Pemegang Saham Restui ”Right Issue” Garuda Indonesia
Para pemegang saham menyetujui Garuda Indonesia menerbitkan saham melalui ”right issue” sebanyak 68.072.851.377 lembar. Mereka juga menyepakati konversi utang Garuda menjadi saham maksimal senilai Rp 4,2 triliun.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemegang saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk merestui manajemen maskapai milik negara melakukan right issue. Melalui hak memesan efek terlebih dahulu itu, penyertaan modal negara dari pemerintah senilai Rp 7,5 triliun dipastikan masuk kantong Garuda Indonesia.
Hal itu diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Jumat (14/10/2022). RUPSLB itu dihadiri mayoritas pemegang saham maskapai berkode emiten GIAA dengan jumlah saham 23.007.965.994 lembar atau 87 persen dari total saham.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, para pemegang saham menyetujui Garuda menambah modal melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) dengan menerbitkan saham sebanyak 68.072.851.377 lembar.
”Melalui HMETD itu, penyertaan modal negara (PMN) Rp 7,5 triliun dipastikan masuk ke Garuda,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta.
RUPSLB itu juga menyetujui GIAA mengonversi utang perseroan terhadap kreditor sesuai dengan putusan homologasi penundaan kewajiban pembayaran utang. Caranya ialah menerbitkan 22.970.514.286 lembar saham melalui penambahan modal tanpa memberikan HMETD.
Total utang yang akan dikonversi menjadi saham maksimal Rp 4,2 triliun. Hal itu mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2019 tentang Perubahan atas POJK Nomor 32 tahun 2015 tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka dengan Memberikan HMETD.
Melalui HMETD itu, penyertaan modal negara Rp 7,5 triliun dipastikan masuk ke Garuda.
Selain itu, disetujui juga pengeluaran saham seri C yang memiliki hak-hak atas saham sama dengan klasifikasi saham seri B dengan nilai nominal saham serendah-rendahnya Rp 182 per lembar saham. RUPSLB itu juga menyepakati sejumlah aspek tata kelola perseroan terkait dengan pemberian kuasa dan kewenangan direksi dan dewan komisaris untuk melakukan tindakan yang diperlukan terkait tindak lanjut penambahan modal perseroan.
”Persetujuan pemegang saham itu menjadi milestone (tonggak pencapaian) penting bagi Garuda untuk terus mengakselerasikan misi transformasi kinerja melalui restrukturisasi dan berbagai kebijakan strategis penyehatan kinerja usaha jangka panjang,” kata Irfan.
Setelah dikurangi dengan biaya-biaya emisi, lanjut Irfan, Garuda akan mengoptimalkan penambahan modal kerja ini, antara lain untuk kebutuhan perawatan dan restorasi armada, bahan bakar, dan biaya sewa pesawat. Di akhir tahun ini, Garuda Indonesia Group menargetkan dapat mengoperasikan minimal 119 pesawat. Garuda akan mengoperasikan 61 pesawat dan Citilink 58 pesawat.
Garuda juga mulai menunjukkan kinerja positif dengan mencatatkan laba bersih sebesar 3,76 miliar dollar AS pada semester I-2022. Laba tersebut ditopang oleh pertumbuhan pendapatan Garuda sebesar 26,1 persen, penyusutan beban usaha sebesar 11,71 persen, dan restrukturisasi keuangan.
”Pada triwulan IV-2022, kami optimistis kinerja Garuda akan semakin membaik. Tingkat permintaan penumpang diperkirakan berkisar 84 persen dari total ketersediaan kursi di periode akhir tahun ini, yakni 2,7 juta kursi,” katanya.
Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) menyebutkan, pemulihan industri penerbangan global terus berlanjut. Per Agustus 2022, pergerakan penumpang global (diukur dalam kilometer pendapatan penumpang atau RPK) naik 67,7 persen secara tahunan. Pergerakan penumpang setara dengan 73,7 persen dari pergerakan sebelum pandemi Covid-19.
Direktur Jenderal IATA Willie Walsh menuturkan, meski pandemi Covid-19 masih berlanjut dan ketidakpastian ekonomi terus membayangi, permintaan perjalanan menggunakan pesawat tetap tumbuh baik. Hal itu tidak terlepas dari pelonggaran pembatasan perjalanan di beberapa negara di Asia. ”Hal itu akan mempercepat pemulihan di Asia,” tuturnya melalui siaran pers.