Mendagri: Kerja Sama Pusat dan Daerah Kunci untuk Kendalikan Inflasi dan Pemulihan Ekonomi
Kerja sama pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi kunci dalam pengendalian inflasi dan pemulihan ekonomi Nasional pascapandemi Covid-19.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kerja sama pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi kunci dalam pengendalian inflasi dan pemulihan ekonomi Nasional pascapandemi Covid-19. Adapun terkait catatan pemerintah daerah terhadap permasalahan yang dihadapi di lapangan akan diinventarisasi dan dikomunikasikan dengan kementerian terkait.
Poin tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian dalam penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XV Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di Kota Padang, Sumatera Barat, Selasa (9/8/2022). Rakernas ini diikuti oleh 95 dari 98 pemerintah kota di Indonesia.
”Khusus inflasi ini, (wali kota) tolong betul-betul fokus. Inflasi hanya bisa diatasi dengan kerja sama pemerintah pusat dan daerah,” kata Tito, Selasa sore. Inflasi Indonesia pada Juni 2022 4,35 persen secara tahunan memang masih kategori ringan, tetapi mesti jadi perhatian. Inflasi berat berpotensi membuat suatu negara menjadi kolaps, seperti yang terjadi pada Sri Lanka.
Tito menjelaskan, selain karena banyaknya uang beredar di masyarakat akibat pencetakan berlebihan, inflasi juga dipicu terganggunya keseimbangan suplai dan permintaan barang. Dalam mengatasi persoalan ini, pemerintah daerah mesti menggerakkan tim pengendali inflasi daerah dan satuan tugas pangan.
Kenaikan harga barang, kata Tito, bisa dipicu suplai kurang atau distribusi macet. Untuk barang impor, itu menjadi tanggung jawab pemerintah pusat mengendalikannya. Sementara itu, untuk barang dalam negeri, pemerintah daerah mesti bisa bekerja sama dengan daerah lain untuk memenuhinya.
Terkait distribusi macet, lanjut Tito, bisa terjadi akibat penimbunan atau kesulitan pelaku usaha. Terkait penimbunan, pemda bisa bekerja sama dengan aparat penegak hukum sedangkan kesulitan pelaku usaha, pemda bisa membantu biaya transportasi UMKM.
”Ekonom memperkirakan, tahun depan akan terjadi gejolak pertumbuhan ekonomi lebih dalam dibanding tahun 2022. Dalam situasi seperti itu, kita perlu antisipasi. Apalagi tahun depan tahun politik. Tolong antisipasi tiap-tiap daerah, kendalikan inflasi, jangan sampai terjadi,” kata Tito.
Tito melanjutkan, menghidupkan UMKM yang merupakan sektor riil penting dalam pemulihan ekonomi. Oleh sebab itu, pemda mesti membatu dengan promosi dan mempermudah perizinan UMKM.
Potensi pasar Indonesia yang besar juga menjadi potensi dalam pertumbuhan ekonomi. Maka presiden mendorong pemda membuat terobosan dalam peningkatan produksi dan pembelian produk dalam negeri agar Indonesia tidak dibanjiri produk impor.
”Mari kerja sama dalam memproduksi produk dalam negeri. Pasar besar ini harus kita kuasai. Tidak bisa lagi dengan imbau-imbau. Harus ada langkah memaksa dengan kebijakan,” ujar Tito.
Hal lain yang menjadi perhatian Mendagri adalah realisasi belanja daerah. Tito terus mendorong ini karena banyak daerah yang realisasi belanjanya rendah. Untuk pemkot, misalnya, rata-rata realisasi belanja daerah baru 32,93 persen. ”Ini sudah Agustus, tinggal empat bulan lagi,” katanya.
Realisasi belanja pemerintah, kata Tito, menjadi belanja terpenting dan komponen terpenting untuk mendorong ekonomi pada saat pemulihan ekonomi saat ini.
”Tidak hanya pemerintah pusat, pemda juga, termasuk pemkot, harus bergerak bersama supaya uang beredar. Fungsi realisasi belanja dua, agar ada uang beredar di masyarakat terutama daerah andalkan dana TKDD (transfer ke daerah dan dana desa,” ujar Tito.
Adapun terkait masukan yang disampaikan Apeksi, Tito mengatakan, ia dan jajarannya bakal menginventarisasi dan mengomunikasikannya dengan kemeterian terkait. ”Rekomendasi Rakernas akan kami terima, dibentuk tim kecil untuk melihat satu per satu mana yang bisa ditindaklanjuti ke kementerian terkait. Yang kita perlukan komunikasi dan tindak lanjut,” ujarnya.
Presiden jelas memberikan arahan, tetapi sering kali di tingkat kementerian ada hal lebih dinamis, tafsiran berbeda atau irama berbeda. Kami merasa tugas kami yang melihat di lapangan untuk menyampaikan agar dikoordinasikan
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengurus Apeksi Bima Arya Sugiarto mengatakan, pemkot sebagian bagian pemerintah pusat mendengarkan dan mengikuti kebijakan pemerintah pusat. Walakin, pemkot diharapkan tidak hanya menjadi instrumen sosialisasi, tetapi juga bisa menjadi referensi pemerintah pusat dalam mengeluarkan kebijakan.
Menurut Bima, tugas pemkot pascapandemi Covid-19 jauh lebih berat dibandingkan dengan sebelumnya. Pemkot dihadapkan pada upaya pemulihan ekonomi, tsunami regulasi, pembangunan infrastruktur dengan konsep berkelanjutan, dan berbagai target lainnya, seperti peningkatan komponen dalam negeri dan tahap suksesi.
”Tantangan saat ini luar biasa berat. Kami yakin, tujuan pemerintah pusat semuanya baik untuk efisiensi dan transparansi. Tapi, tentunya di lapangan kami punya banyak catatan,” kata Wali Kota Bogor itu.
Catatan pertama, kata Bima, Apeksi ingin memastikan semua langkah perubahan luar biasa yang diakselerasikan pemerintah pusat tetap sejalan dengan roh otonomi daerah sebagai cita-cita reformasi.
Selanjutnya, Apeksi memandang komitmen dan konsistensi yang sama dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi syarat utama agar target yang ingin dikejar bisa tercapai.
”Presiden jelas memberikan arahan, tetapi sering kali di tingkat kementerian ada hal lebih dinamis, tafsiran berbeda atau irama berbeda. Kami merasa tugas kami yang melihat di lapangan untuk menyampaikan agar dikoordinasikan,” ujarnya.
Catatan lainnya, kata Bima, banyak target yang ditetapkan pemerintah sulit direalisasikan. Di antaranya banyaknya regulasi, ada beberapa hal tidak cocok dan sulit dicapai, misalnya mandatory spending pemda bahwa untuk pendidikan 20 persen, kesehatan 10 persen, belanja pegawai 30 persen, pembangunan infrastruktur 40 persen, dan penunjang dan lain-lain.
”Kalau ditotal semuanya 115 persen dari APBD kami, sudah habis, Pak Menteri. Percepatan penghapusan tenaga honorer juga menambah beban APBD. Ada hal-hal tidak sinkron. Di satu pihak dikurangi dengan adanya beban lain,” ujar Bima.
Bima menambahkan, Apeksi sudah menyusun rekomendasi dan bakal menyampaikannya kepada kementerian. Walakin, bantuan Mendagri juga dibutuhkan untuk mengomunikasikan itu kepada seluruh menteri lainnya.