Fitur Bebas Ongkos Kirim Dianggap Tidak Menyehatkan Bisnis Jasa Kurir
Penawaran program bebas ongkos kirim pengiriman barang yang kini marak tersedia di platform lokapasar menimbulkan dilema.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program bebas ongkos pengiriman barang yang jamak tersedia di platform lokapasar dinilai dapat menarik jumlah konsumen dalam jumlah besar. Di sisi lain, program itu dianggap merugikan bisnis perusahaan jasa kurir. Salah satu konsekuensinya ialah mematikan pesaing.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspress Indonesia (Asperindo) Trian Yuserma, Kamis (29/9/2022), di Jakarta, mengatakan, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asperindo tidak sepakat dengan dengan program bebas/gratis ongkos kirim atau ”free ongkir” yang marak diterapkan sejumlah platform lokapasar. Aspirasi ini telah diserukan sejak awal bulan ini. Asperindo bahkan mendorong perusahaan jasa kurir anggota asosiasi tidak ambil bagian dari promosi program ”free ongkir” tersebut.
Trian menjelaskan, konsep program itu dinilai melanggar Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial. Dalam Pasal 5 aturan itu disebutkan bahwa tarif layanan pos komersial tidak boleh di bawah harga pokok produksi.
”Realitasnya, ada program marketing seperti bebas ongkos kirim pengiriman barang bukan hanya menggunakan sumber anggaran perusahaan platform lokapasar sendiri. Ada juga yang mereka minta agar perusahaan jasa kurir ikut ambil bagian (mengeluarkan biaya untuk ikut menyubsidi program bebas/gratis ongkos kirim),” ujar Trian.
Padahal, imbuh Trian, bisnis perusahaan jasa kurir logistik merupakan bisnis yang padat modal dan padat karya. Dalam penetapan tarif layanan pengiriman, perusahaan jasa kurir biasanya menghitung biaya sales and marketing, pengumpulan, pemrosesan barang, transportasi, pendistribusian, dan tingkat profit yang diinginkan. Di antara komponen biaya tarif layanan pengiriman itu, komponen transportasi memegang porsi 20-80 persen.
Lebih jauh, kata Trian, pasar layanan jasa kurir pengiriman merupakan pasar bebas. Pemerintah tidak menetapkan tarif batas bawah ataupun atas terhadap tarif layanan pos komersial. ”Meski demikian, kami berharap, pemerintah ikut berperan mengawasi situasi yang terjadi di ekosistem rantai perdagangan secara elektronik atau e-dagang ini. Program bebas/gratis ongkos kirim bisa berimplikasi ke mana-mana (merembet ambil jatah beban komponen operasional) yang tentunya merugikan industri jasa kurir logistik,” ucapnya.
Terkait aspirasi Asperindo itu, External Communications Senior Lead Tokopedia Rizky Juanita Azuz menyampaikan bahwa pihaknya masih mempelajari dan bekerja sama dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA).
”Kami terus berupaya mempermudah masyarakat memenuhi kebutuhan secara aman, tepercaya, dan lebih efisien. Salah satunya adalah melalui fitur bebas ongkos kirim. Fitur ini pun ada mekanismenya yang juga bisa dibaca oleh mitra penjual,” ujar Rizky.
Selain itu, Tokopedia sebagai bagian dari grup GoTo secara bertahap mengenalkan paket berlangganan pertamanya, PLUS by GoTo. Program ini dapat digunakan oleh pelanggan Tokopedia yang berdomisili di Pulau Jawa.
Program PLUS by GoTo mengandung penawaran biaya berlangganan dan bebas ongkos kirim. Pelanggan Tokopedia yang memakai program ini juga bisa mendapatkan berbagai promo berupa diskon pembelian barang dari mitra strategis.
Head of Corporate Communication JD.ID Setya Yudha Indraswara mengatakan, hingga sekarang program gratis ongkos kirim JD.ID masih tetap berlaku. Program ini sebenarnya ada mekanismenya. ”Gratis ongkos kirim hanya berlaku bagi transaksi yang memenuhi syarat dan ketentuan yang bisa dicek https://helps.jd.id/s/article/Syarat-dan-ketentuan-gratis-ongkir?language=in. Program ini sepenuhnya ditanggung JD.ID, bukan dibebankan kepada pihak pengiriman,” tuturnya.
Setya menambahkan, JD.ID selalu berupaya memberikan layanan terbaik bagi masyarakat, termasuk dalam kondisi kenaikan harga bahan bakar minyak. Adanya program gratis ongkos kirim diharapkan dapat meringankan beban pelanggan JD.ID. ”Namun, jika nantinya ada perubahan regulasi pemerintah terkait (tarif layanan pos komersial), JD.ID akan selalu patuh,” imbuhnya.
Sensitif harga
Sementara itu, Head of Center of Innovation and Digital Economy di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpendapat, selama konsumen masih berkarakteristik sensitif harga, platform e-dagang mungkin tetap akan mengandalkan ”bakar uang” untuk menggaet konsumen lebih banyak. Salah satu bentuk ”bakar uang” adalah diskon ongkos kirim, termasuk program bebas ongkos kirim.
”Jika program diskon, termasuk bebas ongkos kirim dihilangkan, jumlah konsumen pasti akan berkurang. Konsumen mungkin akan lebih memilih “belanja” di toko luring saja karena ongkos transportasi menuju toko itu lebih murah,” kata Huda.
Dengan berkurangnya jumlah konsumen, lanjut Huda, hal itu berpotensi mengganggu nilai valuasi perusahaan platform teknologi e-dagang. Sebab, ada kemungkinan minat investor berinvestasi ke perusahaan platform teknologi e-dagang menurun.
Menurut Huda, program diskon ongkos kirim yang termasuk gratis ongkos kirim berdampak positif bagi konsumen ataupun mitra pedagang untuk jangka pendek. Bagi mitra perusahaan jasa kurir, program itu sebenarnya tidak berdampak bagi mereka sepanjang beban pengeluaran menjalankan program itu ditanggung oleh perusahaan platform teknologi e-dagang.
”Program diskon pengiriman dan gratis ongkos pengiriman menjadi masalah ketika perusahaan jasa kurir ikut menanggung beban pengeluaran. Ini akan menambah deretan persoalan yang telah terjadi sebelumnya, seperti hubungan tidak sehat antara pekerja kurir dengan perusahaan jasa kurir logistik,” kata Huda.
Dalam jangka panjang, Huda menambahkan, program gratis ongkos pengiriman berbahaya bagi ekosistem bisnis e-dagang. Salah satu konsekuensinya adalah mematikan pesaing.