Pasal 329 UU P2SK menyebutkan bahwa penyelenggaraan program penjaminan polis mulai berlaku lima tahun terhitung sejak UU ini diundangkan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK telah disahkan dan menunjuk Lembaga Penjamin Simpanan sebagai pelaksana program penjaminan polis asuransi, nasabah masih harus menunggu lima tahun lagi. Dalam UU P2SK disebutkan, penyelenggaraan program penjaminan polis mulai berlaku lima tahun terhitung sejak UU ini diundangkan.
UU P2SK menyebutkan, fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertambah menjadi penyelenggara program penjaminan polis. Untuk melaksanakan program itu, LPS akan menambah satu posisi dewan komisioner yang membidangi program penjaminan polis. Kendati demikian, Pasal 329 UU P2SK menyebut secara jelas bahwa penyelenggaraan program penjaminan polis mulai berlaku lima tahun terhitung sejak UU ini diundangkan.
Program penjaminan polis ini sejatinya sudah sangat terlambat dilaksanakan. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, program penjaminan polis seharusnya dilaksanakan tiga tahun sejak UU diundangkan. Artinya seharusnya sudah dilaksanakan pada 2017. Namun, sampai hari ini setelah terlambat lima tahun, masyarakat masih harus menanti lima tahun lagi sampai terlaksananya program ini.
Co-founder dan Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan, ia sejatinya tidak sependapat bahwa program penjaminan polis dilaksanakan oleh LPS. Sebab, asuransi dan perbankan memiliki karakteristik mitigasi risiko yang berbeda sehingga tata kelolanya tidak bisa disatukan.
Namun, penunjukan LPS sebagai pelaksana program penjaminan polis sudah lebih baik ketimbang program itu tak kunjung dilaksanakan. Piter menilai program penjaminan polis ini sudah sangat mendesak diperlukan agar bisa segera memulihkan kepercayaan masyarakat akan industri asuransi.
Ia menilai waktu persiapan pelaksanaan lima tahun itu terlalu lama karena permasalahan di industri asuransi tak kunjung mereda sehingga bisa makin menggerogoti kepercayaan masyarakat.
”Kepercayaan masyarakat terhadap asuransi ini sudah di titik nadir. Saya sambut baik kedatangan penjaminan polis ini karena bisa memulihkan kepercayaan masyarakat. Namun, lima tahun ini terlalu lama,” ujar Piter yang dihubungi Jumat (16/12/2022).
Dihubungi secara terpisah, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, pihaknya siap melaksanakan amanat UU untuk menjadi pelaksana program penjaminan polis. Menurut dia, masa persiapan lima tahun ini harus dimanfaatkan untuk memupuk permodalan yang kelak bisa digunakan untuk perlindungan konsumen.
”Tenggang waktu lima tahun ini semestinya cukup untuk kami maksimalkan. Lebih cepat dan lebih siap akan lebih baik. Sebab, industri asuransi ini butuh untuk segera mengambil lagi kepercayaan masyarakat,” ujar Purbaya.
Selain itu, Purbaya menjelaskan, pihaknya akan meningkatkan kapasitas, baik kuantitas maupun kualitas, sumber daya manusia agar bisa melaksanakan program itu dengan baik. Pihaknya juga berencana membagi permodalan untuk penjaminan asuransi dengan perbankan agar kebutuhan keduanya tidak tercampur aduk dan merugikan satu sama lain.
”Pada intinya kami akan jaga prinsip keadilan dan kehati-hatian agar konsumen keduanya bisa kami lindungi,” ujar Purbaya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto mengatakan, pihaknya mendukung LPS menjadi pelaksana program penjaminan polis. Harapannya, dengan program penjaminan polis, masyarakat jadi lebih merasa teryakinkan dan tak khawatir untuk membeli produk asuransi. Sebab, akan ada lembaga keuangan negara yang akan menjamin uang polis mereka.
Ia menambahkan, persiapan lima tahun itu diharapkan betul-betul dilaksanakan. Sebab, pelaksanaan program penjaminan polis ini semestinya sudah berjalan sejak 2017 seperti amanat UU Perasuransian.
Wakil Ketua AAUI Bidang Information Technology & Applied Technology Dody AS Dalimunthe menambahkan, pihaknya pernah mengusulkan agar perusahaan asuransi yang bisa masuk menjadi peserta penjaminan polis harus terlebih dahulu memiliki kondisi keuangan yang sehat. Adapun kriteria kondisi keuangan yang sehat akan dibahas dalam aturan turunan UU ini.
”Kami ingin masyarakat membeli produk asuransi yang terjamin dari perusahaan yang sehat dan telah dijamin oleh penjaminan polis sehingga ini mendorong keinginan masyarakat berinteraksi dengan dunia asuransi,” ujar Dody.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam jumpa pers setelah sidang paripurna pengesahan UU P2SK di Gedung DPR, Jakarta, Kamis lalu, menjelaskan, masih ada sejumlah persiapan yang perlu dilakukan pelaku industri asuransi, baik umum maupun jiwa, serta LPS sebelum program ini bisa terlaksana. Selain itu, diperlukan aturan turunan yang akan mengatur lebih detail mengenai pelaksanaan program ini.
”Kami tetap perlu melaksanakan program ini dengan kehati-hatian agar memberikan keseimbangan antara melindungi masyarakat, memberikan kepastian kepada industri, dan mencegah moral hazard,” ujar Sri Mulyani.
Ketua Panitia Kerja UU P2SK Dolfie OFP menjelaskan, penetapan LPS sebagai pelaksana program penjaminan polis adalah salah satu aspek perubahan signifikan yang termuat dalam UU P2SK. DPR dan pemerintah juga sepakat, program penjaminan polis ini mendesak untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan, total aset gabungan industri asuransi umum, jiwa, dan reasuransi sampai dengan triwulan ketiga 2022 sebesar Rp 1.077 triliun.