Kenaikan harga beberapa barang kebutuhan pokok memaksa sebagian masyarakat berhemat. Mereka berupaya menekan ongkos pengeluaran sehari-hari karena kenaikan biaya tidak sebanding dengan pendapatannya.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan pokok memaksa sebagian masyarakat berhemat dan bersiasat. Mereka berupaya menekan pengeluaran karena kenaikan biaya kebutuhan sehari-hari tidak sejalan dengan kenaikan pendapatan.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, inflasi pada September 2022 mencapai 1,17 persen secara bulanan dan 5,95 persen secara tahunan. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan tarif angkutan menjadi pemicu utamanya. Sebab, tak hanya di sektor transportasi, penyesuaian harga BBM berdampak di sembilan sektor lain, seperti sektor penyediaan makanan-minuman atau restoran dan perlengkapan rumah tangga.
Dampak inflasi dialami Yobi (45), pengemudi ojek daring di Jakarta. Kenaikan harga BBM mendongkrak ongkos operasional, sementara jumlah penumpang cenderung turun. Adanya kenaikan tarif ojek pun tak mampu menutupnya. ”Biasanya, rata-rata dalam satu hari saya mendapatkan 20 penumpang, sekarang hanya sekitar 10 penumpang,” ujarnya.
Situasi serupa dialami Ulle, pengemudi ojek daring lainnya. Menurut Ulle, pendapatannya turun hingga 15 persen. Karena itu, dia kini tak lagi nongkrong di warung kopi. Ulle juga memilih membawa bekal makanan untuk makan siang guna menekan pengeluaran.
Tak hanya di sektor transportasi, situasi sulit terkait inflasi juga terjadi pada Ari (52), penjual nasi padang di Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ia mengaku laba usahanya turun kendati tidak menaikkan harga dagangan. Sementara, beberapa harga bahan baku naik, tetapi harga jual tetap. Laba yang ia peroleh dari seporsi nasi padang dia tekan dari Rp 3.000 menjadi Rp 2.000.
Seperti Ari, turunnya pembeli juga dialami Harsini, pedagang bumbu dapur di Pasar Palmerah, Jakarta Pusat. Menurut dia, masyarakat mulai memangkas belanjaannya. ”Mereka yang biasanya membeli bawang merah dan bawang putih 1 kilogram, sekarang belinya hanya 0,5 kilogram. Jumlah pembeli juga berkurang sekitar 15 persen,” kata Harsini.
Ketika harga sejumlah barang kebutuhan naik, upah para buruh semakin tergerus. BPS mencatat, per September 2022, kendati upah nominal harian buruh bangunan naik 0,18 persen, sementara upah riil hariannya turun 0,99 persen. Artinya, kenaikan upah nominal harian buruh tidak mampu mengompensasi tingginya pengeluaran buruh yang tecermin dari upah riil. ”Sekarang sedang membatasi pengeluaran. Daya beli saya turun jadi sekitar 30 persen akibat inflasi ini,” ujar Sunarso, buruh angkut barang di Pasar Palmerah, Jakarta Pusat.
Kendati demikian, ia mengaku belum mendapatkan bantuan apa pun. Sebagai kelompok rentan, ia berharap bisa mendapatkan bantuan secepat mungkin dari pemerintah.
Terkait angka inflasi yang semakin naik, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat, pemerintah sudah memberi bantuan sosial terhadap masyarakat menengah ke bawah. Pemerintah telah menaikkan anggaran subsidi BBM tahun 2022 lebih dari tiga kali lipat, dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun. Namun, jika konsumsi BBM melebihi kuota subsidi, anggaran tersebut diperkirakan tidak akan cukup.
”Pencairan bantuan sosial berjalan cukup bagus. Namun, ada problem yang muncul terkait kurang tepatnya sasaran masyarakat penerima bantuan. Anggaran subsidi yang sangat besar tersebut justru lebih banyak diperoleh masyarakat yang masih tergolong mampu,” ujar Bhima.
Masyarakat yang memiliki upah di bawah Rp 500.000 per bulan dikategorikan miskin dan berhak menerima bantuan subsidi BBM. Seharusnya masyarakat kelas menengah rentan yang menggunakan BBM bersubsidi untuk kebutuhan sehari-hari yang mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT).