu mendatangkan wisatawan berjumlah besar dan memikat investasi jasa usaha pariwisata untuk masuk. Pemerintah pusat sebelumnya juga terlebih dulu membangun infrastruktur dasar di Mandalika.
”Setiap pembangunan suatu destinasi baru membutuhkan satu kegiatan yang ’memaksa kerumunan’ wisatawan untuk datang. Kegiatan yang saya maksud adalah MICE (pertemuan, bisnis insentif, konferensi, dan ekshibisi). Pemerintah minimal bantu bangun kalender MICE lima tahun agar memikat investor,” ujarnya.
Setiap pembangunan suatu destinasi baru membutuhkan satu kegiatan yang ’memaksa kerumunan’ wisatawan untuk datang.
Maulana menambahkan, selain kalender acara, pemerintah juga perlu mendukung pembangunan infrastruktur dasar. Sebab, ada kecenderungan investor baru mau masuk ketika infrastruktur dasar tersedia.
Sementara itu, peneliti ekonomi di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, memandang, pengembangan destinasi pariwisata baru mempertimbangkan sistem pendukung. Sistem pendukung yang dimaksud berupa kesiapan masyarakat lokal, pembangunan infrastruktur dasar, dan promosi paket wisata.
”Suatu penetapan destinasi pariwisata baru biasanya membutuhkan promosi paket wisata yang terintegrasi dengan daerah sekitarnya. Hanya saja, hal seperti ini memiliki tantangan ego sektoral di tiap-tiap pemerintah daerah,” kata Rusli.
Kepala Pusat Studi Pariwisata UGM Mohamad Yusuf mengatakan, pemerintah perlu menyelesaikan beberapa persoalan konflik yang dialami oleh lima destinasi superprioritas sebelum melanjutkan perkembangan pembangunan infrastruktur dan menarik investasi. Dia mencontohkan isu konflik perampasan lahan dan krisis air bersih.
”Ketersediaan sumber daya manusia (SDM) juga belum optimal. Pemerintah sering melakukan pelatihan SDM (sumber daya manusia), tetapi sifatnya sporadis. Apabila kompetensi SDM cukup rendah, bagaimana bisa melayani wisatawan secara optimal?” ujarnya.
Isu berikutnya berkaitan dengan kelembagaan di lima destinasi superprioritas. Pemerintah perlu memperjelas posisi badan otorita dan perannya dalam pengelolaan destinasi superprioritas. ”Hal yang tidak kalah penting adalah tetap mengakomodasi peran masyarakat lokal dalam pembangunan,” kata Yusuf.