Tempat kerja bukan lagi murni untuk bekerja, melainkan bisa jadi tempat pertemuan karyawan yang membuat mereka nyaman berkisah tentang hobi, cita-cita, juga mungkin menumpahkan masalah.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Orang masih sering bertanya faktor apa saja yang membuat orang betah berlama-lama atau setia bekerja di sebuah perusahaan. Jawaban umum berkisar antara gaji, dukungan, dan nilai-nilai dari perusahaan. Selama ini, riset jarang mengungkap kehadiran teman terbaik yang membuat seseorang bertahan bekerja di suatu perusahaan.
Di perusahaan ada atasan yang kadang menyebalkan dan membuat tidak nyaman. Akan tetapi, stafnya bertahan cukup lama. Rupanya, kehadiran teman-teman membuat mereka tak mudah melepaskan diri. Teman terbaik menjadi pengikat. Mereka merasa dapat saling dukung dan senasib ketika menjalani hari-hari di lingkungan pekerjaan.
Kehadiran teman terbaik di lingkungan kerja menjadi pembahasan beberapa media belakangan ini karena mereka sangat membantu rekan-rekannya selama pandemi. Ketika sejumlah besar pekerja meninggalkan pekerjaan atau mereka tengah mempertimbangkan pilihan itu dalam jangka panjang, persahabatan dan kehadiran teman baik dapat memengaruhi keputusan mereka untuk bertahan.
Kehadiran teman-teman membuat mereka tak mudah melepaskan diri. Teman terbaik menjadi pengikat. Mereka merasa dapat saling dukung dan senasib ketika menjalani hari-hari di lingkungan pekerjaan.
Penelitian Gallup, seperti dikutip di dalam MIT Sloan Management Review, menemukan bahwa keberadaan orang yang sering mengatakan, ”Saya punya sahabat baik di tempat kerja”, menjadi ciri kuat mereka yang akan bertahan dalam sebuah perusahaan. Gallup juga menemukan hubungan nyata antara kehadiran sahabat di tempat kerja dan aktivitas yang dikeluarkan seseorang demi pekerjaan mereka.
Mereka yang sangat setuju bahwa mereka memiliki sahabat di tempat kerja punya keterlibatan kerja lebih dari dua kali (63 persen) dibandingkan dengan mereka yang mengatakan sebaliknya, yaitu 29 persen. Namun, penulis artikel ini, Lynda Gratton, mengingatkan, persahabatan di tempat kerja adalah topik yang kompleks. Banyak orang menanggapi pandangan ini dan masing-masing mempunyai sikap berbeda.
Ada pihak yang merasa positif tentang pengalaman mereka, tetapi banyak pula yang bersikap lebih waspada. Kekhawatiran seperti sulit memercayai teman kantor dan sulit berteman dengan atasan adalah sah. Kadang persahabatan di antara rekan kerja pun sangat rapuh.
Sebenarnya masalah itu telah ada sebelum pandemi, 76 persen eksekutif mengatakan mereka kesulitan membuat koneksi dengan rekan kerja dan 58 persen menggambarkan hubungan sosial mereka di tempat kerja sebagai ”dangkal ”.
Namun, kebutuhan sahabat di tempat kerja sepertinya makin penting karena selama pandemi banyak yang bekerja secara hibrida dan ada pula yang sepenuhnya berada jauh dari kantor. Mereka mengaku punya lebih sedikit pertemanan kerja, menurut Indeks Tren Kerja Microsoft 2022. Sebenarnya masalah itu telah ada sebelum pandemi, 76 persen eksekutif mengatakan mereka kesulitan membuat koneksi dengan rekan kerja dan 58 persen menggambarkan hubungan sosial mereka di tempat kerja sebagai ”dangkal”.
Masalah ini juga dibahas oleh majalah Fast Company dalam edisi terbarunya. Karyawan terkadang merasa rentan dan bahkan kesepian akut di tempat kerja. Mereka merasa terkuras atau kehabisan tenaga dan bertanya-tanya apakah pimpinan perusahaan dapat membuat perubahan.
Banyak upaya terbaik perusahaan telah dilakukan untuk mempertahankan talenta terbaik melalui gaji lebih tinggi, manfaat lebih baik, pelatihan, dan lebih banyak fleksibilitas. Namun, ada elemen untuk membuat orang tetap terlibat dalam pekerjaan mereka yang sulit diukur.
Setelah dua tahun bertahan hidup dan bekerja dalam pandemi, perusahaan melakukan semua yang mereka bisa untuk mempertahankan karyawan yang didambakan karena ternyata kemudian muncul tren pengunduran diri dalam jumlah besar. Sentimen keterlibatan dan rasa memiliki oleh karyawan jadi hal penting. Temuan terbaru, karyawan yang merasa punya teman baik di tempat kerja cenderung bertahan.
Banyak pakar dan penulis sumber daya manusia telah mendorong para pemilik perusahaan untuk membantu pekerja menemukan makna yang lebih dalam pekerjaan mereka dan mencapai kenyamanan lebih besar dalam peran mereka sebagai model untuk meretensi karyawan.
Penulis di dalam artikel Fast Company itu mengonfirmasi pandangan ini ke beberapa orang yang bekerja bidang perawatan kesehatan, pendidikan, pekerja garis depan, dan pekerja kantor. Mereka bertanya, mengapa Anda tetap bertahan dalam pekerjaan Anda?
Banyak pakar dan penulis sumber daya manusia telah mendorong para pemilik perusahaan untuk membantu pekerja menemukan makna yang lebih dalam pekerjaan mereka dan mencapai kenyamanan lebih besar dalam peran mereka sebagai model untuk meretensi karyawan.
Secara konsisten mereka mendengar pernyataan tambahan, ”Tanpa teman-teman, saya tidak akan pernah bisa melewati semua ini.” ”Saya ingin memberi tahu Anda betapa saya bersandar pada teman-teman saya selama waktu yang gila ini,” kata seorang perawat di rumah sakit. ”Hari-hari panjang, pekerjaan sangat berat, tetapi saya akan selalu menemukan mata teman-teman saya dan tahu bahwa saya akan baik-baik saja.”
Berkaca dari temuan-temuan ini, perusahaan perlu membuat inovasi di tempat kerja agar karyawan makin mudah mendapat sahabat terbaik di perusahaan. Lingkungan kerja sepertinya perlu berubah banyak. Tempat kerja bukan lagi murni untuk bekerja, tetapi bisa jadi tempat pertemuan karyawan yang membuat mereka nyaman berkisah tentang hobi, cita-cita, juga mungkin menumpahkan masalah.
Keterasingan selama isolasi dan karantina mungkin membuat orang jatuh ke titik terendah dan menyadari kebutuhan untuk berteman. Mereka butuh orang yang bisa sepenanggungan dalam menjalani hari-hari mereka. Acara-acara kecil di kantor sangat mungkin merekatkan mereka. Ujungnya, mereka bisa betah dan bertahan di perusahaan kita. Cara baru retensi karyawan tidak harus mahal, asal perusahaan mau mendengarkan mereka.