Bank Indonesia Ajak Pemerintah Daerah Kendalikan Inflasi Pangan
Bank Indonesia mengajak kementerian/lembaga dan pemerintah daerah bersama-sama mengendalikan inflasi pangan. Kenaikan harga pangan berdampak luas karena belanja pangan mencakup 50-60 persen pengeluaran masyarakat.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gubernur Bank Indonesia mengajak seluruh kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah bersinergi untuk mengendalikan inflasi pangan yang mulai merambat ke dalam negeri pasca-kenaikan harga komoditas pangan global. Pengendalian inflasi pangan menjadi penting karena kenaikan harga pangan berdampak luas dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Hal tersebut mengemuka dalam peluncuran Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan yang digelar secara hibrida di Malang, Jawa Timur, Rabu (10/8/2022). Selain Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, turut hadir memberikan sambutan anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Perry menjelaskan, belanja pangan masyarakat ekonomi rendah bisa mencakup 50-60 persen dari bobot pengeluaran mereka per hari atau per bulannya. Mengingat bobotnya yang besar, kenaikan harga pangan akan berdampak luas bagi masyarakat.
”Inflasi pangan ini masalah perut. Ini menyangkut rakyat banyak. Inflasi pangan ini langsung berdampak pada kesejahteraan. Ini tak hanya masalah ekonomi, tapi juga masalah sosial,” ujar Perry.
Ia menjelaskan, inflasi harga pangan ini dipicu oleh ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang mengganggu rantai pasok komoditas pangan dan energi. Persoalannya, lanjut Perry, Rusia dan Ukraina memasok sekitar 20 persen komoditas pangan dan juga komoditas energi. Gangguan rantai pasok global karena gejolak tersebut mendorong kenaikan harga dua komoditas tersebut.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pada Juli 2022 mencapai 0,64 persen. Inflasi pada tahun berjalan mencapai 3,85 persen, sedangkan inflasi pada Juli 2022 secara tahunan mencapai 4,94 persen. Adapun komponen makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi 1,16 persen.
Berdasarkan data BI, kelompok volatile foods atau pangan bergejolak pada Juli 2022 mengalami inflasi 11,47 persen secara tahunan, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang 10,07 persen. Perry mengajak pemerintah daerah untuk bersama-sama mengendalikan inflasi pangan hingga 5 persen atau paling tidak 6 persen. ”Sepuluh hari lalu saya dipanggil Presiden (Joko Widodo) dan beliau menginstruksikan untuk kendalikan inflasi. Mari kita sinergikan kementerian dan lembaga bersama pemerintah daerah untuk bersama-sama mengendalikan inflasi pangan,” ujarnya.
Operasi pasar
Berbagai upaya, lanjut Perry, bisa dilakukan pemerintah daerah untuk mengendalikan inflasi, di antaranya dengan memperbanyak operasi pasar untuk menjaga stabilitas harga pangan. Peran pemerintah daerah bersama tim pengendali inflasi daerah (TPID) menjadi sangat penting dalam menjamin inflasi bisa tetap terkendali.
Selain itu, kata Andreas, inflasi pangan di Indonesia banyak dipicu oleh lonjakan harga komoditas hortikultura, seperti cabai merah dan bawang. Ia menambahkan, operasi pasar untuk menjaga stabilitas harga perlu terus dilakukan oleh pemerintah daerah.
”Ada empat strategi pengendalian inflasi, yakni jaga ketersediaan pasokan, pastikan distribusi berjalan lancar, jaga keterjangkauan harga barang, dan lakukan komunikasi serta koordinasi yang efektif, baik di jajaran pemerintah maupun publik,” ujar Andreas.
Khofifah menambahkan, Jawa Timur menjadi daerah yang sangat strategis untuk menjaga ketahanan pangan dan harus berperan dalam pengendalian inflasi pangan. Menurut BPS, Jawa Timur menjadi daerah dengan luas panen padi tertinggi di Indonesia pada 2021, yakni dengan luas 1,74 juta hektar, lebih tinggi dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Adapun produksi padi Jawa Timur pada 2021 sebesar 9,78 juta ton gabah kering giling.
Selain itu, masih menurut data BPS, Jawa Timur juga daerah dengan populasi sapi perah dan sapi potong terbanyak di Indonesia. Total sapi potong di Jawa Timur pada 2021 sebanyak 4,93 juta ekor dan jumlah sapi perah di Jawa Timur pada 2021 sebanyak 301.700 ekor.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur berkontribusi sebesar 14,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional. Adapun pertumbuhan ekonomi triwulan II-2022 Jawa Timur sebesar 5,74 persen secara tahunan. Adapun inflasi Jawa Timur pada triwulan II-2022 sebesar 5,39 persen.
Khofifah menjelaskan, upaya pengendalian inflasi dilakukan dengan berkoordinasi dengan daerah lain, baik provinsi maupun kabupaten/kota, untuk misi perdagangan dalam menjaga pasokan ke daerah lain guna menjaga stabilitas harga pangan.