Harga Kedelai Masih Tinggi, Produsen Tahu Tempe Perkecil Ukuran
Naiknya harga kedelai impor membuat perajin memperkecil ukuran tempe dan tahu. Mereka mendesak pemerintah menstabilkan harga kedelai.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Para produsen tempe dan tahu mengeluhkan harga kedelai impor yang terus naik. Ketimbang menaikkan harga, mereka memilih memperkecil ukuran tempe dan tahu. Mereka juga mendesak pemerintah untuk menstabilkan harga kedelai.
Merujuk data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga kedelai impor naik 4,23 persen dalam tiga bulan terakhir, yakni dari Rp 14.200 per kilogram (kg) pada awal September 2022 menjadi Rp 14.800 per kg pada 7 November 2022.
Dasuki (63), pembuat tempe skala rumahan di Johar Baru, Jakarta Pusat, mengatakan, ia tidak mau menaikkan harga tempe agar tidak kehilangan pelanggan. Harga tempe yang ia jual berkisar Rp 5.000-Rp 10.000 per potong.
"Pembeli kan tahunya cuma harga tempe, bukan kedelai. Ketimbang pembeli semakin berkurang, jadi (ukuran) tempenya dikecilin," kata Dasuki, Rabu (9/11/2022).
Akibat jumlah pembeli berkurang, Dasuki mengurangi stok kedelai yang ia olah. Dalam sehari, ia hanya memproduksi 30 kg kedelai. Saat harga kedelai masih berada di angka Rp 13.000 per kg, ia dapat memproduksi 50 kg kedelai per hari. "Harapannya pemerintah bisa menurunkan harga kedelai. Kalau pun memang tidak bisa, dibuat stabil," ujarnya.
Dampak kenaikan harga kedelai juga dialami Jaka (35), produsen tempe lain di Johar Baru. Omzetnya berkurang sekitar Rp 100.000-Rp 200.000 per hari sejak harga kedelai menyentuh angka Rp 14.000 per kg. Dalam sehari, omzet yang ia peroleh sekitar Rp 1,8 juta. Sementara itu, biaya produksi mencapai Rp 1,4 juta lebih.
Selain itu, jumlah kedelai yang ia produksi berkurang dari yang biasanya 1 kuintal menjadi 80-90 kg per hari. Kendati begitu, Jaka enggan menaikkan harga atau memperkecil ukuran tempe. Ia memilih mengurangi laba agar tidak kehilangan pelanggan. Harga tempe yang ia jual berkisar Rp 10.000-Rp 13.000 per potong.
"Harga tempe, umpama saya naikkan jadi Rp 20.000, masa harga tempe sama harga daging ayam hampir sama? Meskipun tidak dibantu (pemerintah), kami minta harga (kedelai) diturunin saja," kata Jaka.
Berbeda dengan Dasuki dan Jaka, Bambang Sutomo (40), pembuat tahu di sentra pembuatan tahu di kawasan Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, memilih menaikkan harga dan memperkecil ukuran tahu. Dari yang semula Rp 4.000 mendapat 13 potong tahu, kini jadi Rp 5.000 yang hanya mendapat 10 potong tahu.
Keputusan itu diambil Bambang sejak tiga bulan lalu lantaran ia tidak mengurangi jumlah produksi kedelai. Dalam sehari, ia memproduksi 1 kuintal kedelai. Bambang tidak mau banyak berharap harga kedelai bisa turun, tetapi ia meminta pemerintah mengoptimalkan sumber daya di Tanah Air.
"Harga kedelai saya rasa tidak akan bisa turun, tapi harapannya pemerintah memberikan perhatian terhadap kedelai lokal agar tidak selalu impor," kata Bambang.
Harga tempe dan tahu terus bergejolak sejak Maret 2022. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), harga tahu dan tempe pada Januari 2022 masing-masing Rp 10.399 per kg dan Rp 10.640 per kg. Pada Oktober 2022, harga tahu dan tempe masing-masing sudah mencapai Rp 11.438 per kg dan Rp 12.667 per kg.
Hal itu terjadi karena harga kedelai global terus meningkat dari 606 dollar AS per ton pada Januari 2022 menjadi 664 dollar AS per ton pada September 2022 (Kompas.id, 3/11/2022).
Subsidi
Saat dihubungi secara terpisah, pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori, mengatakan, tidak ada cara untuk menekan harga kedelai impor. Ini karena, harga kedelai di pasar dunia naik dan nilai tukar rupiah melemah. Apalagi, biaya angkutan meningkat karena harga bahan bakar minyak (BBM) juga naik.
"Kalau menekan harga di perajin tahu atau tempe, salah satunya ya subsidi seperti yang berjalan saat ini. Permintaan perajin tahu atau tempe minta subsidi Rp 3.000 per kg, kalau pemerintah ada dana, monggo (silakan) saja," ucap Khudori.
Terkait kenaikan harga tahu dan tempe, pemerintah melanjutkan program bantuan selisih harga pembelian bahan baku kedelai impor bagi perajin tahu dan tempe, sebesar Rp 1.000 per kg sampai 31 Desember 2022.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin berpandangan, subsidi Rp 1.000 per kg tersebut tidak cukup membantu. "Subsidi ini hanya temporer sifatnya, tapi kedelai lokal adalah program terbaik. Seperti tahun 1982-1983 kita pernah swasembada kedelai dengan produksi per tahun 2 juta ton dan hal itu berjalan kurang lebih tiga tahun," kata Aip.
Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi pada Senin (7/11/2022) mengatakan, kebutuhan kedelai nasional sampai akhir tahun 2022 mencapai 2,5-3 juta ton. NFA mencatat, realisasi impor kedelai pada periode September-November 2022 telah mencapai 657.663 ton.
Hingga kini, Indonesia masih bergantung pada kedelai impor lantaran belum dapat meningkatkan produksi kedelai lokal. Produksi kedelai itu pada 2022 diperkirakan hanya 200.315 ton (Kompas.id, 24/3/2022).
Impor
Perum Bulog bakal mengimpor kedelai sebanyak 300.000 ton secara bertahap. Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Bulog Tomi Wijaya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (8/11/2022) mengatakan, kedelai tersebut diimpor dari Afrika dengan kualitas Amerika Serikat. Saat ini, kontrak dengan pihak pemasok telah dilakukan, sedangkan administrasi pengiriman sedang berproses.
"Kemungkinan tahap pertama dulu, (sebanyak) 50.000. Ini kan prosesnya masih berjalan. Kalau hitungan (lama pengiriman) 30-35 hari, harusnya Desember sudah masuk," kata Tomi.
Mahalnya harga kedelai saat ini karena dibeli dan dikirim pada Juli-Agustus 2022 atau saat harganya di pasar internasional memang sedang tinggi. Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan pada Senin lalu mengatakan, untuk menekan harga kedelai impor, pemerintah bakal memberikan subsidi.
Bulog mengimpor kedelai sebesar Rp 11.000-Rp 12.000 per kg dan harga yang dijual di tingkat perajin tempe dan sebesar Rp 10.000 per kg. Terkait hal ini, Tomi mengatakan, "Kalau melihat kurs yang sekarang, Rp 10.000-Rp 11.000 (per kg) itu insya Allah bisa kita penuhi," ujar Tomi.