Pemenuhan kebutuhan rumah rakyat masih menghadapi sejumlah tantangan. Skema subsidi perumahan didorong agar juga menyentuh lapisan masyarakat berpenghasilan tanggung.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program pembangunan satu juta rumah dinilai belum cukup untuk mengatasi laju kekurangan rumah di Indonesia. Pemerintah mengkaji skema sewa rumah ataupun sewa-beli untuk mencapai target kepenghunian rumah 100 persen pada 2045.
Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Fitrah Nur mengungkapkan, pemerintah menargetkan penyediaan 1,1 juta-1,2 juta rumah per tahun lewat Program Sejuta Rumah untuk mengatasi kekurangan kebutuhan kepemilikan rumah. Per 31 Oktober 2022, capaian Program Sejuta Rumah sebanyak 979.592 unit.
Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, kekurangan kebutuhan berdasarkan kepemilikan rumah masih 11,39 juta unit. Sementara itu, kebutuhan rumah baru tumbuh 800.000 unit per tahun sejalan dengan pertumbuhan keluarga-keluarga baru. Kemampuan dana APBN hanya mampu untuk membiayai 30 persen dari penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Minimnya keterjangkauan rumah membuat generasi muda cenderung menunda untuk membeli rumah.
”Penyediaan 1,1 juta-1,2 juta rumah tidak cukup untuk mengatasi backlog rumah,” kata Fitrah dalam diskusi ”Rumahku Masa Depan Bangsaku” pada peringatan hari ulang tahun ke-24 Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), di Jakarta, Kamis (10/11/2022).
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan pada 2024 jumlah rumah tangga yang menghuni rumah layak meningkat dari 56,75 persen menjadi 70 persen dari total 11 juta rumah tangga berpenghasilan rendah.
Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending PT Bank Tabungan Negara Tbk (Persero) Mochamad Yut Penta mengemukakan, masyarakat yang belum memiliki rumah saat ini didominasi sektor informal. Kredit pemilikan rumah bersubsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) hanya dinikmati 9 persen oleh masyarakat di sektor informal.
Bantuan pembiayaan perumahan bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terdiri dari FLPP dan subsidi bantuan uang muka (SBUM), subsidi selisih bunga (SSB), bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT), serta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Pada 2023, pemerintah mengalokasikan pembiayaan perumahan bersubsidi sebesar Rp 30 triliun dengan target 230.000 unit. Anggaran itu meningkat dibandingkan dengan alokasi pembiayaan perumahan bersubsidi tahun 2022 sebesar Rp 29 triliun dengan target 226.000 unit. Kendati anggaran subsidi perumahan terus meningkat, alokasi SSB terus menurun.
FLPP belum optimal
Yut Penta menilai, alokasi kredit perumahan bersubsidi sebagian besar untuk skema FLPP. Sementara itu, FLPP tidak diserap optimal untuk masyarakat berpenghasilan bulanan Rp 3 juta-Rp 4 juta. Kebanyakan penerima bantuan FLPP merupakan masyarakat berpenghasilan bulanan Rp 4 juta-Rp 6 juta.
Sementara itu, penyerapan FLPP oleh masyarakat berpenghasilan Rp 6 juta-Rp 8 juta per bulan juga cenderung rendah. Masyarakat berpenghasilan tanggung ini termasuk kategori penerima subsidi, tetapi lebih mencari rumah nonsubsidi. Kelompok masyarakat ini dinilai akan lebih optimal jika memperoleh skema pembiayaan SSB dengan akses kepemilikan rumah nonsubsidi.
”Masyarakat berpenghasilan tanggung cenderung lebih memilih rumah nonsubsidi. Namun, penghasilannya tidak mampu untuk mencicil KPR dengan bunga nonsubsidi,” kata Yut Penta.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Apersi Junaidi Abdillah mengemukakan, MBR dengan kategori penghasilan bulanan Rp 6 juta-Rp 8 juta memiliki daya angsur dan penghasilan yang lebih kuat sehingga perlu skema yang berbeda dibandingkan MBR dengan kategori penghasilan Rp 3 juta-Rp 4 juta. ”Masyarakat berpenghasilan tanggung ini belum terakomodasi dalam skema pembiayaan perumahan,” katanya.
Di sisi lain, pihaknya berharap pemerintah segera melakukan penyesuaian harga rumah bersubsidi berdasarkan kenaikan inflasi. Harga rumah bersubsidi naik dalam 3 tahun terakhir, sedangkan harga bahan bangunan dan material pembangunan terus meningkat. Tahun 2023 merupakan tahun politik dengan kondisi ekonomi yang menantang, tetapi kebutuhan dasar papan terus ada.
Pada 2023, Apersi menargetkan pasokan rumah bersubsidi sebanyak 100.000 unit. Pada 2022, realisasi pasokan rumah bersubsidi oleh Apersi sekitar 70.000 unit. ”Target tersebut bisa terlaksana jika tidak banyak aturan yang menyusahkan pengembang,” katanya.
Editor:
MUHAMMAD FAJAR MARTA
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.