Garuda Restorasi Pesawat, Barata Kembangkan Komponen Kendaraan Listrik
Garuda Indonesia berusaha menambah pesawat melalui pembiayaan restorasi senilai Rp 725 miliar. Adapun Barata Indonesia berupaya memperkuat ekosistem kendaraan listrik dengan TKDN tinggi.
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan milik negara tengah berupaya menyelesaikan persoalan mahalnya harga tiket dan kekurangan pesawat serta membangun ekosistem industri kendaraan listrik nasional. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berusaha menambah pesawat melalui pembiayaan restorasi, sedangkan PT Barata Indonesia (Persero) mengembangkan komponen kendaraan listrik.
Melalui pembiayaan restorasi pesawat, Garuda Indonesia diharapkan dapat mengatasi mahalnya harga tiket dan kekurangan pesawat di Indonesia. Adapun Barata dapat masuk ke dalam ekosistem kendaraan listrik yang saat ini tengah dikembangkan Pemerintah Indonesia.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, Jumat (16/9/2022) malam, mengatakan, Garuda Indonesia memperoleh pembiayaan berskema bagi hasil Rp 725 miliar dari Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA). Dana itu akan digunakan untuk merestorasi dan pemeliharaan pesawat, seperti mesin, turbin kecil (auxiliary power unit/APU), shipping part, dan komponen suku cadang lain.
Bentuk pembayarannya nanti melalui skema bagi hasil yang akan berlangsung selama lima tahun. Bagi hasil itu akan diimplementasikan secara bertahap pada sejumlah rute penerbangan, seperti Jakarta-Surabaya-Jakarta, Jakarta-Makassar-Jakarta, dan Jakarta-Jayapura-Jakarta.
”Langkah ini merupakan bagian dari misi transformasi kinerja Garuda. Melalui transformasi itu, kami berharap aksesibilitas layanan penerbangan di tengah pemulihan ekonomi dapat meningkat,” kata Irfan melalui siaran pers.
Bentuk pembayarannya nanti melalui skema bagi hasil yang akan berlangsung selama lima tahun. Bagi hasil itu akan diimplementasikan secara bertahap pada sejumlah rute penerbangan, seperti Jakarta-Surabaya-Jakarta, Jakarta-Makassar-Jakarta, dan Jakarta-Jayapura-Jakarta.
Pada 16 September 2022, Garuda Indonesia menandatangani kerja sama Fasilitas Pembiayaan Restorasi Armada Berskema Bagi Hasil dengan PPA di Denpasar, Bali. Hal itu merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman (MOU) Surat Penawaran Kerja Sama atas Syarat dan Ketentuan Indikatif Terbaru Program Restorasi Pesawat pada Agustus 2022.
Menurut Irfan, pandemi Covid-19 yang telah terjadi selama lebih dari dua tahun ini membuat industri penerbangan menghadapi berbagai tantangan operasional. Salah satunya adalah keterbatasan jumlah pesawat yang berada dalam kondisi siap beroperasi.
Garuda juga menghadapi persoalan itu di tengah proses restrukturisasi kewajiban usaha, termasuk negosiasi bersama lessor (perusahaan jasa sewa guna) pesawat. Dengan kerja sama pembiayaan restorasi pesawat itu, Garuda dapat mengoptimalkan upaya menambah jumlah pesawat.
”Kami menargetkan, jumlah pesawat yang beroperasi dapat bertambah secara bertahap menjadi 60 pesawat hingga akhir 2022,” ujarnya.
Baca juga : Efisienkan Struktur Biaya, Garuda Kembalikan Bombardier CRJ-1000
Dalam rapat kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat pada 24 Agustus 2022, Menteri Badan Usaha Milik Negera (BUMN) Erick Thohir mengatakan, Kementerian BUMN bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk menurunkan harga tiket pesawat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah meningkatkan frekuensi penerbangan.
Kenaikan harga tiket pesawat bukan hanya akibat kenaikan harga avtur, melainkan juga keterbatasan pesawat di tengah peningkatan permintaan. Idealnya Indonesia memiliki 1.000 pesawat untuk melayani penerbangan dalam dan luar negeri. Jumlah pesawat yang beroperasi di Indonesia yang semula 600-an unit menjadi tinggal 300 pesawat saja akibat pandemi Covid-19.
Menurut Erick, Garuda Indonesia yang semula mengoperasikan 170 pesawat kini tinggal menyisakan 36 pesawat lantaran pandemi dan proses restrukturisasi utang. Sementara Citilink tinggal mengoperasikan 38 pesawat.
”Pascahomologasi penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), Garuda Indonesia tidak serta-merta bisa mengoperasikan semua pesawatnya. Namun, Garuda akan meningkatkan operasionalisasinya menjadi 61 pesawat dan Citilink 58 pesawat setelah merampungkan proses restrukturisasi utang dan menerima penyertaan modal negara Rp 7,5 triliun,” ujarnya.
Baca juga : Pemerintah Berupaya Stabilkan Harga Telur dan Tiket Pesawat
Komponen kendaraan listrik
BUMN juga tengah berupaya memperkuat ekosistem kendaraan bermotor berbasis baterai listrik. Selain membangun proyek kendaraan tersebut dari hulu hingga hilir, BUMN juga memperkuat industri komponennya.
Pada 15 September 2022, PT Barata bersama PT Industri Kereta Api (Persero) atau PT Inka dan PT VKTR Teknologi Mobilitas (VKTR), anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), menyepakati kerja sama pengembangan dan pembuatan komponen otomotif berbasis kendaraan listrik. Perjanjian pendahuluan antara ketiga pihak itu ditandatangani Direktur Keuangan PT Inka Andy Budiman, Direktur Utama VKTR Gilarsi W Setijono, dan Direktur Pemasaran PT Barata Sulistyo Handoko di Gresik, Jawa Timur.
Andy Budiman menuturkan, ruang lingkup kerja sama ketiga perusahaan itu meliputi pengembangan komponen otomotif kendaraan listrik, pengujian performa dan daya tahan komponen, serta implementasi komponen hasil pengembangan dalam kendaraan listrik. Pada tahap pertama, kolaborasi itu akan diimplementasikan pada transportasi bus listrik butan Inka.
”Saat ini, Inka sedang memproduksi 53 bus listrik. Dari jumlah itu, sebanyak 30 bus akan digunakan sebagai alat transportasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Setelah KTT yang digelar di Indonesia itu, bus-bus tersebut akan dioperasikan oleh Perum Damri di Bandung dan Surabaya,” tuturnya.
Ruang lingkup kerja sama ketiga perusahaan itu meliputi pengembangan komponen otomotif kendaraan listrik, pengujian performa dan daya tahan komponen, serta implementasi komponen hasil pengembangan dalam kendaraan listrik.
Baca juga : Puluhan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Sudah Terpasang untuk KTT G20 di Bali
Program itu juga bertujuan mengakselerasi pengadaan kendaraan listrik sesuai Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Selain itu, program tersebut turut menopang implementasi kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). TKDN bus listrik generasi pertama Inka yang semula mencapai 42 persen sudah meningkat menjadi 60 persen pada tahun ini.
Sulistyo Handoko menambahkan, PT Barata akan mendukung kebutuhan industri transportasi nasional dengan TKDN tinggi. Dalam kerja sama itu, PT Barata akan memproduksi komponen bus kendaraan listrik seperti front swing arm, front disc brake casing, front wheel hub, steering link, dan front connector pad.
Baca juga : Kemendag Bidik Diwali India, BUMN Perkuat Pasar Ekspor Korsel
Sementara itu, Gilarsi W Setijono menegaskan tujuan kolaborasi itu. Kerja sama tersebut akan fokus pada riset dan pengembangan, produksi manufaktur, konversi kendaraan konvensional menjadi listrik, dan pengembangan ekosistem yang berkelanjutan.
Saat ini, Indonesia tengah menjalankan program pengembangan industri baterai kendaraan listrik terintegrasi. Program itu terdiri atas dua proyek, yaitu proyek Titan yang ditangani konsorsium LG Energy Solution (LGES) dengan investasi senilai 8 miliar dollar AS dan proyek Dragon yang dipegang oleh konsorsium T Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co Ltd (CBL) dengan investasi senilai Rp 6 miliar dollar AS.
Proyek Titan merupakan proyek pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik serta pengolahan nikel dan bahan baku baterai kendaraan listrik. Pada triwulan II-2024, proyek Titan bakal menghasilkan baterai kendaraan listrik berkapasitas total 10 gigawatt hour (GWh).
Adapun proyek Dragon merupakan proyek pembangunan pabrik pemurnian nikel, bahan baku baterai dan baterai daur ulang, serta pabrik baterai kendaraan listrik. Fasilitas pemurnian nikel berbasis teknologi tungku putar listrik (rotary kiln electric furnace/RKEF) dan hidrometalurgi (high pressure acid leaching/HPAL) ditargetkan kelar pada triwulan I-2025. Adapun fasilitas produksi bahan baku baterai dan baterai daur ulang serta pabrik baterai kendaraan listrik ditargerkan selesai masing-masing pada triwulan III-2025 dan triwulan I-2026.
Baca juga : RI Sasar Penguasaan Teknologi dan Pengurangan Impor Bahan Baku Baterai