Pemerintah diminta segera memfasilitasi kesulitan bahan bakar minyak bersubsidi nelayan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkapkan akses nelayan terhadap bahan bakar minyak bersubsidi masih sangat terbatas. Dari sekitar 11.000 kampung nelayan, ketersediaan stasiun pengisian bahan bakar hanya 388 unit atau 3,52 persen.
Komisi IV DPR meminta pemerintah dan KKP segera melakukan langkah konkret mengatasi persoalan BBM bersubsidi bagi nelayan. Kenaikan harga bahan bakar minyak dan kesulitan mendapatkan solar bersubsidi berpotensi memperparah kemiskinan nelayan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Pertamina dan BPH Migas terkait pengaturan dan penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan. Selain itu, mendata lokasi-lokasi nelayan yang mengalami kekurangan alokasi BBM bersubsidi serta berkoordinasi dengan Kementerian Koperasi dan UMKM.
Hingga saat ini, dari 11.000 desa nelayan, total stasiun pengisian bahan bakar untuk nelayan hanya tersedia 388 unit. Dalam jangka pendek, pihaknya akan mengupayakan alokasi BBM bersubsidi untuk nelayan tidak berkurang.
”KKP akan hadir untuk nelayan, terutama di masa-masa sulit kenaikan harga BBM seperti sekarang ini. Program perlindungan dan pemberdayaan nelayan antara lain dengan mempermudah akses BBM,” katanya, dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, di Jakarta, Senin (12/9/2022).
Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi PDI-P Sudin mengemukakan, dampak dari kenaikan harga BBM membuat kehidupan nelayan semakin sulit.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luluk Nur Hamidah, mengemukakan, kenaikan nilai tukar nelayan (NTN) menjadi 107,21 per Agustus 2022 dinilai masih jauh dari level sejahtera. ”Ironisnya, meski NTN naik, di saat harga BBM juga naik tinggi, maka ketahanan nelayan kita di titik sangat mengkhawatirkan,” ujarnya. Data Badan Pusat Statistik menyebut NTN pada Agustus 2021 adalah 105,46.
Luluk menambahkan, KKP harus menerapkan langkah sangat serius untuk menyelamatkan kegentingan nasib nelayan, antara lain memastikan kecukupan alokasi solar bersubsidi. Dari jatah BBM bersubsidi nelayan sebesar 2,2 juta kl per tahun, alokasi yang diterima nelayan rata-rata hanya 400.000 kl per tahun. ”Sudah alokasi BBM bersubsidi berkurang, ditambah dengan kenaikan harga. Apa langkah konkret untuk membantu nelayan?” katanya.
Hal senada dikemukakan anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya, Salim Fakhry, yang mengemukakan, BBM sangat dibutuhkan nelayan untuk operasional melaut. Langkah KKP untuk memfasilitasi BBM nelayan perlu diseriuskan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengungkapkan, masih ada hambatan bagi nelayan kecil untuk mendapatkan solar bersubsidi. Adapun penyaluran solar bersubsidi juga kerap tidak tepat sasaran.