Geliat Aksi Korporasi Emiten di Pasar Modal
Sektor energi, industri, dan material dasar merupakan tiga sektor yang emitennya paling banyak melakukan merger dan akuisisi sepanjang 2022.
Tahun 2022 adalah tahun yang penuh tantangan. Berbagai tantangan tersebut antara lain geopolitik yang memanas, laju inflasi akibat stimulus bank sentral, gangguan rantai pasok global juga kenaikan harga komoditas pangan, penguatan dollar AS terhadap mata uang lain, serta suku bunga tinggi.
Meskipun demikian, di tengah situasi menantang tersebut masih banyak emiten yang melakukan ekspansi dan penguatan usaha dengan cara merger dan akuisisi.
Di Bursa Efek Indonesia, sektor energi, industri, dan material dasar merupakan tiga sektor yang emitennya paling banyak melakukan merger dan akusisisi. Akuisisi pertambangan batubara, akuisisi jalan tol, dan konsolidasi dalam sektor menara menjadi transaksi yang menonjol pada tahun 2022.
Selain mengakuisisi, terjadi juga akuisisi dari perusahaan di luar negeri terhadap emiten di BEI. Transaksi terbaru adalah akusisi atas saham Garudafood Putra Putri Jaya dari CVC Partners kepada Hormel Foods dari Amerika Serikat bernilai Rp 6 triliun.
Emiten di sektor energi dan pertambangan mendominasi merger dan akuisisi tahun ini. Kenaikan harga komoditas energi, seperti batubara, membuat emiten terus berekspansi dan yakin bahwa permintaan batubara akan tetap menguat hingga beberapa tahun ke depan.
Pada tahun ini, Medco Energi International Tbk akhirnya menyelesaikan akusisi seluruh saham ConocoPhilips. Melalui anak usahanya, Medco mengakuisisi seluruh saham ConocoPhilips Indonesia Holdings Ltd. Adapun nilai transaksi tersebut mencapai Rp 19 triliun. Medco telah mendapatkan persetujuan dari pemegang sahamnya dalam rapat umum luar biasa akhir Februari lalu.
Anak usaha Grup Sinar Mas, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk, melalui anak usahanya mengakuisisi 20 persen saham tambang Stanmore SMC Pty Ltd Australia. Dengan akuisisi ini, kepemilikan Dian atas Stanmore mencapai 100 persen. Nilai transaksi ini sebesar Rp 5,7 triliun.
Menurut Corporate Secretary Dian Swatika Susan Chandra, pengambilalihan ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah jangka panjang bagi seluruh pemegang saham perseroan. Adapun dana yang digunakan untuk membiayai akuisisi seluruhnya berasal dari kas internal.
Emiten pertambangan lainnya, PT Merdeka Copper Tbk, juga mengambil alih 55,67 persen saham di PT Hamparan Logistik Nusantara melalui anak usahanya, PT Batutua Tembaga Abadi. Merdeka Copper juga menjalin kemitraan strategis dengan Hong Hong Brunp Catl Co Ltd yang merupakan pemasok terbesar baterai kendaraan listrik di dunia.
Selain itu, Merdeka Cooper juga mengambil alih saham perusahaan tambang emas PT Andalan Bersama Investama dan PT Pani Bersama Jaya.
Daftar emiten yang melakukan akuisisi masih bertambah. PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Tbk mengakuisisi PTTMining Ltd Hong Kong. Dalam keterangannya, Direktur Utama Astrindo Ray Anthony Gerungan mengatakan, akuisisi 100 persen saham PTTML, yang menjadi bagian dari anak usaha Astrindo, yaitu PT Sintesa Bara Gemilang, akan mendukung kenerja Astrindo ke depan. PTTML merupakan pemilik konsesi tambang batubara berkualitas 5.200-5.700 kkal per kilogram dengan kadar sulfur rendah.
Baca juga: Kian Menjauhi Target, Bauran Energi Terbarukan Turun
Setelah mengakuisisi PTTML, Astrindo juga mengakuisisi 10 persen saham PT Arutmin Indonesia milik PT Bumi Resources Tbk yang termasuk dalam Grup Bakrie. Direktur Keuangan Astrindo Michael Wong dalam Public Expose Live mengatakan, ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi dan transaksi ini baru akan selesai pada paruh pertama tahun depan.
Harga batubara yang terus membara membuat ABM Investama Tbk membeli 30 persen saham emiten batubara milik Grup Sinar Mas, PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS). ABM memiliki saham GEMS melalui PT Radhika Jananta Raya, anak usaha tidak langsung ABM.
Sekretaris Perusahaan ABM Investama Rindra Donovan dalam keterbukaan informasi di BEI mengatakan, transaksi pembelian saham ini merupakan bagian strategis usaha ABM untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis di seluruh ekosistem usaha di dalam Grup ABM.
Selain perusahan pertambangan, bank kecil juga masih menjadi target akuisisi. Bank ini akan diubah menjadi bank digital yang tampaknya merupakan salah satu strategi pengembangan bank-bank besar.
Bank BNI Tbk mengakuisisi Bank Mayora. Pemegang saham lama Bank Mayora, International Finance Corporation, melepaskan sahamnya ke BNI sehingga BNI menguasai 63,92 persen total saham Bank Mayora. Untuk transaksi ini, BNI mengeluarkan dana sebesar Rp 3,5 triliun.
Emiten lain, PT Astra International Tbk juga mengakuisisi Bank Jasa Jakarta. Astra membeli saham Bank Jasa Jakarta senilai Rp 3,88 triliun. Sebelumnya, Mei 2020 Astra melepaskan kepemilikannya di Bank Permata Tbk. Astra melepaskan 44,56 persen sahamnya di Bank Permata kepada Bangkok Bank dan mendapatkan dana segar sebesar Rp 16,38 triliun.
Infrastruktur
Pada sektor infrastruktur, transaksi akuisisi yang cukup menonjol dilakukan anak usaha Grup Salim, PT Nusantara Infrastructure Tbk. Nusantara melalui anak usahanya, PT Margautama Nusantara, mengakuisisi 40 persen saham PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek. Jasamarga Jalanlayang Cikampek merupakan anak usaha dari PT Jasa Marga Tbk yang mengelola ruas Jalan Tol Layang Mohamed bin Zayed.
Presiden Direktur Nusantara Infrastructure M Ramdhani Basri mengatakan, Jalan Tol Layang MBZ ini merupakan aset terbesar dari Nusantara Infrastructure. Akuisisi senilai Rp 4,38 trilum ini selesai pekan lalu. Dana akuisisi didapatkan dari pinjaman, antara lain dari Bank BCA Tbk.
Di antara emiten telekomunikasi dengan fokus menara, terjadi juga beberapa akuisisi. PT Centratama Telekomunikasi Tbk melalu anak usahanya, PT Centratama Menara Indonesia, mengakuisisi sekaligus menambah modal pada PT EPID Menara AssetCo senilai Rp 5 triliun. Setelah transaksi tersebut, anak usaha Centratama Telekomunikasi Tbk itu memiliki 8.000 menara telekomunikasi.
Emiten menara lainnya, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel) mengambil alih 6.000 menara dari Telkomsel. Nilai transaksinya mencapai Rp 10,28 triliun. Akuisisi ini merupakan kelanjutan dari akuisisi menara Telkomsel yang sejak lalu dilakukan Mitratel. Setelah akuisisi ini, jumlah menara yang dialihkan dari Telkomsel ke Mitratel mencapai 16.050 unit.
Baca juga: Mitratel Beli Balik Saham hingga Rp 1 Triliun
Sementara itu, Grup Axiata mengakuisisi saham PT Link Net Tbk seharga Rp 8,72 triliun. Saham Link Net diakuisisi dari pemilik lamanya, Grup Lippo.
Akuisisi dan ekspansi usaha ini juga merupakan cerminan optimisme atas keberlangsungan bisnis di masa depan. Seiring dengan meredanya laju inflasi dan tahun politik, masih ada banyak harapan di tahun depan.