Bank Indonesia memperkirakan tekanan inflasi akan menurun di bulan-bulan mendatang. Penurunan tekanan inflasi itu disebabkan harga barang diperkirakan akan menurun seiring dengan terpenuhinya pasokan barang.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia memperkirakan tekanan inflasi akan menurun di bulan-bulan mendatang. Penurunan tekanan inflasi itu disebabkan harga barang diperkirakan akan menurun seiring dengan terpenuhinya pasokan barang.
Mengutip Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI), Selasa (10/1/2023), Indeks Ekspektasi Harga (IEH) Umum November 2022 menunjukkan ekspektasi harga tiga bulan kemudian, yakni Februari 2023, berada pada level 134,6. Ini menurun dibandingkan dengan IEH Umum Oktober 2022 dengan ekspektasi harga tiga bulan kemudian, yakni Januari 2023, berada pada level 138,0.
Penurunan tekanan inflasi juga tecermin dari menurunnya ekspektasi harga enam bulan kemudian. Dalam IEH Umum November 2022, ekspektasi harga enam bulan kemudian, yakni Mei 2023, berada pada level 140,2. Posisi ini menurun dibanding IEH Umum Oktober 2022 dengan ekspektasi harga enam bulan kemudian, yakni April 2023, berada pada level 140,8.
Semakin besar angka ekspektasi harga, harga-harga barang diperkirakan akan naik. Sebaliknya, semakin rendah angka ekspektasi harga, harga-harga barang diperkirakan akan turun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, hasil survei ini menunjukkan, responden memperkirakan tekanan inflasi akan menurun di bulan-bulan mendatang. ”Responden menginformasikan penurunan harga diprakirakan terjadi karena stok barang yang mencukupi,” ujar Erwin, Rabu (11/1/2023).
SPE adalah survei bulanan BI yang bertujuan memperoleh informasi dini mengenai arah pergerakan produk domestik bruto (PDB) dari sisi konsumsi. Di dalam SPE, terdapat berbagai indikator hasil survei, salah satunya IEH.
Adapun SPE dilakukan terhadap lebih kurang 700 pengecer sebagai responden dengan metode purposive sampling di 10 kota, antara lain Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Medan, Makassar, dan Denpasar.
Efek rambatan
Dihubungi terpisah, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, penurunan tekanan inflasi ini lantaran efek rambatan kenaikan harga BBM yang terjadi pada September 2022 dinilai makin menurun. Inflasi 2022 juga lebih rendah dari perkiraan awal.
”Harga-harga barang, khususnya pangan, relatif bisa terkendali,” ujar Josua, Rabu.
Dampak rambatan ini diperkirakan akan berakhir September 2023, dengan inflasi secara tahunan akan turun drastis karena efek pembanding yang tinggi (high based effect) pada periode yang sama tahun sebelumnya saat terjadi kenaikan BBM.
Kendati demikian, ia memperkirakan pada Maret ada lonjakan inflasi yang dipicu periode bulan puasa dan Idul Fitri yang akan mendorong permintaan.
Sampai dengan akhir tahun 2023, Josua memperkirakan tingkat inflasi akan berada di dalam target inflasi BI, yakni 3 plus minus 1 persen (2-4 persen). Karena tahun ini adalah tahun masa persiapan Pemilu 2024, Josua memperkirakan pemerintah akan menerapkan kebijakan populis dengan berupaya tidak menaikkan harga-harga yang bisa diatur.
Namun, Josua menambahkan, perkiraan bisa terwujud jika tidak ada lagi peristiwa kejutan yang di luar prediksi sebelumnya. Misalnya saja tahun lalu, ternyata ada kenaikan harga BBM yang dipicu kenaikan harga minyak dunia akibat perang Rusia dengan Ukraina. Jika demikian, bukan tidak mungkin inflasi akan kembali terkerek naik melebihi target seperti 2022.
Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, perkiraan inflasi yang menurun itu dipicu oleh harga BBM subsidi dan nonsubsidi yang menurun. Sebab, harga minyak dunia pun kian turun. Penurunan harga BBM itu berdampak panjang karena menurunkan komponen ongkos produksi barang dan jasa sehingga bisa menurunkan inflasi.
”Penurunan harga BBM ini membuat efek rambatan kenaikan harga BBM September 2022 lebih cepat mereda. Inflasi ke depan bisa lebih terkendali,” ujar Ajib, Rabu.
Ajib memperkirakan inflasi tahun ini maksimal di angka 4 persen secara tahun. Menurut Ajib, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi 5 persen secara tahunan, idealnya inflasi dikendalikan maksimal 4 persen.
”Hal ini bisa dicapai jika pemerintah menjaga stabilitas harga dan tetap mendorong perekonomian,” ujar Ajib.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Desember 2022 mencapai 5,51 persen secara tahunan. Adapun target inflasi 2022 menurut BI di kisaran 2-4 persen.