Nuansa Politik Seleksi Dewan Komisioner OJK Dikhawatirkan
Independensi OJK dan LPS perlu dijaga agar kebijakan yang dibuat betul-betul berdampak optimal pada perekonomian dan dapat menjaga stabilitas sistem keuangan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panitia seleksi calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan diusulkan beralih ke Dewan Perwakilan Rakyat pada Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau RUU P2SK.
Sebelumnya, panitia seleksi (pansel) calon anggota Dewan Komisioner (DK) OJK diketuai oleh menteri keuangan dan beranggotakan perwakilan dari Bank Indonesia, akademisi, dan industri. Adapun pemilihan calon DK LPS sebelumnya diusulkan oleh menteri keuangan untuk diangkat presiden, tanpa melalui mekanisme pansel.
RUU P2SK membuat perubahan pada Pasal 11 ayat 1 dan 2 dari Undang-Undang No 21/2011 tentang OJK yang mengatur mekanisme pemilihan DK OJK. Semula, Pasal 11 ayat 1 pada ketentuan tersebut menyebutkan, ”Anggota DK dipilih DPR berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh presiden”. Ayat ini berubah menjadi ”Anggota DK diseleksi dan dipilih oleh DPR”.
Adapun, Pasal 11 ayat 2 semula berbunyi, ”Pemilihan dan penentuan calon anggota DK untuk diusulkan kepada presiden dilaksanakan oleh pansel yang dibentuk dengan Keputusan Presiden”. RUU P2SK mengubahnya menjadi ”Dalam rangka pemilihan DK, DPR membentuk pansel”.
Kekeliruan pengambilan keputusan bisa menyebabkan kerugian industri keuangan yang cukup dalam.
Usulan perubahan juga terjadi pada mekanisme pemilihan DK LPS. RUU P2SK bagian ketiga tentang LPS mengubah Pasal 65 UU No 24/2004 tentang LPS. Anggota DK LPS semula diangkat oleh presiden atas usul menteri keuangan. Pada RUU P2SK, pemilihan dan penetapan calon anggota DK dilaksanakan pansel yang dibentuk DPR. Calon anggota DK LPS juga akan diuji kelayakannya oleh alat kelengkapan DPR yang membidangi ekonomi dan keuangan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, Selasa (1/11/2022), mengatakan, keinginan DPR menaungi pansel calon DK OJK ini menunjukkan keinginan DPR untuk mengurangi peran dan kewenangan pemerintah, otoritas keuangan, akademisi, dan industri. DPR terkesan ingin mengontrol penuh nama-nama calon DK OJK agar sesuai dengan kepentingan mereka.
Apabila pasal ini betul-betul menjadi undang-undang, Tauhid mengkhawatirkan hal itu akan mengganggu independensi OJK. Sebab, unsur pemimpin OJK berasal dari seleksi oleh orang-orang politik. Pengambilan kebijakan pengawasan dan pengaturan industri keuangan yang bernuansa kepentingan politik akan sulit obyektif.
”Kekeliruan pengambilan keputusan bisa menyebabkan kerugian industri keuangan yang cukup dalam,” ujarnya.
Pengambilan kebijakan pengawasan dan pengaturan industri keuangan yang bernuansa kepentingan politik akan sulit obyektif.
Terkait usulan adanya pansel dari DPR dalam proses seleksi DK LPS, Tauhid mengatakan, hal itu juga menunjukkan DPR ingin punya ruang politik dalam pemilihan ini. Selama ini, pemerintah pun hanya mengajukan calon tunggal dan tanpa proses uji kelayakan. Menurut Tauhid, biarkan saja DPR untuk bisa ikut melakukan uji kelayakan.
”Dengan catatan ini harus diawasi betul prosesnya. Jangan ada transaksional,” ujar Tauhid.
Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Friawan, berpendapat, posisi DPR membentuk pansel menunjukkan adanya perebutan pengaruh dan kekuasaan lembaga keuangan negara antara DPR dan pemerintah.
Menurut dia, independensi OJK dan LPS perlu dijaga agar kebijakan yang dibuat betul-betul berdampak optimal pada perekonomian dan dapat menjaga stabilitas sistem keuangan.
Secara terpisah, Co Founder dan Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai, pemilihan DK OJK dan DK LPS tidak perlu menggunakan mekanisme pansel, baik dari DPR maupun yang diketuai Menteri Keuangan. Menurut dia, lebih baik pemilihan unsur pemimpin OJK dan LPS mengikuti mekanisme pencalonan unsur pimpinan serupa di BI, yakni diusulkan dan diangkat presiden serta disetujui DPR.
Independensi OJK dan LPS perlu dijaga agar kebijakan yang dibuat betul-betul berdampak optimal pada perekonomian dan dapat menjaga stabilitas sistem keuangan.
Piter berpendapat, proses ini lebih hemat biaya dan waktu ketimbang menggunakan mekanisme pansel. Selain itu, dengan metode ini, para pejabat karier baik di OJK maupun LPS yang sudah memahami persoalan, bisa duduk di posisi puncak.
Menurut anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, DPR ingin menjadi pansel lantaran menerima banyak masukan bahwa pada mekanisme seleksi saat ini, calon ideal justru kerap gugur di tahap awal. Ia mencontohkan, pada proses seleksi DK OJK periode 2022-2027, ada calon dari pejabat DK 2017-2022 yang gagal tes administrasi dan gagal tes tertulis.
“Kalau pansel kemarin itu sifatnya kepentingan politik sebagian kalangan saja, ya lebih baik kembalikan saja sepenuhnya ke mekanisme politik dengan kehadiran DPR pada pansel,” ujar Misbakhun.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan, saat ini pihaknya bersama pemerintah, LPS, dan BI sedang mempelajari pasal-pasal terkait dan tengah menyiapkan tanggapan.