Selain kenaikan suku bunga dan inflasi, para pelaku industri properti di Tanah Air akan menghadapi situasi berakhirnya fasilitas pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah pada September 2022.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri properti di Tanah Air dinilai bakal menghadapi situasi yang lebih menantang pada paruh kedua tahun 2022. Selain kenaikan suku bunga dan inflasi yang lebih tinggi, para pelaku industri properti akan berhadapan dengan berakhirnya fasilitas pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah atau PPN DTP pada September 2022.
Ketentuan mengenai fasilitas PPN DTP terangkum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.010/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022. Untuk hunian dengan harga jual maksimal Rp 2 miliar, insentif PPN yang diberikan mencapai 50 persen, sementara untuk hunian dengan harga jual di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar, diskon PPN sebesar 25 persen.
Perusahaan analis keuangan dan pemberi peringkat kelayakan kredit Moody’s dalam laporan riset ” Property Chartbook — Indonesia: Macroeconomic Uncertainty Will Weigh on All Property Segments” (25 Agustus 2022) menyebutkan, kondisi makroekonomi yang lemah akan membebani permintaan di semua segmen properti selama 6-12 bulan ke depan. Potensi inflasi tinggi akan mengekang belanja konsumen dan mengurangi permintaan properti untuk aset ritel, sementara sektor properti perkantoran akan terus diganggu oleh kelebihan pasokan ruang kantor.
Penjualan lahan industri akan tetap lemah karena perusahaan menahan belanja modal. Pembeli rumah pertama kali akan terus mendukung permintaan untuk properti residensial, tetapi kondisi makroekonomi yang lemah akan berisiko bagi mereka.
” Permintaan dari pembeli rumah pertama kali akan menjaga marketing sales tetap stabil tahun ini dibandingkan dengan 2021 meskipun pembeli menjadi berhati-hati pada kondisi ekonomi yang lebih lemah. Pertumbuhan penjualan agregat pada tahun 2022 sebagian besar akan tetap ’datar’ tahun ke tahun (year on year),” ujar Moody’s.
Pencapaian marketing sales pada semester I-2022 mencapai 55 persen dari target satu tahun. Moody’s khawatir tidak semua pengembang properti di Tanah Air mampu memenuhi target mereka sendiri. Sejauh ini, dari hasil riset Moody’s tersebut, hanya PT Bumi Serpong Damai Tbk yang telah menjual 60 persen dari target satu tahun.
Dari sisi proyeksi kinerja keuangan, pendapatan, dan profitabilitas pengembang properti, Moody’s dalam risetnya itu menyebutkan, margin kotor diperkirakan akan sedikit melemah. Hal ini karena inflasi menaikkan biaya tenaga kerja dan konstruksi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad saat dihubungi, Sabtu (27/8/2022), di Jakarta, mengatakan, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia dan diikuti berakhirnya fasilitas PPN DTP pada September 2022 akan menjadi pukulan bagi konsumen properti. Konsumen akan kembali membayar PPN utuh atau tidak akan kembali mendapatkan penawaran uang muka nol persen.
”Karena suku bunga acuan BI naik, ongkos pinjaman properti pun akan naik mulai dari kredit kepemilikan rumah (KPR) hingga kredit bunga mengambang. Semua jenis pinjaman akan menyesuaikan. Apabila suku bunga acuan BI naik 25 basis poin, bunga KPR mungkin saja naik dua kali lipatnya karena bank harus menanggung risiko,” ujarnya.
Menurut Tauhid, rata-rata perbankan di Indonesia biasanya cepat merespons kenaikan suku bunga acuan BI. Dampaknya kemudian penjualan perumahan diperkirakan terkoreksi.
Rata-rata perbankan di Indonesia biasanya cepat merespon kenaikan suku bunga acuan BI.
Jika hal itu terjadi, sektor lain yang berkaitan, seperti konstruksi dan investasi pembangunan juga akan terimbas pertumbuhannya. Dia menyampaikan, pada triwulan II-2022, sektor konstruksi hanya tumbuh sekitar 1 persen dan pengeluaran pembangunan sekitar 3 persen. ”Ada potensi, kontribusi properti terhadap produk domestik bruto menjadi kecil atau relatif stagnan,” imbuh Tauhid.
CEO Lamudi.co.id Mart Polman saat dihubungi terpisah berpendapat, sampai saat ini pihaknya masih memantau perkembangan pasar properti nasional dan masih terlalu dini untuk bisa berkomentar mengenai dampak dari berakhirnya fasilitas PPN DTP.
Mengenai kenaikan suku bunga dari BI, Mart menilai, sentimen pasar properti Indonesia masih cukup positif walaupun ada inflasi dan kenaikan harga komoditas bangunan. Namun, secara jangka panjang, kenaikan ini berpotensi menghambat pembeli properti yang dominan menggunakan KPR sebagai metode pendanaan properti.
”Selama semester I-2022, kami mencatat bahwa angka penerimaan KPR adalah 47,32 persen sehingga perlu ada upaya yang lebih gigih lagi dari semua pihak untuk meningkatkan literasi finansial. Sebagai contoh, melalui pendekatan yang konsultatif dan informatif,” ujar Mart.