Rencana Genjot TKDN Perlu Pertimbangan Karakter Industri dan Rantai Pasok
Implementasi kebijakan tingkat komponen dalam negeri perlu mempertimbangkan karakteristik setiap sektor industri beserta rantai pasoknya. Dengan demikian, upaya menekan impor bahan baku dan antara bisa lebih efektif.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Guna menghadapi ancaman ketidakpastian makroekonomi global, pemerintah menggencarkan penerapan konten lokal atau tingkat kandungan komponen dalam negeri, di antaranya turut menyasar ke pelaku industri kecil. Meski demikian, langkah itu perlu mempertimbangkan karakteristik setiap sektor industri beserta rantai pasoknya.
Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti di Jakarta, saat dihubungi Rabu (23/11/2022) berpendapat, kebijakan mendorong tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bagus karena mampu mengurangi impor. Jika implementasinya optimal, penggunaan dollar AS untuk transaksi impor bahan baku akan berkurang.
"Jika ekspor mampu ditingkatkan di tengah ancaman resesi tahun depan, upaya pemerintah yang menggencarkan TKDN akan mendorong stabilitas nilai tukar (rupiah). Terlebih, jika pemerintah bisa mewujudkan surplus neraca perdagangan, maka devisa akan lebih banyak diperoleh dari ekspor dan cadangan devisa tidak tergerus untuk impor," ujar dia.
Meski demikian, efektif tidaknya kebijakan TKDN sebenernya tergantung dari jenis produk jadi yang dihasilkan dan rantai pasoknya. Ketersediaan bahan baku perlu ditelaah asalnya.
Dengan kata lain, lanjut Esther, langkah pemerintah menggencarkan TKDN akan efektif apabila semua bahan baku mentah atau "intermediate" (bahan antara) bisa diperoleh dari dalam negeri. Apabila bahan baku impor tidak bisa tergantikan dari bahan baku domestik, maka hal ini akan menjadi problem bagi sektor industri.
"Oleh karena itu, program TKDN tidak bisa diimplementasikan secara umum sama, tetapi harus ditinjau karakteristik rantai pasok produk dari tiap-tiap sektor industri. Tentunya, untuk perusahaan yang bisa mengimplementasikan program TKDN, pemerintah harus memberikan apresiasi berupa insentif fiskal, seperti pengurangan pajak," kata dia.
Sebab, tanpa insentif dari pemerintah, aneka program TKDN tidak akan bisa berjalan efektif. Pelaku industri akan cenderung tidak termotivasi untuk beralih dari bahan baku impor ke domestik. Menurut Esther, penerapan pengenaan kewajiban TKDN bagi industri kecil akan relatif lebih mudah. Sebab, bahan baku yang umumnya digunakan oleh sebagian besar pelaku industri kecil berasal dari dalam negeri. Lain cerita di kalangan industri menengah dan besar.
Nilai TKDN rata-rata ditargetkan mencapai 43,3 persen pada tahun 2020 dan naik menjadi 50 persen pada tahun 2024, seperti tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Pada tahun 2020, jumlah produk yang memiliki sertifikat TKDN sebesar 25 persen dan ditargetkan 6.000 produk. Lalu, jumlahnya diharapkan meningkat menjadi 8.400 produk pada tahun 2024.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang, saat menghadiri Indonesia Development Forum (IDF) 2022, Selasa (22/11/2022), di Badung, Bali, mengatakan, pihaknya serius menguatkan TKDN. Hal ini dianggap relevan dengan ancaman pelemahan industri secara global. "Memang, (kita) mau tidak mau harus menggenjot penggunaan produk dalam negeri," ujar dia.
Agus juga menyampaikan pentingnya implementasi TKDN di lingkup industri kecil. Namun, besaran porsi perhitungan TKDN untuk mereka ikuti masih dimatangkan dan akan dibahas bersama Presiden Joko Widodo.
Meski demikian, dia memastikan, pemerintah akan memfasilitasi industri kecil selama proses sertifikasi TKDN. Mereka tidak akan dipungut biaya. "Kami menargetkan ada 1 hingga 1,5 juta produk (industri kecil) bisa masuk ke e-katalog. Kami ingin membantu produk lokal," ujar Agus.