Laporan Perekonomian Indonesia 2022 yang diterbitkan Bank Indonesia dapat menjadi bahan evaluasi untuk mengambil keputusan bisnis dan ekonomi pada 2023. Laporan ini juga berisi perkiraan arah kebijakan BI tahun ini
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia meluncurkan ”Laporan Perekonomian Indonesia 2022” yang berisi laporan pelaksanaan tugas 2022 dan arah kebijakan 2023, Senin (30/1/2023). Peluncuran laporan ini merupakan amanat undang-undang agar BI terus mengomunikasikan arah kebijakannya sebagai upaya transparansi dan akuntabilitas lembaga.
Laporan BI terkait pelaksanaan tugas 2022 dan arah kebijakan 2023 ini bertajuk ”Laporan Perekonomian Indonesia 2022”. Perry menjelaskan, peluncuran laporan berkala itu merupakan wujud transparansi dan akuntabilitas sebagaimana telah diamanatkan undang-undang BI yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
”Sebagaimana dalam Pasal 58 UU PPSK, BI wajib menyampaikan di awal tahun mengenai evaluasi perekonomian tahun sebelumnya dan perkiraan perekonomian tahun berjalan, serta bagaimana respons kebijakan yang akan ditempuh,” ujar Perry saat memberikan sambutan pada acara peluncuran laporan itu.
Peluncuran laporan itu dihadiri antara lain oleh dua mantan Gubernur Bank Indonesia, yakni Syaril Sabirin dan Agus Martowardojo. Turut hadir Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja yang mewakili perbankan dan dunia usaha.
Ia menjelaskan, Indonesia berhasil melewati tahun 2022 dengan kinerja perekonomian yang patut disyukuri. Tahun lalu BI memperkirakan ekonomi Indonesia di kisaran 4,5-5,3 persen dengan kecenderungan bias ke atas di kisaran 5,1-5,2 persen. Kinerja ini ditopang tak hanya dari kinerja ekspor, tetapi juga konsumsi swasta yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi global yang sebesar 3 persen.
Selain itu, inflasi 2022 juga bisa terkendali. Pada akhir tahun 2022, tingkat inflasi mencapai 5,51 persen, ini lebih rendah ketimbang perkiraan awal yakni 6,5 persen setelah kenaikan harga bahan bakar minyak pada September 2022. Angka ini pun lebih rendah ketimbang inflasi di banyak negara yang rata-rata mencapai 8 persen.
Perry juga mengatakan, stabilitas nilai tukar rupiah juga relatif masih terjaga dengan catatan depresiasi 8,9 persen lebih rendah di tengah penguatan mata uang dollar AS terhadap berbagai mata uang dunia yang mencapai 25 persen. Menurut dia, stabilitas nilai tukar ini merupakan salah satu pilar untuk menjaga tak hanya perekonomian, melainkan juga stabilitas politik.
Dari sisi makroprudensial, penyaluran kredit perbankan juga berhasil bertumbuh 11,1 persen secara tahunan. Adapun sistem pembayaran makin berkembang dengan meluasnya penggunaan QRIS di 30 juta merchant di seluruh Indonesia.
Kebijakan 2023
Dengan capaian itu, Perry menjelaskan, semua pihak tetap harus optimistis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di 2023. Tahun ini, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi kisaran 4,5-5,3 persen dengan kemungkinan 4,9-5 persen. Ini ditopang oleh konsumsi yang masih kuat di masyarakat.
Terkait inflasi inti, kata Perry, akan diupayakakan berada di bawah 4 persen pada semester pertama tahun. Adapun inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) juga akan berada di bawah 4 persen.
Nilai tukar rupiah tahun ini diperkirakan akan kembali menguat seiring dengan kembalinya ke nilai fundamentalnya. Ini ditopang oleh sudah akan masuknya modal asing baik dalam bentuk investasi langsung maupun investasi portofolio.
Dari sisi makroprudensial, likuiditas perbankan masih mencukupi sehingga penyaluran kredit diperkirakan mencapai 10-12 persen tahun ini. Adapun penggunaan sistem pembayaran QRIS diperkirakan kian meluas hingga 45 juta merchant di seluruh Indonesia.
Nilai tukar rupiah tahun ini diperkirakan akan kembali menguat seiring dengan kembalinya ke nilai fundamentalnya. Ini ditopang oleh sudah akan masuknya modal asing baik dalam bentuk investasi langsung maupun investasi portofolio.
Berbekal berbagai perkiraan tersebut, Perry menegaskan, arah kebijakan moneter BI tahun ini adalah untuk mendukung stabilitas atau pro-stability. Instrumen BI lainnya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan atau pro-growth. Instrumen lain tersebut antara lain kebijakan makroprudensial, pengelolaan sistem pembayaran, dorongan terhadap inklusi keuangan, dan ekonomi hijau.
Pada kesempatan yang sama, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, mengapresiasi peluncuran laporan itu. Laporan tersebut mengulas secara jelas dan detail capaian perekonomian 2022 sehingga dapat menjadi bahan evaluasi untuk pengambilan keputusan di tahun ini. ”Laporan ini juga secara jelas menyampaikan arah kebijakan BI sepanjang tahun ini akan seperti apa,” ujar Aviliani.