Kenaikan Suku Bunga Acuan di Atas Ekspektasi Pasar
Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin, lebih tinggi daripada ekspektasi pasar.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Dewan Gubernur atau RDG Bank Indonesia atau BI pada 21-22 September 2022 memutuskan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 50 basis poin sehingga menjadi 4,25 persen. Sebagian ekonom menilai keputusan ini di luar dugaan karena suku bunga acuan naik lebih besar dari dugaan.
Dalam jumpa pers hasil RDG September, Jakarta, Kamis (22/9/2022), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, kebijakan itu sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking. Ini dilakukan untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 2-4 persen pada paruh kedua 2023.
Perry menjelaskan, yang dimaksud dengan langkah front loaded adalah dengan menaikkan suku bunga dalam jumlah besar di waktu awal. Adapun keputusan ini berkaitan juga dengan aspek pre-emptive atau mengantisipasi terlebih dahulu di depan sebelum kejadian, serta forward looking atau menyasar target yang mesti dicapai pada waktu mendatang.
Sampai dengan Agustus 2022, inflasi inti mencapai 3,04 persen secara tahunan. Besaran ini sudah berada di atas titik tengah rentang target inflasi inti BI tahun ini, yakni 2-4 persen.
Perry memperkirakan inflasi inti akan terus menguat hingga pada akhir tahun mencapai puncaknya pada Desember 2022 yang sebesar 4,6 persen. Ia mengatakan, kebijakan menaikkan suku bunga itu untuk menjaga agar inflasi inti bisa kembali sesuai rentang target yang diperkirakan bisa terjadi paruh kedua 2023 atau triwulan ketiga 2023.
”Inflasi inti ini menjadi perhatian karena menjadi indikator permintaan dan penawaran masyarakat yang sesungguhnya,” ujar Perry.
Perry menjelaskan, inflasi umum sampai akhir tahun kemungkinan masih akan mendaki ditopang kelompok pangan bergejolak yang dipicu penyesuaian harga bahan bakar minyak subsidi di tengah masih tingginya harga energi dan pangan global.
Inflasi inti dan ekspektasi inflasi diperkirakan meningkat akibat dampak lanjutan (second round effect) dari penyesuaian harga BBM dan menguatnya permintaan. Berbagai perkembangan tersebut diperkirakan mendorong inflasi tahun 2022 melebihi batas atas sasaran 2-4 persen dan karena itu diperlukan sinergi kebijakan yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah dengan Bank Indonesia baik dari sisi pasokan maupun sisi permintaan untuk memastikan inflasi kembali ke sasarannya pada paruh kedua 2023.
Selain itu, Perry menjelaskan, kebijakan ini untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Ini terjadi di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, mengatakan, kenaikan suku bunga BI itu lebih agresif atau lebih tinggi daripada perkiraannya. Ia memang sudah memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga. Namun, dia tidak memperkirakan BI akan secara agresif menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin.
Ia memperkirakan kemungkinan BI akan tetap menaikkan suku bunga sampai akhir tahun tetap terbuka. Sebab, tekanan eksternal belum akan berkurang. Adapun inflasi dalam negeri juga masih akan bertumbuh sehingga harus diambil keputusan untuk menaikkan suku bunga.