Tak Sanggup Penuhi Modal Inti Rp 3 Triliun, Bank Mini Didorong Merger
Perbankan yang tidak bisa menyanggupi pemenuhan modal inti minimum Rp 3 triliun pada akhir 2022 bisa menempuh opsi merger dengan bank lain.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kurang dari dua bulan lagi bagi bank-bank mini harus memenuhi modal inti minimal Rp 3 triliun sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Jika sampai tenggat bank-bank itu tidak memenuhi persyaratan modal inti minimal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan bisa meminta bank-bank mini untuk merger. Konsolidasi perbankan perlu terus didorong untuk menciptakan struktur industri perbankan yang lebih sehat dan peningkatan kapasitas perbankan agar lebih kuat.
Dalam jumpa pers hasil Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara virtual, Kamis (3/11/2022), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, kendati belum bisa membeberkan jumlah pastinya, sampai saat ini masih banyak bank yang modal intinya masih di bawah Rp 3 triliun. Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum mewajibkan bank memenuhi modal inti minimal Rp 3 triliun sebelum akhir 2022.
Berdasarkan data terakhir yang pernah disampaikan Dian sebelumnya, sampai dengan Juli 2022, terdapat 37 bank yang modal intinya masih di bawah Rp 3 triliun. Adapun rinciannya adalah 24 bank umum dan 13 bank pembangunan daerah (BPD). Jumlah tersebut setara dengan 34,5 persen atau lebih dari sepertiga dari total bank yang ada di Indonesia, yakni 107 bank.
Dian menjelaskan, tim pengawas perbankan terus melakukan komunikasi intensif dengan para pemilik bank untuk bisa segera memenuhi persyaratan minimal permodalan tersebut.
Ia menegaskan, jika sampai lewat tenggat masih ada bank yang modal intinya di bawah Rp 3 triliun, OJK bisa mendorong bank-bank tersebut untuk merger. Dengan merger dua atau lebih bank mini, persyaratan modal inti minimal Rp 3 triliun bisa tercapai.
Untuk mendorong merger itu, OJK sudah mengeluarkan POJK Nomor 18 Tahun 2022 tentang Perintah Tertulis yang berlaku efektif pada 17 Oktober 2022. POJK itu merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.
Melalui aturan ini, regulator keuangan ini bisa memerintahkan secara tertulis kepada lembaga jasa keuangan atau pihak tertentu untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan kegiatan tertentu guna memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Ini juga untuk mencegah dan mengurangi kerugian konsumen, masyarakat, dan sektor jasa keuangan. Sanksi pelanggaran perintah tertulis dari OJK ini adalah sanksi pidana sesuai UU OJK.
”Betul bahwa dikeluarkannya POJK itu salah satu tujuannya adalah mendorong bank-bank melakukan merger untuk memenuhi permodalan inti,” ujar Dian.
Dian menjelaskan, merger adalah salah satu dari tiga opsi yang ditawarkan OJK kepada pihak bank yang tidak bisa memenuhi persyaratan modal inti minimal tersebut. Opsi kedua adalah menurunkan status bank tersebut menjadi bank perkreditan rakyat (BPR).
Adapun opsi ketiga adalah meminta likuidasi bank tersebut secara sukarela. ”Ini pilihan terburuk jika memang sudah tidak ada opsi lain,” ujar Dian.
Perlu dipaksa
Co-founder dan Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdulah mendukung upaya OJK mendorong konsolidasi perbankan, seperti dengan mengeluarkan POJK tentang Peraturan Tertulis tersebut. Sebab, selama ini berbagai upaya tidak pernah benar-benar secara signifikan mengurangi jumlah bank dan berhasil mendorong konsolidasi bank.
Sudah lebih dari 10 tahun terakhir jumlah perbankan di Indonesia terlampau banyak, yakni lebih dari 100 entitas. Jumlah ini sangat tidak ideal karena terdapat ketimpangan skala bisnis dan kapasitas permodalan antara bank besar dan kecil. Perbankan yang masuk kategori bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 memiliki aset dan dana kelolaan hingga ribuan triliun rupiah, sementara bank kategori BUKU 1 sebelum adanya POJK No 12/2022 ini hanya memiliki modal inti di bawah Rp 1 triliun dengan dana kelolaan di kisaran miliaran rupiah saja.
Aturan penambahan modal inti bagi perbankan ini sejatinya punya semangat untuk mengonsolidasi industri perbankan agar semakin kuat.
Selain mendorong struktur industri perbankan yang lebih sehat, Piter menjelaskan, penambahan modal inti perbankan ini juga dimaksudkan mempertebal kapasitas bisnis perbankan. Dengan modal inti yang semakin besar, bisa mengurangi risiko dan bisa meningkatkan perlindungan dana nasabah.
Ia menegaskan, saat ini sudah tidak ada alasan lagi perbankan mini untuk tidak memenuhi permodalan intinya. Sebab, permintaan pemenuhan modal inti sudah diterapkan secara bertahap pada 2020 sebesar Rp 1 triliun, pada 2021 menjadi Rp 2 triliun, dan pada 2022 menjadi Rp 3 triliun.
”Dorongan konsolidasi dan pemenuhan modal inti sudah diberikan waktu yang cukup panjang. Jadi, semestinya sudah bisa direncanakan dan dipenuhi,” ujar Piter, Jumat (4/11/2022).