UMKM Mampu Suplai Alkes Berkualitas Substitusi Impor
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah diyakini mampu menyuplai kebutuhan alat kesehatan dalam negeri sekaligus memproduksi alkes yang bisa jadi substitusi produk impor. Namun, banyak tantangan harus diatasi UMKM
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah diyakini mampu menyuplai kebutuhan alat kesehatan dalam negeri sekaligus memproduksi alkes yang bisa menjadi substitusi produk impor. Hingga saat ini, produk di sektor kesehatan masih banyak didominasi produk impor. Padahal, dari waktu ke waktu, produk kesehatan lokal semakin baik dan tak kalah bagusnya dengan produk impor.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengemukan hal itu dalam siaran pers, Sabtu (20/8/2022), terkait dengan kunjungan kerjanya ke Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Kementerian Koperasi dan UKM berkomitmen membangun sinergi dengan sejumlah pihak untuk meningkatkan kualitas produk UMKM agar mampu berkontribusi dalam rantai pasok industri nasional.
Dalam kunjungan kerja ini, turut hadir pula Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin beserta Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Lucia Rizka Andalusia, Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, dan Kepala Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah Ema Rachmawati. Teten mengatakan, jika UMKM bisa terintegrasi, hal itu akan semakin memperluas akses pembiayaan bagi UMKM.
Semua pihak juga perlu menyamakan persepsi antara kebutuhan dan rantai pasok. ”Kita mulai dengan mendapatkan informasi sehingga UMKM bisa diarahkan untuk memproduksi alkes dengan teknologi sederhana. Sayang sekali, jika jarum suntik saja kita harus impor,” ujar Teten.
Pengadaan belanja pemerintah di dalam negeri dinilai sudah sangat baik. Beberapa alkes sudah masuk ke dalam pengadaan barang di Kemenkes dan mampu diproduksi oleh pelaku usaha mikro, seperti kain kasa, kapas, masker ataupun sarung tangan. Jenis produk ini sebagian besar merupakan produk sekali pakai dan cepat habis.
Teten mengatakan, Kemenkop dan UKM akan mendukung riset yang bisa digunakan untuk mengembangkan produk alat kesehatan. Kolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi perlu dibangun melalui macthing fund yang bisa membiayai riset dan pengembangan di kampus. Nantinya, produk hasil riset itu dibuat oleh UMKM.
Kemenkop dan UKM juga memberikan apresiasi tinggi kepada Kemenkes, yang sudah menyelenggarakan kegiatan fasilitasi pengembangan alat kesehatan produk UMKM. Kegiatan ini dinilai akan semakin mendorong aksi kolaboratif dan sinergi lintas sektor, terutama dalam menyesuaikan arahan Presiden untuk meningkatkan penyerapan produk dalam negeri dan mengurangi produk impor.
Berpegang pada implementasi Undang-Undang Cipta Kerja, belanja pemerintah didorong mencapai sebesar 40 persen untuk menyerap produk UMKM dan koperasi atau sekitar Rp 400 triliun. Jika angka itu dibelanjakan, Badan Pusat Statistik (BPS) sudah menghitung akan terjadi penambahan lapangan kerja sekitar 2 juta orang atau pertumbuhan ekonomi 1,85 persen.
”Untuk saat ini, di tengah ekonomi global yang sedang melemah, langkah ini menjadi sangat penting karena kita butuh lapangan kerja untuk memperkuat daya beli masyarakat. Kita juga perlu menciptakan lapangan kerja. Perlu didorong investasi untuk menambah laju pertumbuhan ekonomi yang terus positif,” kata Teten.
Sementara Menkes Budi Gunadi Sadikin menyebutkan, sekitar 50-60 persen alkes dan obat-obatan masih berasal dari produk impor.
”Semua yang bisa diproduksi dalam negeri, kita mesti buat sendiri. Nah, kalau yang produknya susah, kita suruh mereka datang ke Indonesia. Buka pabrik dan transfer teknologi serta pengetahuan,” ujar Budi.
Budi memperkirakan, dari besar potensi penciptaan alkes oleh UMKM, jika sekitar 20 persennya saja dibuat UMKM, hal itu akan sangat membantu ekonomi dalam negeri. Kemenkes melakukannya dalam program afirmasi pengadaan barang/jasa pemerintah. Jadi, pengadaan barang/jasa lewat sistem informasi rencana umum pengadaan (SIRUP) maupun e-katalog bisa dilihat oleh pelaku UMKM secara daring tentang barang-barang yang dibutuhkan dan masuk di Kemenkes.
”Tapi, kalau UMKM yang sudah masuk ke pengadaan, sistemnya kita kunci. Jadi, tak bisa lagi pengadaan lewat impor. Saat ini, produk dalam negeri dari Kemenkes yang sudah masuk 100 persen adalah tempat tidur rumah sakit. Ke depan, kami memproyeksikan timbangan badan di posyandu supaya semua produknya berasal dari dalam negeri,” kata Budi.
Ia juga menjanjikan agar semua perizinan terkait dengan produk alkes UMKM dipermudah semua prosesnya. Biaya pengurusan izin diupayakan kurang dari Rp 5 juta. ”Kalau ada yang lebih mahal, pasti lewat calo. Ke depan, kami juga akan lebih banyak melakukan pembinaan,” ujar Budi.
Pengadaan barang/jasa lewat sistem informasi rencana umum pengadaan (SIRUP) maupun e-katalog bisa dilihat oleh pelaku UMKM secara daring.
Produk alkes Solo
Salah satu lembaga yang sukses menyuplai kebutuhan alkes dalam negeri ialah UMKM asal Solo, Politeknik ATMI (Akademi Teknik Mesin Industri) Surakarta. Dalam kunjungannya ke ATMI, Menkop dan UKM mengapresiasi produk-produk yang dihasilkan ATMI. Produknya disebut-sebut memiliki kualitas yang tak kalah jauh dari produk alkes impor, mulai dari timbangan badan, tempat tidur rumah sakit, hingga alat pemeriksa denyut jantung.
”ATMI sebagai institusi pendidikan yang fokus pada pendidikan vokasi di bidang manufaktur memiliki potensi yang besar untuk memenuhi kebutuhan mesin bagi industri. Kami berharap ATMI dapat berkolaborasi dengan pelaku UMKM dalam pemenuhan produk industri," ujar Teten.
Teten menambahkan, saat ini Kemenkop dan UKM sedang membangun rumah produksi bersama atau sharing factory. ”Saya harap ATMI bisa kita duduk bersama-sama untuk mengembangkan skema usaha mikro lainnya,v kata Teten.