Pemerintah Targetkan Nihil Desa Tertinggal di Tahun 2045
Pada tahun 2045, Indonesia diproyeksikan nihil desa tertinggal sejalan dengan meningkatnya jumlah desa mandiri, maju, dan berkembang. Sejumlah intervensi ditempuh pemerintah guna mewujudkannya.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan Indonesia bebas dari desa tertinggal dan sangat tertinggal pada tahun 2045. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi memproyeksikan tingkat kesejahteraan desa yang diukur dengan indeks ketahanan sosial, ekonomi, dan lingkungan meningkat sehingga statusnya berubah menjadi desa berkembang, maju, atau mandiri.
Kepala Badan Pengembangan dan Informasi (BPI) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Ivanovich Agusta memaparkan hal itu dalam webinar ”Peta Jalan Pembangunan Desa dan Perdesaan Tahun 2020-2024 dan 2020-2045”, Senin (24/10/2022).
Menurut dia, sebanyak 70,44 persen desa ditargetkan telah berstatus desa mandiri, 6,28 persen desa maju, dan 23,28 persen desa berkembang pada tahun 2045. Target ini meningkat signifikan dibandingkan data tahun 2022, yaitu dari total 74.961 desa, persentase desa tertinggal mencapai 12,43 persen dan sangat tertinggal 5,83 persen. Sementara itu, desa mandiri hanya 8,45 persen, sedangkan desa maju 27,42 persen dan desa berkembang 45,87 persen.
”Dalam proyeksi pembangunan desa ini, Kemendes PDTT menggunakan basis data Indeks Desa Membangun (IDM) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2016 (tentang IDM),” kata Ivanovich.
Kemendes PDTT membagi klasifikasi desa menggunakan indikator IDM dengan mengukur tingkat kesejahteraan desa melalui indeks ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan ketahanan lingkungan. Indeks ini diolah dengan mengacu pada batas nilai yang ditentukan, kemudian dibagi ke dalam lima klasifikasi. ”Lima klasifikasi desa tersebut yakni mandiri, maju,berkembang, tertinggal, dan sangat tertinggal,” ujar Ivanovich.
Untuk kategori desa mandiri, bobot nilai IDM lebih dari 0,81; sementara desa maju lebih dari 0,70 atau sama dengan 0,81; desa berkembang lebih dari 0,59 atau sama dengan 0,70; desa tertinggal lebih dari 0,49 atau sama dengan 0,59; dan desa tertinggal kurang dari atau sama dengan 0,49.
Subkoordinator Rencana Pembangunan Desa Kemendes PDTT Roni Yuska mengatakan, dalam upaya merealisasikan target tersebut, pemerintah melakukan intervensi terhadap sejumlah indikator yang masih rendah pada tahun 2022. Indikator itu, antara lain, meliputi ketersediaan tenaga kesehatan, pengelolaan sampah, fasilitas kredit, serta akses listrik dan sinyal.
Dengan perbaikan dan intervensi pada sejumlah indikator ini dan mengikuti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, Kemendes PDTT mengupayakan pengentasan 10.000 desa tertinggal menjadi desa berkembang pada tahun 2024.
Roni menambahkan, upaya mengejar target bebas desa tertinggal tersebut juga ditempuh dengan mengoptimalkan penggunaan dana desa. ”Selain itu, pemerintah desa, pemerintah daerah, pemerintah pusat, perguruan tinggi, pihak swasta, serta masyarakat bisa saling berkolaborasi dalam pembangunan desa,” kata Roni.
Sementara itu, Koordinator Penyusunan Keterpaduan Rencana Pembangunan Desa Nurharyadi mengungkapkan, setelah melakukan kajian, ada sejumlah permasalahan yang menghambat pembangunan kawasan perdesaan. Permasalahan itu antara lain soal ketergantungan pada anggaran pemerintah pusat, kurangnya implementasi rencana pembangunan kawasan perdesaan, dan belum optimalnya sinergi antar-perangkat desa sehingga kawasan masih didekati secara sektoral dan parsial.
”Selain itu, penghapusan pendamping kawasan perdesaan sejak 2021 turut berpengaruh sehingga tidak ada lagi jembatan antara kawasan dan organisasi perangkat desa,” ujar Nurharyadi.
Melalui penelitian tersebut, lanjutnya, rekomendasi bisa dilakukan dalam upaya pembangunan kawasan perdesaan. Rekomendasi tersebut di antaranya merevitalisasi badan kerja sama antardesa (BKAD) sebagai pengelola kawasan perdesaan, mengembangkan mekanisme kepemimpinan kolektif, hingga menyediakan dokumen di tingkat rencana pembangunan kawasan perdesaan.
”Serta tidak kalah penting bagi perangkat desa, perlu melengkapi data Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) desa,” kata Nurharyadi.