Peringatan Hari Migran Internasional 2022 diwarnai seruan agar pemerintah meningkatkan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia mulai dari sebelum hingga sesudah penempatan.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peringatan Hari Migran Internasional yang diselenggarakan pada Minggu (18/12/2022) diwarnai gugatan soal belum optimalnya perlindungan pekerja migran, baik sebelum maupun seusai penempatan. Padahal, kerentanan yang dialami pekerja migran semakin variatif, termasuk adanya modus baru perekrutan untuk melakukan penipuan siber.
Di sisi lain, pemerintah menyatakan, berbagai kebijakan perbaikan tata kelola penempatan telah dilakukan mulai dari pembentukan layanan terpadu satu atap hingga satuan tugas.
Dalam perayaan Hari Migran Internasional 2022 yang diselenggarakan oleh Migrant Care secara hibrida, Minggu, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, sepanjang 2022, sejumlah negara masih menghadapi pandemi Covid-19. Kondisi ini menambah potensi kerentanan yang harus dihadapi oleh pekerja migran.
Pada saat awal pandemi Covid-19 muncul, misalnya, sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI) pada sektor domestik di Hong Kong, Taiwan, dan Singapura ikut berisiko terpapar Covid-19 karena mereka diminta majikannya untuk berburu perlengkapan protokol kesehatan.
Kasus kekerasan yang berujung kematian di negara penempatan masih terjadi. Menurut dia, setiap tahun, hampir 500 jenazah PMI dipulangkan ke Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu, dia berharap cara pandang ongkos dan untung (cost and benefit) dalam memandang jasa pekerja migran perlu diakhiri.
”Masih ada yang mengelu-elukan PMI sebagai penyumbang devisa besar. Apakah kualitas perlindungan yang diberikan negara kepada mereka setara?” ujarnya.
Permasalahan kerentanan klasik yang juga berulang adalah perekrutan PMI untuk menjadi pekerja rumah tangga di negara-negara konflik. Pekerja migran di sektor kelautan juga mengalami eskalasi kerentanan. Wahyu juga menyebutkan, modus baru yang muncul pada 2022 adalah perekrutan calon pekerja migran, tetapi berujung perdagangan manusia untuk keperluan praktik penipuan siber.
”Kami mengadakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) dengan mengajak sejumlah PMI. Tujuannya adalah menginventarisasi masalah, evaluasi implementasi peraturan terkait pekerja migran, beserta solusi berupa peta jalan perlindungan pekerja migran,” katanya.
Regional Program Officer Building and Wood Worker’s International (BWI) Khamid Istikhori berpendapat senada. Pasar tenaga kerja migran di mana pun saat ini sedang tidak baik-baik saja. Kasus-kasus kekerasan tetap berulang dan tidak hanya dialami warga negara Indonesia yang jadi PMI. Sebagai contoh, keluarga pekerja migran yang membangun fasilitas Piala Dunia Qatar sampai sekarang masih menunggu kompensasi kecelakaan kerja.
”Sementara di Indonesia, pada tahun 2008, kami pernah melakukan pendampingan kepada PMI asal Karawang yang 15 tahun terkendala pulang ke Tanah Air dan berhasil pulang. Namun, karena kemiskinan dan susahnya lapangan kerja, PMI bersangkutan belakangan kembali berangkat ke Timur Tengah,” ujar Khamid.
Dalam acara terpisah, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, jumlah penempatan PMI setiap tahun rata-rata mencapai 249.000 orang. Jumlah penempatan turun selama pandemi, yaitu sekitar 113.000 orang pada tahun 2020 dan sekitar 72.000 orang pada 2021.
”Selama pembatasan sosial pandemi Covid-19, kami menerima permintaan agar membuka penempatan ke sejumlah negara. Penutupan penempatan bertujuan menjaga kesehatan dan melindungi PMI. Sampai sekarang, kami masih menemukan sejumlah negara menutup penerimaan karena Covid-19,” ujarnya.
Ida menyatakan, pihaknya berharap situasi ini segera pulih sehingga jumlah penempatan PMI bisa kembali seperti sebelumnya. Per Oktober 2022, jumlah penempatan PMI mencapai sekitar 146.000 orang.
Dari sisi remitansi, nilai yang tercatat pada 2021 sebanyak 9,16 miliar dollar AS. Jumlah ini sedikit menurun jika dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 9,43 miliar dollar AS.
Penutupan penempatan bertujuan menjaga kesehatan dan melindungi PMI.
Sebelumnya, sepanjang 2015–2019, nilai perolehan remitansi fluktuatif. Nilai perolehan tertinggi terjadi pada 2019, yaitu sebesar 11,44 miliar dollar AS.
Ida menyampaikan, pada 14–15 September 2006, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan dialog tingkat tinggi mengenai migrasi. Pertemuan ini merupakan bentuk penegasan kembali pesan kunci Hari Migran Internasional. Migrasi, misalnya, merupakan fenomena berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi negara asal didukung kebijakan tepat. Contoh pesan kunci lainnya adalah penghormatan hak-hak dasar semua pekerja migran.
Menurut dia, untuk memenuhi amanat itu, Pemerintah Indonesia melalui Kemenaker berusaha memperbaiki tata kelola penempatan. Kemenaker telah membentuk 45 unit layanan terpadu satu atap (LTSA) di provinsi/kabupaten/kota asal PMI supaya muncul pelayanan pemberangkatan yang transparan, cepat, dan tanpa diskriminasi.
Berikutnya, Kemenaker mengembangkan 503 desa migran produktif untuk mendukung layanan migrasi aman sampai pendampingan usaha bagi purna-PMI. Terakhir, Kemenaker membentuk 25 satuan tugas (satgas) yang berperan memberikan peringatan dini apabila terjadi penempatan nonprosedural.
”Bekerja di dalam dan luar negeri merupakan hak asasi setiap warga negara yang wajib dijunjung tinggi. Negara menjaminnya. Negara wajib hadir memberikan perlindungan dan tanpa diskriminasi bagi setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan layak,” pungkas Ida.