Perikanan ilegal terus mengancam wilayah perbatasan. Penegakan hukum laut di wilayah perbatasan perlu ditingkatkan melalui penyatuan data dan informasi antarinstansi penegak hukum.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koordinasi dalam penanganan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau IUU Fishing dinilai perlu diperkuat dan penindakan hukum yang lebih tegas. Hingga kini, gangguan kapal asing terhadap wilayah perbatasan laut masih terus berlangsung.
Selama Juli hingga September 2022, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mendeteksi praktik perikanan ilegal kapal ikan asing (KIA) berbendera Vietnam di Wilayah Pengelolaan Perikanan 711 (Laut Natuna Utara) dengan dikawal kapal-kapal patroli Pemerintah Vietnam (VFRS). Pada September 2022, berdasarkan citra satelit, terdata 54 kapal ikan berbendera Vietnam di bagian utara Laut Natuna Utara, yakni kawasan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) non-sengketa.
KIA Vietnam itu diduga menggunakan alat tangkap pukat harimau ganda (pair trawl) yang merusak sumber daya ikan. ”Penggunaan pair trawl oleh KIA Vietnam terbukti berdampak pada penurunan stok ikan di wilayah perairan Vietnam sehingga kapal-kapal itu beralih ke kawasan Laut China Selatan dan bahkan Laut Natuna Utara,” kata Imam Prakoso, Senior Analyst IOJI, dalam diskusi ”Analisis Keamanan Maritim dan Ancaman IUU Fishing,” secara daring, Senin (31/10/2022).
Senior Advisor IOJI, Andreas Aditya Salim, mengemukakan, maraknya IUU Fishing di Laut Natuna Utara bukan dipicu ketidakmampuan nelayan Tanah Air untuk mengisi perairan perbatasan. Nelayan di perbatasan justru kerap berhadapan dengan kapal asing ilegal yang masuk ke perairan Indonesia. ”Kapal-kapal asing itu menggunakan peralatan canggih yang mengancam kapal nelayan dan membuat takut nelayan,” ujarnya.
Selain itu, IOJI juga mendeteksi gangguan terhadap pemanfaatan hak berdaulat Indonesia atas sumber daya ikan di Laut Natuna Utara oleh Kapal China Coast Guard (CCG 5403) serta pelanggaran kewajiban pelintasan oleh Kapal Survei Militer Tiongkok, Kapal Yuan Wang 5, di Alur Laut Kepulauan Indonesia I (ALKI-I) Selat Sunda. Kapal Yuan Wang 5 berukuran 25.000 gros ton, yang mampu mengendalikan satelit dan misil, terdeteksi melintas di sebelah timur Pulau Sangiang, sedangkan aturan traffic separation scheme (TSS) Selat Sunda mewajibkan kapal melintas di sebelah barat Pulau Sangiang.
Pengajar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Arie Afriansyah, menambahkan, praktik IUU Fishing masih terus mengancam perairan laut perbatasan. Upaya pengawasan terus dilakukan, tetapi IUU Fishing masih terjadi. Kerawanan pencurian ikan tidak hanya terjadi di Laut Natuna Utara, tetapi juga perairan-perairan perbatasan Indonesia.
”Yang perlu perhatian tidak hanya Laut Natuna Utara, tetapi juga laut terluar lain. Laut kita sangat luas dan masih banyak ancaman yang datang di laut-laut terluar,” katanya.
Arie menilai, keberadaan kapal VFRS merupakan pola konsisten Pemerintah Vietnam untuk memperjuangkan klaim single line dalam perundingan batas ZEE antara Indonesia dan Vietnam yang masih berlangsung. Oleh karena itu, diperlukan penegasan wilayah yurisdiksi dalam pemanfaatan sumber daya alam Indonesia serta klaim ZEEI.
”Indonesia perlu mendesak Vietnam untuk menghormati wilayah perbatasan yang kini masih dinegosiasikan. Kita harus bereaksi lebih riil karena keberadaan kapal-kapal itu menyulitkan nelayan,” ucapnya.
Sementara itu, Panglima Komando Armada I (Pangkoarmada I) Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah mengemukakan, hingga saat ini belum ada operasi khusus di Laut Natuna Utara. Guna menjaga keamanan laut di Laut Natuna Utara, operasi siaga tempur laut dikonsentrasikan ke wilayah tersebut. Hingga September 2022, Koarmada I menangkap enam kapal Vietnam.
Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Direktorat Polisi Air Korps Polisi Perairan dan Udara Badan Pemelihara Keamanan Kepolisian Republik Indonesia Komisaris Besar Rustam Mansur mengatakan, diperlukan penyatuan data dan informasi antar-instansi penegak hukum di laut untuk optimal menjaga NKRI.
Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang menjajaki kerja sama dengan China dalam pemanfaatan sumber daya ikan di Indonesia dengan berbasis penangkapan ikan terukur. Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini, kerja sama itu akan mengacu pada ketentuan penangkapan ikan terukur.