Pemerintah Alokasikan Rp 4 Triliun untuk Registrasi Sosial Ekonomi
Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 4 triliun untuk program Registrasi Sosial Ekonomi yang dijalankan oleh Badan Pusat Statistik mulai 15 Oktober 2022.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembenahan data melalui sensus penduduk berikut kondisi sosial ekonomi akan dilakukan mulai 15 Oktober ini. Program yang disebut sebagai Registrasi Sosial Ekonomi ini dikerjakan Badan Pusat Statistik di seluruh Indonesia dengan alokasi anggaran sekitar Rp 4 triliun dan melibatkan 400.000 peneliti.
Presiden Joko Widodo memimpin rapat tertutup menjelang dimulainya Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Dalam rapat yang dimulai pukul 13.30 sampai sekitar pukul 14.45, hadir antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, serta Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono.
Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya konsolidasi data karena selama ini beberapa kementerian mempunyai kewenangan membuat data. Kementerian Sosial memiliki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Selain itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memiliki data keluarga. Untuk penghapusan kemiskinan ekstrem juga ada data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (P3KE). Adapun Kementerian Dalam Negeri memiliki data kependudukan dan pencatatan sipil.
Presiden Jokowi, kata Airlangga seusai rapat, meminta semua instansi membuka data ke BPS. Dengan demikian, hasil Regsosek bisa dikonsolidasikan dengan data yang sudah ada. ”Satu data penting agar masyarakat bisa ada klasifikasinya dan data lengkap, tidak hanya data yang spesifik dimiliki kementerian, masing-masing juga ter-update,” ujar Airlangga.
Sejauh ini, data yang berbeda-beda menyulitkan program penanggulangan kemiskinan, bantuan sosial, dan program perlindungan sosial lain untuk mencapai sasaran secara menyeluruh.
Dalam survei BPS, program pengentasan rakyat dari kemiskinan ekstrem Maret-Desember 2021, ketepatan penerima bantuan sosial rutin, baik program keluarga harapan, bantuan pangan nontunai, maupun lainnya rata-rata 44,65 persen. Adapun penambahan (top up) bantuan sosial hanya mampu menyasar sekitar 6,82 persen.
Penanganan kemiskinan ekstrem di 35 kabupaten di tujuh provinsi sepanjang 2021 juga dinilai kurang signifikan. Dalam survei BPS, angka kemiskinan ekstrem di daerah-daerah tersebut hanya turun sedikit dari 7,24 persen pada Maret 2021 menjadi 7,06 persen pada Desember 2021. Pembenahan dan konsolidasi data dinilai perlu.
Libatkan 400.000 peneliti
Registrasi Sosial Ekonomi sepanjang Oktober sampai Desember 2022 melibatkan 400.000 peneliti. ”Total anggaran sampai tahun depan Rp 4 triliun. Tahun ini disiapkan Rp 3,3 triliun,” kata Airlangga.
Airlangga menambahkan, setelah Regsosek dilakukan secara menyeluruh kepada semua penduduk, akurasi data akan lebih baik. Selain itu, data akan bisa digunakan sejumlah kementerian/lembaga sesuai dengan kebutuhan.
Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono seusai rapat menambahkan, supaya bisa dimanfaatkan semua kementerian/lembaga, desain pertanyaan sensus disiapkan bersama beberapa kementerian.
Beberapa variabel terkait dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat ditanyakan. Hal ini diperlukan terutama dalam program perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Karena itu, beberapa indikator yang akan dicek, antara lain, adalah perumahan, tingkat kesejahteraan, disabilitas, ketenagakerjaan, dan UMKM.
Adapun basis data yang digunakan adalah hasil Sensus Penduduk 2020. Selain itu, katanya, kendati tidak menggunakan data kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) sebagai basis data, hasil Regsosek akan dipadankan dengan data dukcapil. Dengan demikian, warga yang tidak memiliki nomor induk kependudukan bisa dilaporkan ke Dukcapil, Kementerian Dalam Negeri.
Secara terpisah, pengajar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Airlangga Surabaya, Gitadi Tegas Supramudyo, mengingatkan, Regsosek perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, rentang kendali dalam manajemen data harus kuat dan presisi. Kedua, item yang akan didata sebaiknya melibatkan para ahli di bidangnya masing-masing. Penggunaan teknologi informasi yang terbaik juga dinilai sebagai sebuah keniscayaan. Terakhir, Gitadi menilai, Regsosek perlu meminimalkan agenda-agenda tersembunyi untuk kepentingan di luar tujuan sensus.
Untuk meminimalkan agenda-agenda tersembunyi bahwa sensus disalahgunakan untuk kepentingan politik menjelang Pemilu 2024, pemerintah perlu terbuka dan tegas. Selain itu, sistem dan manajemen data yang baik akan bisa menjawab kekhawatiran publik.