Triwulan III-2022, Kinerja Industri Jasa Keuangan Tetap Positif
Otoritas Jasa Keuangan menilai industri jasa keuangan sampai dengan triwulan ketiga tahun ini dalam kondisi baik dan mencatatkan sejumlah pertumbuhan. Kinerja positif ini sejalan dengan kinerja perekonomian domestik.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan menilai industri jasa keuangan sampai dengan triwulan ketiga tahun ini dalam kondisi baik dan mencatat sejumlah pertumbuhan. Kinerja positif ini sejalan dengan kinerja perekonomian domestik.
Hal tersebut menjadi benang merah dalam jumpa pers bulanan hasil rapat Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara virtual, Kamis (3/11/2022). Hadir dalam acara itu tujuh anggota DK OJK, yakni Ketua DK OJK Mahendra Siregar, Wakil Ketua DK OJK Mirza Adityaswara, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Inarno Djajadi, anggota DK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi, dan Ketua Dewan Audit OJK Sophia Isabella Watimena.
Mahendra menilai, stabilitas jasa keuangan terjaga dan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan konsisten tumbuh seiring dengan kinerja perekonomian domestik. Kinerja positif ini, lanjut Mahendra, dicapai di tengah tingginya ketidakpastian global sejalan dengan tekanan di pasar keuangan akibat pengetatan kebijakan moneter global, berlanjutnya konflik geopolitik yang berkepanjangan, dan penurunan pertumbuhan ekonomi global.
”Performa positif jasa keuangan turut berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional,” ujar Mahendra, Kamis (3/11/2022).
Kinerja per sektor
Dian Ediana memaparkan, penyaluran kredit bank sampai dengan September 2022 bertumbuh 11 persen secara tahunan menjadi Rp 6.274 triliun. Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) bertumbuh 6,77 persen secara tahunan menjadi Rp 7.647 triliun.
Likuiditas industri perbankan pada September 2022 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga. Rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 121,62 persen dan 27,35 persen. Posisi ini jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Risiko kredit melanjutkan penurunan dengan rasio kredit macet (nonperforming loan/NPL) neto perbankan sebesar 0,77 persen dan NPL bruto 2,78 persen. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) industri perbankan pada September 2022 tercatat meningkat menjadi 25,12 persen dari posisi Agustus 2022 yang sebesar 25,07 persen.
Kinerja positif juga dicatat industri pasar modal. Inarno menjelaskan, di tengah pengetatan likuditas global, sejak awal tahun ini hingga hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat sebesar 7,09 persen dengan dana asing atau nonresident membukukan beli bersih atau net buy sebesar Rp 77,22 triliun.
Sementara itu, kinerja industri reksa dana mengalami penurunan. Sejak awal tahun hingga hari ini, nilai aktiva bersih (NAB) turun sebesar 9,31 persen dan masih tercatat net redemption sebesar Rp 61,66 triliun. Namun, minat masyarakat untuk melakukan pembelian reksa dana masih tinggi, ditandai dengan nilai subscription sebesar Rp 777,86 triliun.
Minat untuk penghimpunan dana di pasar modal masih terjaga tinggi, yaitu sebesar Rp 190,9 triliun, dengan emiten baru tercatat sebanyak 48 emiten. Menurut rencana, masih terdapat 99 rencana penawaran umum senilai Rp 83,32 triliun dengan rencana penawaran umum oleh emiten baru sebanyak 61 perusahaan.
Berbagai sektor industri keuangan yang berada dalam ruang lingkup industri keuangan nonbank (IKNB) juga mencatat pertumbuhan. Adapun sektor industri keuangan itu antara lain asuransi umum, asuransi jiwa, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, dan teknologi finansial (tekfin) pinjaman antarpihak (peer to peer lending/P2P lending).
Penghimpunan premi industri asuransi umum pada September 2022 bertumbuh 18,3 persen secara tahunan, tetapi penghimpunan premi asuransi jiwa menurun 6,98 persen secara tahunan. Rasio permodalan (risk-based capital/RBC) industri asuransi umum berada pada level 312,79 persen dan industri asuransi jiwa pada level 467,25 persen. Ini jauh di atas ambang batas minimal, yakni 120 persen.
Dari industri perusahaan pembiayaan, nilai piutang pembiayaan yang masih berjalan atau outstanding pada September 2022 bertumbuh 10,68 persen secara tahunan menjadi Rp 397,42 triliun. Profil risiko industri ini juga terjaga dengan indikator rasio kredit macet (nonperforming financing/NPF) berada pada level 2,58 persen, membaik dibandingkan Agustus 2022 yang sebesar 2,60 persen.
Sementara sektor dana pensiun tercatat mengalami pertumbuhan aset sebesar 5,01 persen secara tahunan dengan nilai aset mencapai Rp 335,28 triliun.
Kinerja tekfin P2P lending pada September 2022 masih mencatatkan pertumbuhan dengan outstanding pembiayaan tumbuh sebesar 77,33 persen secara tahunan menjadi Rp 48,74 triliun.
Sementara itu, dari bidang edukasi dan perlindungan konsumen, Friderica menjelaskan, upaya edukasi terus-menerus untuk memperluas inklusi dan literasi keuangan membuahkan hasil. Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, literasi keuangan berada pada level 49,68, bertumbuh dari survei 2019 yang berada pada level 38,03 persen. Adapun indeks inklusi keuangan juga naik menjadi 85,10 persen setelah pada survei sebelumnya berada pada level 76,19 persen.
Sementara itu, hingga 28 Oktober 2022, OJK telah menerima 261.204 layanan melalui berbagai kanal, termasuk 11.802 pengaduan. Jenis pengaduan masih didominasi oleh restrukturisasi kredit/pembiayaan, perilaku petugas penagihan, dan layanan informasi keuangan.
Dalam kaitan ini, OJK telah menindaklanjuti setiap pengaduan tersebut dengan memanggil pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) terkait untuk memperoleh klarifikasi dan penyelesaian. Sampai dengan 28 Oktober 2022, tingkat penyelesaian pengaduan adalah 88 persen.
Kebijakan ke depan
Mahendra mengatakan, mengantisipasi proyeksi perlambatan ekonomi global yang bisa merambat ke sektor jasa keuangan, pihaknya akan melakukan antisipasi dan proaktif menimimalkan risiko yang mengganggu kestabilan sistem keuangan.
”Kami akan terus berupaya mempertahankan momentum pemulihan ekonomi pascapandemi,” ujar Mahendra.
Ditambahkan oleh Mirza, meskipun stabilitas sektor jasa keuangan saat ini terjaga, meningkatnya risiko pemburukan ekonomi global perlu diwaspadai dampaknya. Pengetatan kebijakan moneter global yang agresif, tekanan inflasi, serta fenomena ”strong dollar” berpotensi menaikkan beban bunga atau cost of fund dan memengaruhi ketersediaan likuiditas yang pada gilirannya akan memengaruhi pertumbuhan konsumsi dan investasi nasional.
Pergerakan suku bunga dan pelemahan nilai tukar berpotensi meningkatkan risiko pasar yang berpengaruh pada portofolio lembaga jasa keuangan. Selain itu, risiko kredit juga berpotensi meningkat seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi.