Indeks Kepercayaan Industri Bisa Jadi Senjata Hadapi Ancaman Ekonomi
Indeks kepercayaan industri dinilai bisa menjadi ”senjata” bagi industri dalam menghadapi tekanan ekonomi. Dengan data yang akurat, kebijakan insentif dan stimulus diharapkan lebih tepat mengatasi hambatan industri.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kehadiran indeks kepercayaan industri atau IKI dinilai bakal membantu pemerintah dalam menyusun kebijakan insentif dan stimulus, khususnya bagi sektor-sektor manufaktur yang menunjukkan sinyal kontraksi. Oleh krena itu, IKI dapat menjadi senjata bagi perindustrian dalam menghadapi tekanan perekonomian global.
Staf Khusus Menteri Perindustrian Bidang Hukum dan Pengawasan Febri Hendri Antoni mengatakan, IKI mencerminkan kondisi kinerja manufaktur, salah satunya ketika menghadapi ancaman pelemahan ekonomi global seperti saat ini. ”Dengan demikian, pemerintah bisa membuat kebijakan insentif atau stimulus yang lebih tepat. Indeks ini bisa membuat pemerintah melihat sektor mana yang mengalami peningkatan, penurunan, atau biasa saja,” katanya saat ditemui setelah bimbingan teknis pengisian IKI di Bandung, Jawa Barat, Selasa (8/11/2022).
Febri menuturkan, IKI berbasis persepsi dan dihimpun sebulan sekali ke pelaku industri. Data yang dihimpun mencakup kelompok Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dua digit yang berjumlah 23 subsektor manufaktur. Karena menyasar industri secara spesifik serta setiap subsektor membutuhkan pendekatan dan kebijakan yang berbeda, pemerintah dapat menyusun strategi yang tepat berdasarkan IKI. IKI juga melengkapi indeks yang diterbitkan S&P dan Bank Indonesia (BI).
Dalam meninjau kinerja industri, ada tiga parameter penyusun IKI, yakni volume pesanan baru, produksi, serta stok produk jadi. Pelaku industri akan mengisi kuisioner berupa pertanyaan apakah ketiga parameter tersebut meningkat, sama, atau menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Pertanyaan itu diajukan secara terpisah per indikator.
Menyambung pertanyaan tersebut, pelaku industri ditanyakan alasan kenaikan atau penurunan ketiga parameter itu. Misalnya, karena adanya pesanan domestik, pesanan luar negeri, pengadaan barang/jasa pemerintah, nilai tukar, harga patokan ekspor, biaya pengiriman, dan kebijakan perdagangan negara mitra.
Ketiga parameter pembentuk IKI itu berbeda dengan indeks yang dibentuk oleh BI dan S&P. Secara umum, kedua lembaga itu menghimpun data volume pesanan barang input, volume produksi (output), volume persediaan, ketenagakerjaan, dan waktu pengantaran suplai.
Direktur Pusat Studi Internasional untuk Ekonomi dan Keuangan Terapan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (InterCAFE LPPM) IPB University Dedi Budiman Hakim mengatakan, ketiadaan parameter ketenagakerjaan tak akan menimbulkan masalah. ”Ketenagakerjaan berhubungan erat dengan data volume produksi. Keduanya saling berkaitan,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Dari segi skala manufaktur, peneliti InterCAFE LPPM IPB University, Bagus Sartono, menyebutkan, tiap-tiap industri kecil, menengah, dan besar akan dibobotkan dalam perumusan IKI. Dengan demikian, IKI tidak mengabaikan situasi yang dialami industri kecil dan menengah.
Secara keseluruhan, lanjut Bagus, batas galat perhitungan IKI sebesar lebih kurang 2,5 persen. ”Artinya, perbedaan IKI dengan situasi riil tidak lebih dari 2,5 persen. Adapun jumlah sampel yang ditentukan mewakili sekitar 70 persen industri nasional,” ujarnya.
Pendekatan persuasif
Febri mengatakan, tidak ada sanksi bagi pelaku industri yang tidak melaporkan. ”Pendekatan kami bersifat persuasif. Kami mengingatkan kalau informasi yang diberikan pelaku industri menjadi dasar bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan. Kalau tidak (melaporkan), kami akan kekurangan informasi untuk membuat kebijakan yang efektif dan efisien terhadap industri,” tuturnya.
Secara teknis, jumlah sampel untuk mengolah IKI mencapai 2.117 pemain industri yang disaring dari 36.039 pelaku industri yang terdaftar di Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). Dedi berharap jumlah sampel itu terpenuhi agar kualitas pengolahan statistiknya terjamin.
Adapun nilai IKI di atas 50 menandakan industri sedang berekspansi, sedangkan nilai di bawah 50 berarti tengah terkontraksi. Adapun nilai IKI sebesar 50 mengindikasikan industri sedang stagnan.