Perluasan Kesempatan Kerja Berbasis Kawasan Diharapkan Tekan Pengangguran
Perluasan kesempatan kerja berbasis kawasan menyasar, antara lain, kawasan/daerah terluar, terdepan, tertinggal (3T), kantong pekerja migran, serta daerah dengan tingkat pengangguran tinggi dan kemiskinan ekstrem.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk memulihkan pasar tenaga kerja yang babak belur akibat pandemi covid-19, pemerintah berinisiasi memperluas kesempatan kerja berbasis kawasan. Upaya ini menyasar, antara lain, kawasan/daerah terluar, terdepan, tertinggal (3T), kantong pekerja migran, serta daerah dengan tingkat pengangguran tinggi dan kemiskinan ekstrem.
”Pandemi Covid-19 yang terjadi secara merata di seluruh dunia memiliki dampak besar ke ketenagakerjaan. Seiring melemahnya pertumbuhan ekonomi karena terjadinya pembatasan sosial dan ancaman ketidakpastian makroekonomi, banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat penutupan usaha yang tidak berhasil bertahan. PHK ini menyumbang angka pengangguran,” ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah saat membuka Rembug Nasional Kegiatan Perluasan Kesempatan Kerja Berbasis Kawasan Tahun 2022, Jumat (11/11/2022), di Jakarta.
Dia menyebut Indonesia masih memiliki bonus demografi. Ini menciptakan pertumbuhan jumlah angkatan kerja 2–3 juta orang setiap tahun. Namun, pada saat bersamaan harus berhadapan dengan tantangan pengangguran, terutama pengangguran yang berasal dari angkatan kerja berlatar belakang pendidikan tinggi.
Sejak tahun 2021, Ida menerangkan, pihaknya mengembangkan program perluasan kesempatan kerja berbasis kawasan. Program ini bekerja sama dengan IPB University. Kriteria kawasan yang dia maksud adalah destinasi superprioritas, daerah 3T, tingkat pengangguran tinggi dan kemiskinan ekstrem, perkotaan, kawasan berbasis potensi unggulan daerah, kawasan berbasis afirmasi, kantong pekerja migran Indonesia, serta rawan bencana.
Pada tahun 2021, program berjalan di kawasan Perhutanan Sosial Teluk Jambe (Kabupaten Karawang), kawasan Agrowisata Lido (Kabupaten Sukabumi), kawasan Agroforestry Dataran Tinggi Dieng (Kabupaten Batang dan Banjarnegara), kawasan Agromaritim Teluk Weda (Kabupaten Halmahera Tengah), dan kawasan Agroeduwisata Lembah Mbencirang (Kabupaten Mojokerto).
Untuk tahun 2022, program berjalan di 15 kawasan. Sebagai contoh, kawasan perkebunan kopi Gayo Kabupaten Bener Meriah, pengembangan pertanian terintegrasi Baung Bango Kabupaten Katingan, dan Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan.
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan BPS pada Agustus 2022, dari 135,30 juta orang penduduk bekerja, sebanyak 92,63 juta orang (68,46 persen) merupakan pekerja penuh. Pekerja penuh, menurut definisi BPS, adalah pekerja yang bekerja lebih dari 35 jam per minggu.
Persentase pekerja penuh terhadap total penduduk bekerja pada Agustus 2022 mengalami kenaikan dibandingkan Agustus 2021 yang sebesar 64,30 persen dan Agustus 2020 sebesar 63,85 persen. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan hasil Sakernas Agustus 2019, maka persentase pekerja penuh Agustus 2022 masih lebih rendah. Sebab, persentase penduduk bekerja Agustus 2019 mencapai 71,04 persen.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Agustus 2022 sebesar 5,86 persen. Ini turun dibandingkan TPT Agustus 2021 yang sebesar 6,49 persen. Namun, masih ada 4,15 juta orang (1,98 persen) penduduk usia kerja yang terdampak. Mereka terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (0,24 juta orang), bukan angkatan kerja (BAK) karena Covid-19 (0,32 juta orang), sementara tidak bekerja karena Covid-19 (0,11 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 (3,48 juta orang).
Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Caswiyono Rusydie Cakrawangsa menambahkan, pada setiap kawasan akan diadakan pelatihan kerja dan pembinaan kewirausahaan selama tiga tahun. Harapannya, selama kurun waktu itu telah tercipta perluasan kerja.
”Meski serapan tenaga kerja mungkin relatif kecil, menghidupkan dan memperkuat wirausaha UMKM di kawasan bisa membantu membuka lapangan kerja. Mengapa pendekatan program perluasan kerja yang kami pakai adalah berbasis kawasan? Karena kami ingin fokus membangun hulu hilir kebutuhan para wirausaha UMKM, termasuk dengan pembeli produk mereka,” ujarnya.
Rektor IPB University Arif Satria mengatakan, tipologi kawasan satu dengan lainnya berbeda. Karakteristik sosial, ekonomi, dan budayanya pun berbeda. Maka, pelatihan kerja ataupun pendampingan kewirausahaan yang diberikan mengikuti keragaman kondisi itu.
Asisten Wakil Kepala Badan Pengkajian Investasi dan Dana Sosial IPB University Bidang Pengelolaan Investasi dan Pemanfaatan Aset Komersial Noening Koesoemawardani menjelaskan, kawasan perdesaan, seperti di 3T, relatif kurang memiliki akses pendidikan memadai. Ini menyulitkan sumber daya manusia desa mengakses pekerjaan. Urbanisasi sering kali bukan pilihan terbaik sehingga menciptakan pekerjaan di daerah bisa menjadi opsi lebih baik.
”Program perluasan kesempatan kerja ini tidak melulu memberikan pelatihan keterampilan kerja, tetapi juga kewirausahaan yang diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja. Potensi sumber daya alam di kawasan/daerah yang jadi obyek program amat jadi pertimbangan dalam penciptaan materi pendampingan,” ujarnya.
Dia mencontohkan kawasan perkebunan kopi Gayo di Kabupaten Bener Meriah. Pendampingan mulai dari pelatihan produksi, distribusi kopi, hingga memiliki kedai minuman kopi sendiri.
Apabila kawasan/daerah yang jadi obyek ternyata tidak jauh dari area industri, seperti smelter nikel di kawasan Morowali Utara, maka bentuk materi pendampingan perluasan kesempatan kerja bisa berupa pelatihan keterampilan kerja. Opsi lainnya adalah pendampingan agar angkatan kerja di sekitar kawasan mampu memasok dan mengolah sumber daya alam untuk kebutuhan industri smelter nikel.
”Program tidak memaksakan angkatan kerja di suatu kawasan/daerah masuk ke industri/perusahaan, karena memang harus dilihat juga seberapa besar gap keterampilan. Tujuan program adalah memperluas kesempatan kerja yang pada akhirnya mengurangi pengangguran,” tuturnya.