Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan Kedua 2022 Catatkan Surplus
Setelah defisit 1,8 miliar dollar AS pada triwulan pertama 2022, neraca pembayaran Indonesia mencatat surplus 2,4 miliar dollar AS pada triwulan kedua 2022. Tingginya harga komoditas menopang surplus ini.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Neraca pembayaran Indonesia pada triwulan kedua tahun ini mencatat surplus 2,4 miliar dollar AS setelah pada triwulan sebelumnya defisit 1,8 miliar dollar AS. Surplus neraca pembayaran ini memperkuat cadangan devisa Indonesia pada Juni 2022, yakni 136,4 miliar dollar AS sehingga lebih kuat menjaga stabilitas keuangan.
Dihubungi Sabtu (20/8/2022), Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menjelaskan, surplusnya neraca pembayaran ini karena surplus transaksi berjalan yang meningkat serta mengecilnya defisit transaksi modal dan finansial.
Transaksi berjalan Indonesia pada triwulan kedua tahun ini surplus 3,9 miliar dollar AS atau sekitar 1,1 persen dari produk domestik bruto (PDB). Capaian ini naik ketimbang triwulan sebelumnya yang surplus 0,4 miliar dollar AS (0,1 persen dari PDB).
Kinerja transaksi berjalan tersebut didukung oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang bersumber dari terus meningkatnya kinerja ekspor seiring dengan tingginya harga komoditas global. Di sisi lain, impor migas ikut meningkat seiring kenaikan mobilitas masyarakat dan tingginya minyak dunia.
Adapun transaksi modal dan finansial pada triwulan kedua 2022 masih defisit 1,1 miliar dollar AS atau 0,3 persen dari PDB. Kendati demikian, defisit ini membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,1 miliar dollar AS atau 0,7 persen dari PDB.
Kinerja transaksi modal dan finansial ditopang oleh aliran masuk neto (surplus) investasi langsung sebesar 3,1 miliar dolar AS, melanjutkan capaian surplus pada triwulan sebelumnya. Ini mencerminkan optimisme investor terhadap prospek pemulihan ekonomi dan iklim investasi domestik yang terjaga.
Selain itu, kinerja investasi portofolio juga menunjukkan perbaikan terbatas dengan mencatat defisit yang lebih rendah sebesar 0,4 miliar dolar AS, di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Di sisi lain, transaksi investasi lainnya mencatat kenaikan defisit terutama disebabkan oleh peningkatan kebutuhan pembayaran kewajiban yang jatuh tempo sesuai pola kuartalan.
”Ke depan, Bank Indonesia senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat bauran kebijakan guna menjaga stabilitas perekonomian serta melanjutkan koordinasi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal,” ujar Erwin.
Faktor perdagangan
Dihubungi terpisah, ekonom Bank Mandiri, Faisal Rahman, menjelaskan, salah satu faktor utama pendorong kinclongnya kinerja neraca pembayaran adalah dari terus meningkatnya surplus neraca perdagangan. Pada triwulan kedua 2022, neraca perdagangan surplus 16,81 miliar dollar AS, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 11,3 miliar dollar AS.
Indonesia, lanjut Faisal, diuntungkan oleh tingginya harga komoditas pangan dan energi yang membuat kinerja ekspor membaik. Namun, di sisi lain, perbaikan aktivitas ekonomi dan permintaan dalam negeri juga berpotensi meningkatkan impor. Sebab, bahan baku manufaktur dan dunia usaha Indonesia masih banyak bergantung pada impor.
Pada semester kedua tahun ini, Faisal memperkirakan neraca perdagangan berpotensi menyusut lantaran permintaan global diperkirakan menurun seiring dengan perlambatan ekonomi dunia. Di sisi lain, impor akan meningkat seiring dengan aktivitas ekonomi dalam negeri yang masih akan terus menggeliat.
Selain itu, negara-negara dunia akan meneruskan normalisasi kebijakan moneter yang akan memengaruhi lalu lintas arus modal dunia. Ini akan memengaruhi transaksi modal dan finansial Indonesia yang pada ujungnya berdampak pada neraca pembayaran.
Dengan berbagai indikator itu, Faisal memproyeksikan neraca pembayaran Indonesia pada akhir tahun bakal surplus mini sekitar 0,03 persen dari PDB, menurun dibandingkan dengan 2021 yang surplus 0,28 persen dari PDB. Cadangan devisa hingga akhir tahun diperkirakan pada kisaran 130 miliar dollar AS-140 miliar dollar AS dan nilai tukar rupiah di kisaran Rp 14.765.