40 Persen Anggaran Daerah untuk Belanja Produk Lokal
Pemerintah daerah diminta mengalokasikan minimal 40 persen APBD untuk belanja produk dalam neger. Jika ketentuan itu tak dipenuhi, usulan APBD yang diajukan tak akan disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah daerah diharapkan memanfaatkan momentum landainya pandemi Covid-19 untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Daerah didorong untuk mulai menggenjot kembali pendapatan asli daerah dan segera membelanjakannya. Kementerian Dalam Negeri tak akan segan menjatuhi sanksi, salah satunya berupa penundaan dana transfer daerah.
Di samping itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga meminta pemerintah daerah (pemda) agar mengalokasikan minimal 40 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk belanja produk lokal. Apabila target minimal itu tak terpenuhi, Kemendagri tidak akan menyetujui APBD yang diusulkan pemda.
Mendagri Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi Nasional Keuangan Daerah Tahun 2022, di Jakarta, Kamis (2/6/20022), mengatakan, pemda harus segera memanfaatkan peluang terkendalinya pandemi Covid-19 untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah masing-masing. Pemda diharapkan dapat mencari peluang untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Setelah itu, pendapatan tersebut diharapkan pula segera dibelanjakan sehingga pertumbuhan ekonomi daerah dapat bergerak.
”Ini akan kami evaluasi terus setiap bulan dan kami bacakan nanti daerah mana yang (realisasi belanjanya) rendah. (Realisasi belanja) yang rendah, nanti kami berikan warning dulu supaya mereka bisa mengelola keuangannya dengan baik. Saya akan buat teguran seperti tahun lalu. Yang berprestasi tentu kami berikan penghargaan,” ujar Tito.
Acara tersebut dihadiri para gubernur dan bupati/wali kota yang menerima penghargaan. Acara juga diikuti secara langsung dan daring oleh seluruh kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) seluruh Indonesia.
Tito menyampaikan, undang-undang telah memberikan kewenangan kepada Mendagri sebagai pembina dan pengawas pemda. Hal ini termasuk memberikan sanksi bagi pemda dengan realisasi belanja rendah. Sanksi itu mulai dari teguran lisan, tertulis, hingga dipublikasikan di media massa.
Saya sudah mengunci bahwa APBD tidak akan approve kalau tidak dilampirkan dengan daftar rencana pembelian barang dalam negeri yang 40 persen
”Di era pemilihan langsung, kan, kepala daerah salah satunya yang diperhatikan adalah pendapat publik dan saya tentunya tidak berharap ada sanksi yang lain yang lebih berat. Kami juga ingin menjaga hubungan baik dengan seluruh kepala daerah,” ujarnya.
Produk lokal
Dalam kesempatan itu, Tito juga mengingatkan kepada kepala daerah agar mengalokasikan minimal 40 persen anggaran belanja barang dan jasa untuk produk dalam negeri. Hal itu penting untuk meningkatkan peredaran uang di daerah. Selain itu, juga untuk membangkitkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terpuruk selama pandemi Covid-19.
Mendagri akan menolak usulan APBD jika syarat minimal rencana 40 persen anggaran belanja daerah untuk produk lokal tak dipenuhi. ”Saya sudah mengunci bahwa APBD tidak akan approve kalau tidak dilampirkan dengan daftar rencana pembelian barang dalam negeri yang 40 persen,” katanya.
Para gubernur juga diharapkan menerapkan ketentuan yang sama dengan Kemendagri. Saat meninjau APBD kabupaten/kota, para gubernur juga tidak boleh meloloskan APBD daerah yang belum melampirkan 40 persen belanja produk dalam negeri. ”Lampiran APBD-nya harus dilihat, sudah masuk belum rencana pembelian barang dalam negeri yang 40 persen. Kalau tidak (sampai 40 persen), tolak,” kata Tito.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni menambahkan, sejauh ini, sejumlah daerah sudah mulai mengalokasikan minimal 40 persen untuk belanja produk dalam negeri. Namun, jumlah daerah yang telah memenuhi syarat itu masih relatif sedikit.
Menurut dia, komitmen kepala daerah sangat penting untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri. Seharusnya, kepala daerah membuat aturan khusus di pemdanya untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri tersebut.
Tak hanya itu, peran kepala daerah juga penting dalam perolehan realisasi pendapatan tertinggi, realisasi belanja tertinggi, dan realisasi peningkatan PAD tertinggi. Pemerintah pusat telah merencanakan untuk mengumumkan daerah-daerah yang realisasi anggarannya rendah secara rutin.
Daerah dengan realisasi belanja rendah akan diberikan teguran lisan dan tertulis. Ujungnya bisa ditunda dana transfer daerah. ”Kemendagri mengusulkan kepada Kemenkeu untuk menunda dana transfer. Wong uang yang ada saja belum dipakai kok, masa mau nambah. Kan enggak masuk akal,” ujar Agus.
Sebaliknya, daerah yang terbaik akan diberikan dana insentif daerah sebagai penghargaan. “Kemendagri mengusulkan kepada Kemenkeu untuk menunda dana transfer. Wong uang yang ada saja belum dipakai kok, masa mau nambah. Kan enggak masuk akal,” ujarnya.
Wali Kota Madiun, Jawa Timur, Maidi mengatakan, kepala daerah merupakan kunci penting dalam upaya realisasi anggaran daerah dan upaya menggenjot pendapatan daerah. ”Kepala daerah memang harus sering belanja ke lapangan sehingga bisa lebih kreatif dalam menuntaskan masalah anggaran tersebut,” tuturnya.
Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad membeberkan, setidaknya ada dua prasyarat untuk menggenjot pendapatan daerah. Pertama, intensifikasi pungutan daerah, seperti pajak kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak air di bawah tanah. Kedua adalah menggencarkan ekstensifikasi dengan pemetaan potensi-potensi pendapatan lain yang masih bisa dikejar dan didorong.
Dalam kesempatan itu, Kemendagri memberikan penghargaan kepada 45 daerah dengan realisasi pendapatan tertinggi, realisasi belanja tertinggi, dan realisasi peningkatan PAD tertinggi.