Oase di Tengah Perlambatan
Industri properti bersiap menghadapi tekanan pasar pada 2023. Peluang masih terbuka untuk terus tumbuh dan menggarap potensi pasar.
Industri properti diyakini masih akan tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi dan resesi global pada tahun 2023. Meski demikian, pertumbuhan sektor properti diprediksi melambat. Subsektor residensial, pergudangan, dan kawasan industri masih akan tetap menjadi penopang pergerakan properti.
Pertumbuhan pasar properti sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi. Isu resesi ekonomi global dan kenaikan suku bunga kredit yang membayangi tahun 2023 menjadi tantangan besar bagi pasar properti. Namun, masa sulit pandemi covid-19 selama tiga tahun terakhir diyakini menjadi “bekal” bagi pengembang untuk terus melanjutkan strategi pasar.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida, memprediksi, properti secara umum masih akan tumbuh pada tahun depan meski mengalami perlambatan. Dalam dua bulan terakhir, pasar residensial mulai mengalami perlambatan. Di tengah tantangan itu, pengembang harus terus berinovasi.
“Kebijakan makro ekonomi (untuk menghadapi resesi) adalah urusan negara, tetapi pengembang juga harus terus melakukan breakthrough (terobosan). Kalau terjadi sesuatu, bagaimana terobosan disiapkan,” kata Paulus, saat konferensi pers Rapat Kerja Nasional REI, di Jakarta Selasa, (13/12/2022).
Totok mengungkapkan, angka kekurangan (backlog) rumah di Indonesia masih tinggi. Kebutuhan papan atau rumah tinggal (end user) masih akan menjadi penggerak pasar properti pada tahun depan. Tahun 2023, pihaknya menargetkan pertumbuhan pasar properti sekitar 10 persen.
Baca Juga: Pasar Properti Diyakini Tetap Tumbuh
Senada dengan itu, Country Manager Rumah.com, Marine Novita, mengemukakan, properti yang mulai bangkit di tahun 2022 akan kembali menghadapi tantangan pada tahun 2023. Selain ancaman resesi ekonomi global, tahun 2023 juga tidak lepas dari memanasnya suhu politik menjelang Pemilu 2024.
Akan tetapi, dari rekam jejak tahun-tahun pemilu sebelumnya, laju penyaluran kredit hunian di tahun politik dinilai relatif tetap baik. “Laju penyaluran kredit hunian di tahun 2014 dan 2019, misalnya, masih bisa tumbuh lebih baik dibanding kredit secara keseluruhan,” paparnya.
Selain tantangan, industri properti tetap memiliki peluang tahun depan. Pengembang dan penjual properti perlu menangkapnya. Peluang itu antara lain karena lebih dari 12 juta rumah tangga di Indonesia belum memiliki rumah. Dari sisi piramida penduduk, sebanyak 88 juta jiwa atau 40 persen dari total jumlah penduduk saat ini berusia 20-44 tahun. Ini adalah rentang usia yang menjadi target pasar sektor properti hunian.
Tren 2023
Marine menambahkan, peluang pasar properti di tahun depan akan ditunjang oleh perkembangan infrastruktur, berupa transportasi umum dan fasilitas umum. Dia mencontohkan 16 ruas jalan tol baru di Jawa dan Sumatera, antara lain Serpong-Cinere Seksi 2 (3,6 Km), Cinere-Jagorawi Seksi 3 (5,5 Km), Bekasi-Kampung Melayu Seksi 1A, 2A, dan 2A-Ujung (6,6 Km), Serpong-Balaraja Seksi 1A (5,2 Km), Ciawi-Sukabumi Seksi 2 (11,9 Km), Cibitung-Cilincing Seksi 4 (7,52 Km), dan Cimanggis-Cibitung Seksi 2 (3,5 Km).
Selain itu, pembangunan sarana angkutan umum massal, seperti proyek kereta ringan (LRT) Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), juga hampir selesai. Kedua sarana transportasi tersebut ditargetkan akan mulai beroperasi pada pertengahan 2023.
Pesatnya pembangunan infrastruktur akan memunculkan lokasi strategis baru yang memperbanyak pilihan konsumen. Rumah.com menganalisis sejumlah wilayah yang berpotensi tumbuh untuk sektor properti (sunrise property) di tahun 2023, yakni Kabupaten Tangerang dan Kota Depok. “Tersedianya berbagai akses dan sarana transportasi akan meningkatkan minat pencari hunian untuk mencari lokasi yang sesuai dengan memanfaatkan akses-akses transportasi baru,” kata Marine.
Meski demikian, sejalan dengan kenaikan suku bunga acuan menjadi 5,25 persen per November 2022, kenaikan suku bunga kredit tak terhindarkan. Bank penyedia fasilitas pembiayaan bakal terus melakukan penyesuaian terhadap suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA). Konsumen perlu mengantisipasi dampak resesi dan kenaikan suku bunga kredit properti di tahun depan.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, mengungkapkan, sepanjang tahun 2021, penyaluran KPR dan KPA tumbuh 10 persen secara tahunan. Hal ini terjadi karena ada insentif pajak pertambahan nilai (PPN). Akan tetapi, pada tahun 2022, pertumbuhannya sedikit melambat. Sejak September 2022, pertumbuhan penyaluran KPR atau KPA tumbuh 7 persen.
Sementara itu, penyaluran kredit real estat mengalami pertumbuhan dua kali lipat sepanjang 2022. Dia menduga, warga yang mengambil real estat ini untuk tujuan investasi, bukan untuk tempat tinggal. “Di ranah KPR, ada sebagian warga mengambil untuk membeli rumah dengan tujuan investasi,” ujar dia.
Untuk tahun 2023, Faisal mengatakan, semakin tinggi suku bunga acuan, semakin naik bunga kredit properti. Ini akan berpotensi menurunkan penyaluran kredit dan berdampak ke pertumbuhan industri properti secara keseluruhan. Apalagi, pemerintah sudah menyatakan akan melakukan normalisasi kebijakan fiskal demi mengejar defisit di bawah 3 persen.
“Ditambah lagi, jika insentif PPN dihapus pada tahun 2023, penyaluran KPR mungkin tidak akan sampai tumbuh 7 persen. Untuk kredit real estat pun akan berpotensi kurang diminati sebab ada kecenderungan orang-orang menyimpan uang di bank,” imbuh Faisal.
Baca Juga: Tantangan Pasar Properti di Tahun 2023
Strategi
Presiden Direktur Astra Property Djap Tet Fa, saat dihubungi terpisah, memandang, sektor properti secara umum diperkirakan masih akan berhadapan dengan sejumlah tantangan, terutama tantangan kenaikan suku bunga acuan. Rumah tapak relatif akan mengalami pertumbuhan lebih baik karena sebagian besar pembelinya adalah pemakai langsung. Sementara apartemen masih cenderung ‘datar’. Adapun untuk properti perkantoran diperkirakan mengalami sentimen positif tahun depan.
“Kami mengamati sudah mulai banyak perusahaan menerapkan mekanisme ‘bekerja dari kantor’ sehingga karyawan kembali bekerja di kantor. Dengan demikian, permintaan terhadap ruang kantor diperkirakan mengalami peningkatan tahun 2023. Meski demikian, suplai ruang kantor, baru akan bertambah beberapa tahun mendatang,” ujar dia.
Direktur PT Metropolitan Land Tbk (Metland) Wahyu Sulistio, meyakini, properti residensial untuk segmen menengah bawah tetap potensial. Pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi pasar, termasuk mensubsidi suku bunga kredit hingga 1 persen. Meski demikian, ketidakpastian ekonomi pada tahun depan tetap dapat memengaruhi penurunan daya beli, terutama untuk segmen menengah bawah.
Selama masa pandemi Covid-19, pasar terbesar untuk proyek-proyek hunian Metland yakni di kisaran harga Rp 1 miliar. Tahun depan, peluang terbuka untuk investasi properti pada segmen menengah atas. Properti dinilai merupakan instrumen investasi jangka panjang. Upaya meyakinkan pasar properti dinilai perlu melibatkan peran pemerintah dan perbankan.
Baca Juga: Properti Bersiap Hadapi Tekanan di 2023
Head of Consumer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Ari Indiastomo, beberapa waktu lalu, mengemukakan, di masa pandemi, KPR Bank BRI tetap mengalami pertumbuhan. Pada tahun 2022, realisasi KPR Bank BRI diperkirakan tumbuh 10,5 persen.
Bank BRI melakukan beberapa inovasi di sektor KPR berdasarkan kebutuhan konsumen. Salah satunya, KPR yang menyasar generasi milenial dengan suku bunga 2,87 persen fix satu tahun atau 4,97 persen fix 2 tahun. “Agar konsumen tertarik, Bank BRI memberikan harga khusus dan bunga khusus,” tuturnya.
Saat ini, KPR BRI didominasi rumah komersial dengan harga Rp 400 juta hingga Rp 500 juta per unit. Sementara realisasi KPR bersubsidi juga tumbuh signifikan, yakni 20.000 unit atau naik dibandingkan tahun 2021 yang hanya 11.000 unit. “Tahun 2023, kami menargetkan penyaluran KPR tumbuh 14 persen, subsidi dan nonsubsidi,” ujar Ari dalam Diskusi Perumahan yang digelar Forum Wartawan Perumahan Rakyat, pertengahan November 2022.
Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending Bank BTN, Mohammad Yut Penta, mengemukakan, di tengah tekanan ekonomi sejak pandemi berlangsung, sektor properti cenderung lenting jika dibanding dengan sektor bisnis lain. “Pertumbuhan sektor perumahan memang tidak tinggi, tetapi tetap stabil," katanya.
Di saat suku bunga naik, Bank BTN melakukan inovasi produk KPR nonsubsidi, seperti menawarkan produk KPR dengan suku bunga tetap (fix rate) mulai 2 tahun hingga 10 tahun. “Bank BTN juga melakukan kerja sama dengan pengembang properti untuk menawarkan KPR dengan suku bunga KPR 2,47 persen fix satu tahun,” terangnya.
Pasar menengah bawah diyakini masih akan bertahan di tengah tekanan ekonomi karena konsumen merupakan pembeli rumah pertama (first home buyer) yang butuh tempat tinggal. “Pada saat ekonomi turun, kelas menengah dan atas turun paling dalam. Justru kelas menengah ke bawah yang tetap stabil. Hal lain yang membuat pasar perumahan menengah ke bawah tetap stabil adalah tingkat backlog yang lebih banyak di kelas menengah bawah,” kata Yut Penta.
Sementara itu, Head of Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto, berpendapat, kebutuhan rumah masih tinggi, tetapi daya beli pasar memengah bawah akan lebih berat akibat dampak kenaikan suku bunga KPR. Sebab, sebagian besar transaksi pembelian rumah mengandalkan cicilan KPR. Di tengah ketidakpastian ekonomi, kenaikan inflasi, dan suku bunga kredit, konsumen cenderung menunda prioritas kebutuhan tempat tinggal atau menahan investasi properti.
Akan tetapi, investor yang berpandangan jangka panjang akan memanfaatkan peluang untuk mendapatkan properti dengan harga yang menguntungkan dengan potensial keuntungan tinggi jika dilepas dalam 2-3 tahun mendatang sewaktu ekonomi membaik. “Investor harus pintar memilih dan melihat prospek ke depan,” kata Ferry.
Ferry juga memprediksi, beberapa subsektor properti berpeluang tumbuh, seperti logistik, kawasan industri, pergudangan serta pusat data karena ditunjang oleh ketersediaan lahan, listrik, dan infrastruktur.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Sanny Iskandar, berpendapat, sektor pengembangan kawasan industri akan tetap tumbuh positif pada 2023. Pasar produk industri manufaktur baru sedang banyak bertumbuh, seperti makanan dan minuman, kesehatan, kendaraan listrik dan pendukungnya, serta pusat data. “Lalu, industri pengolahan sumber daya alam yang saat ini sudah dibatasi untuk diekspor secara mentah,” ujar dia.
Dengan adanya fenomena pertumbuhan industri seperti itu, Sanny meyakini, okupansi dari sisi kebutuhan kantor, gudang, dan gedung komersial di area dalam kawasan industri akan tetap tumbuh tahun 2023.