Kerugian Masyarakat akibat Investasi Ilegal Capai Rp 112,2 Triliun
Sepanjang tahun 2022, transaksi keuangan ilegal dilaporkan mencapai Rp 35 triliun. Adapun kerugian masyarakat akibat investasi ilegal mencapai Rp 112,2 triliun.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan akumulasi transaksi investasi ilegal pada tahun 2022 mencapai Rp 35 triliun. Adapun data kerugian masyarakat akibat investasi ilegal yang dihimpun oleh Satuan Tugas Waspada Investasi mencapai Rp 112,2 triliun. Edukasi untuk meningkatkan literasi keuangan jadi solusi untuk mencegah masyarakat terjerumus investasi ilegal.
Pada periode 1 Januari hingga 1 Desember 2022, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan total transaksi investasi ilegal mencapai Rp 35 triliun. Tahun lalu, PPATK tidak secara khusus menginformasikan total transaksi investasi ilegal.
Sebelumnya, setiap tahun PPATK menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM). Ini berarti adanya lonjakan yang tidak umum dalam nilai transaksi, sehingga tergolong mencurigakan, tetapi tidak berarti transaksi investasi ilegal. Pada 2021, LTKM mencapai 73.164 laporan.
Dalam jumpa pers bertajuk “Refleksi Akhir Tahun 2022”, di Jakarta, Rabu (28/12/2022), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, sepanjang tahun ini, muncul fenomena berbagai tawaran investasi ilegal atau bodong yang merugikan masyarakat.Pola yang mencuri perhatian publik misalnya kasus penipuan dengan robot trading. Transaksi praktik investasi ilegal itu pun lantas dimasukkan dalam penelusuran PPATK.
Dari penelusuran PPATK, modus investasi ilegal banyak menggunakan layanan keuangan digital antara lain penggunaan aset kripto dan robot trading. Modus lainnya, memanfaatkan layanan sistem pembayaran digital, baik berizin maupun tak berizin, untuk memutus jejak transaksi. Penyamaran jejak transaksi misalnya terjadi ketika pelaku menggunakan akun pada sistem pembayaran legal milik orang lain untuk bertransaksi ilegal.
Pelaksana Tugas Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono menjelaskan, pihaknya tidak mengkategorikan dan menghitung modus mana yang memiliki persentase terbesar dalam transaksi investasi ilegal. Sebab, lanjut Danang, uang para pelaku itu biasanya sudah tercampur untuk berbagai kegiatan investasi ilegal satu dengan yang lain dan digunakan untuk praktik pencucian uang.
Danang menambahkan, pihaknya menghentikan sementara transaksi pada 662 rekening terkait investasi ilegal dengan nilai saldo mencapai Rp 761 miliar. Penghentian sementara transaksi pada 662 rekening itu adalah bagian dari 2.112 total rekening yang didihentikan sementara transaksinya oleh PPATK karena terindikasi pelanggaran tindak pidana. Total saldo keseluruhan rekening itu Rp 1,75 triliun
Ivan menambahkan, PPATK juga terlibat dalam Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) yang mengawasi dan menindak praktik investasi ilegal. “PPATK juga telah berkoordinasi dengan SWI dengan memberikan masukan dan peta jalan SWI,” ujar Ivan.
Uang para pelaku itu biasanya sudah tercampur untuk berbagai kegiatan investasi ilegal satu dengan yang lain dan digunakan untuk praktik pencucian uang.
Kerugian meningkat
Dihubungi terpisah, Rabu, Ketua SWI Tongam Lumban Tobing memaparkan total kerugian masyarakat yang diakibatkan investasi ilegal pada 2022 mencapai Rp 112,2 triliun, meningkat berlipat-lipat dari catatan kerugian investasi ilegal pada 2021 yang sebesar Rp 2,54 triliun.
Lonjakan nilai kerugian ini dikarenakan pada 2022 terungkap kasus Koperasi Simpan Pinjam Indosurya yang mencapai Rp 106 triliun. Pada tahun ini juga lebih banyak kasus investasi bodong yang terungkap dan ditangani aparat penegak hukum. Kerugian masyarakat itu berasal dari berbagai modus investasi ilegal seperti money game, investasi forex bodong, gadai ilegal, multilevel marketing (MLM) ilegal, dan robot trading ilegal.
Tongam menjelaskan, salah satu alasan investasi bodong melonjak pada 2022 adalah pelaku memanfaatkan ekonomi yang sedang bangkit kembali pascapandemi. Bila ditarik dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kerugian masyarakat akibat investasi ilegal sejak 2018 mencapai Rp 126 triliun.
SWI beranggotakan perwakilan dari 12 kementerian dan lembaga termasuk kepolisian. Pada 2022, SWI sudah menutup 97 investasi ilegal, 82 gadai ilegal, dan 619 pinjaman daring/pinjol ilegal.
Edukasi literasi keuangan
Tongam menjelaskan, investasi bodong masih saja menghantui masyarakat karena masih rendahnya literasi keuangan. Tingkat literasi keuangan yang rendah ini membuat konsumen tidak mampu membedakan jasa keuangan yang legal berizin dengan yang ilegal, sehingga mereka pun terjerumus di investasi ilegal.
Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan masyarakat sebesar 49,68 persen, naik dibandingkan survei sebelumnya pada 2019 yang sebesar 38,03 persen. Tingkat literasi memang meningkat tetapi relatif masih banyak warga Indonesia yang belum terliterasi.
Ia menambahkan, agar bisa terhindar dari investasi ilegal, konsumen harus selalu ingat prinsip 2L, yakni legal dan logis, dalam merespons permintaan investasi bodong.
Masyarakat perlu terlebih dahulu mengecek legalitas entitas usaha tersebut apakah sudah resmi, tercatat, dan berizin OJK dan regulator lainnya, atau tidak.
Selain itu, nasabah harus mencerna tawarannya apakah imbal hasil dan cara kerjanya logis masuk akal atau tidak. Investasi bodong selalu menawarkan iming-iming imbal hasil besar dan tanpa risiko, sehingga terlalu baik untuk jadi kenyataan.
Agar bisa terhindar dari investasi ilegal, konsumen harus selalu ingat prinsip 2L, yakni legal dan logis, dalam merespons permintaan investasi bodong.
Dihubungi terpisah, Ekonom dan Peneliti Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menjelaskan, masyarakat yang relatif rendah literasi keuangan dan digitalnya sangat mudah terperdaya para pelaku penipuan karena gampang percaya dengan iming-iming menjadi kaya dengan mudah.
“Masyarakat tidak mengetahui apa manfaat dan risiko yang sebenarnya dari produk keuangan selain menabung. Terlebih risiko investasi, masyarakat ini tidak memahami secara detail. Kemudian literasi digital juga relatif rendah dimana masyarakat tidak bisa memilah dan memilih sumber informasi di internet. Akhirnya banyak yang ikut tanpa mempertimbangkan risikonya,” ujar Huda.
Edukasi terkait literasi keuangan perlu dilakukan terus menerus untuk mencegah masyarakat terjerumus investasi ilegal.