Setelah melewati 2022, awal tahun adalah momen yang tepat untuk mengevaluasi capaian keuangan dan investasi. Awal tahun ini juga jadi waktu yang tepat menyiapkan strategi keuangan dan investasi menghadapi tahun 2023.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
Awal tahun merupakan waktu yang tepat untuk mengevaluasi capaian investasi dan perencanaan keuangan setahun terakhir. Setelah itu, kita perlu menyiapkan strategi satu tahun ke depan. Apalagi, tahun 2023 dibayangi perlambatan ekonomi dan ketidakpastian global. Strategi mesti jitu agar kondisi keuangan tetap stabil dan tujuan investasi tercapai.
Hari itu, Minggu, 1 Januari 2023. Setelah semalam melewatkan detik-detik pergantian tahun baru, pagi itu Ari yang mendapatkan jatah libur dari kantornya tetap berkutat di depan komputer jinjing. Bukan untuk bekerja, karyawan bank swasta di Jakarta itu tengah membuka catatan keuangan dan investasinya sepanjang 2022.
Ia merasa awal tahun adalah momentum paling tepat untuk mengevaluasi kondisi keuangannya dan capaian investasinya setahun kemarin. ”Memulai awal tahun itu baiknya dengan semangat menata keuangan. Tahun 2023 penuh tantangan enggak, sih?” ujar pekerja berumur 31 tahun itu terkekeh, Minggu (8/1/2023).
Dari analisisnya, dia belum cukup disiplin menjaga arus kasnya. Dia mencatat ada beberapa bulan neraca keuangannya defisit alias pengeluaran lebih besar dari pendapatannya. Pangkal persoalannya tak lain adalah rangsangan diskon dan promo berbagai barang di situs belanja daring.
Padahal, di pertengahan tahun 2022, dia juga sempat dirawat di rumah sakit karena demam berdarah. Biaya perawatannya pun cukup mengurasi koceknya.
Sementara itu, dari aspek kinerja instrumen investasinya, Ari malah merugi. Ini lantaran dia terlalu banyak menaruh investasinya di pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang 2022 memang masih bertumbuh 4,08 persen. Namun, harga saham emiten yang dia beli sahamnya tidak bertumbuh, bahkan turun. ”Secara keseluruhan keuangan saya di 2022 ini malah berkurang,” ujar Ari.
Dari berbagai indikator itu, Ari belajar, di tahun penuh ketidakpastian, seperti 2023, ia harus bisa menahan gairah belanja dan menghindari berinvestasi secara agresif. Menurut dia, dirinya semestinya berinvestasi di instrumen yang tidak berisiko tinggi.
Sehari-hari bekerja di industri perbankan membuat Ari perlu berhati-hati. Sebab, tahun ini diperkirakan akan ada pelambatan ekonomi dan ketidakpastian ekonomi global. ”Sepertinya di 2023 ini strategi dan tujuan saya adalah yang penting ada uang kas dan tidak merugi investasi. Imbal hasil secukupnya saja tidak masalah,” ujar Ari.
Sementara itu, sempat mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada pertengahan 2022 membuat Okta (24), karyawan perusahaan e-dagang di Jakarta, merasa harus mulai merapikan perencanaan keuangannya. Setelah perusahaannya yang bergerak di bidang teknologi melakukan efisiensi, Okta harus hidup dari pesangon yang diberikan perusahaan.
Kendati masih tinggal di rumah orangtuanya dan kini sudah kembali diterima kerja di perusahaan lain, Okta merasa perlu lebih berhati-hati mengelola keuangannya. Berbekal mencari informasi perencanaan keuangan untuk pemula di media sosial dan siniar, Okta menyambut 2023 dengan semangat menata keuangannya lebih baik.
”Sebelumnya saya masih senang belanja sesukanya saja. Ya, namanya juga lulusan baru langsung dapat kerja. Namun, sejak mengalami PHK, saya jadi belajar untuk berhati-hati,” ujar Okta.
Menjaga likuiditas
Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi Mike Rini Sutikno mengatakan, menghadapi tahun ketidakpastian, masyarakat perlu meramu strategi yang tepat dalam mengelola keuangan dan investasi. Menurut dia, dalam kondisi seperti saat ini, yang perlu disiapkan terlebih dahulu adalah menjaga likuiditas atau arus kas.
Ia mengatakan, dalam kondisi ketidakpastian, masyarakat perlu menyiapkan dana darurat. Idealnya jumlah dana darurat itu 3-12 kali lipat dari pengeluaran rutin bulanan.
”Dana ini untuk mempersiapkan kita apabila terjadi sesuatu yang di luar rencana kita yang bisa menganggu kehidupan kita,” ujar Mike.
Selain itu, Mike menyarankan untuk melengkapi diri dengan membeli asuransi. Ini agar kita memiliki proteksi keuangan ketika ada berbagai peristiwa yang mungkin akan menguras tabungan, seperti sakit atau kecelakaan.
Mengacu dari kebutuhan menjaga likuiditas atau arus kas, Mike menyarankan strategi investasi tahun ini adalah agar tidak terlalu agresif. Sebab, berinvestasi di instrumen investasi yang agresif itu berisiko tinggi kendati menjanjikan imbal hasil yang besar pula.
Menurut dia, lebih baik berinvestasi di instrumen investasi konservatif, berisiko rendah, dan bisa dicairkan sewaktu-waktu, seperti deposito, obligasi, dan reksadana. Instrumen ini lebih berisiko rendah dan memberikan imbal hasil yang pasti. Selain itu, tren kenaikan suku bunga acuan membuat berbagai instrumen ini bisa menjanjikan imbal hasil lebih tinggi dari sebelumnya.
Akan tetapi, ia juga tidak melarang apabila masyarakat mencoba berinvestasi di instrumen lainnya yang agresif. Baiknya, lanjut Mike, masyarakat bisa masuk ke pasar modal, misalnya, saat harga-harga sahamnya sedang terkoreksi sehingga murah. Adapun tujuannya harus diproyeksikan untuk jangka panjang. Periode investasi yang panjang bisa menoleransi risiko yang tinggi sehingga bisa memberikan imbal hasil yang optimal.
Jadi, apakah Anda sudah menyiapkan strategi perencanaan keuangan dan investasimu untuk tahun ini?