Terminal Kijing Mendorong Hilirisasi Industri Kalbar
Terminal Kijing, Pelabuhan Pontianak, Kalimantan Barat, sudah diresmikan. Integrasi infrastruktur dan pemanfaatan terminal untuk mendorong pertumbuhan perlu direalisasikan.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Peresmian Terminal Kijing, Pelabuhan Pontianak, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, diharapkan mampu mendorong hilirisasi industri di Kalimantan Barat. Efisiensi industri terus ditingkatkan dengan infrastruktur yang terintegrasi.
Presiden Joko Widodo menyebutkan, keberadaan pelabuhan ekspor-impor internasional Terminal Kijing di Kabupaten Mempawah dibangun untuk hilirisasi CPO, bauksit, alumina, dan potensi lain di Kalimantan Barat. Dengan hilirisasi, semua produk yang diekspor memilliki nilai tambah.
Pendapatan negara, baik melalui pajak perusahaan, pajak karyawan, pajak badan, maupun bea, akan lebih banyak dengan hilirisasi. ”Tapi (manfaat) yang paling penting adalah membuka lapangan kerja sebesar-besarnya,” tutur Presiden Joko Widodo kepada wartawan seusai meresmikan Terminal Kijing, Pelabuhan Pontianak, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (9/8/2022) pagi.
Pembangunan Terminal Kijing, menurut Presiden Jokowi, dalam sambutan peresmiannya, untuk meningkatkan daya saing produk-produk Kalimantan Barat. Sebab, biaya logistik akan semakin efisien, akses ekspor juga terbuka.
”Jangan sampai investasi yang besar seperti ini tidak bisa memperkuat daya saing dan tidak bisa memperbaiki konektivitas antarpelabuhan, antarpulau, dan antarnegara,” tuturnya sebelum menekan tuas kapal dan menandatangani prasasti sebagai penanda peresmian Terminal Kijing.
Dalam acara ini, hadir pula Nyonya Iriana Jokowo, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, dan Bupati Mempawah Erlina.
Pembangunan Terminal Kijing, menurut Budi Karya Sumadi, dikerjakan PT Pelindo yang juga mendapatkan konsesi dari pemerintah.
Pembangunan Terminal Kijing sebagai salah satu proyek strategis nasional memakan biaya besar. Pembangunan dari 2018 sampai Mei 2022 menghabiskan anggaran Rp 2,9 triliun. Pada tahap awal, kapasitas sementara Terminal Kijing 1 juta Teus dan 16 juta ton nonpeti kemas yang terdiri atas curah cair dan curah kering.
Terminal Kijing dibangun karena kapasitas Pelabuhan Dwikora yang ada di Pontianak semakin terbatas. Selain itu, Direktur Utama Pelindo Arif Suhartono menyampaikan, pengembangan Pelabuhan Dwikora Pontianak sangat sulit karena areal di sekitarnya sudah sangat padat. Kedalaman laut di Pelabuhan Pontianak juga tidak memadai karena pelabuhan itu adalah pelabuhan sungai.
Karena tiu, kata Budi, Terminal Kijing akan menggantikan Pelabuhan Pontianak dan memberi ruang pertumbuhan bagi industri-industri di Kalimantan Barat. Tol laut pun bisa dikembangkan. Secara bertahap, lanjut Arif, Pelabuhan Dwikora juga akan ditutup.
Ke depan, menurut Arif, untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi dan pemanfaatan Terminal Kijing, diperlukan beberapa infrastruktur pendukung. Pertama, melebarkan jalan arteri. Hal ini dirasa perlu karena sekitar 70 persen lalu lintas untuk Pontianak dan sekitarnya. Dengan pelabuhan baru, diperlukan jalan yang cukup lebar dan mampu menampung kendaraan-kendaraan berat.
Kedua, untuk mendorong pertumbuhan industri dengan sumber daya yang ada di sekitar pelabuhan seperti CPO dan bauksit, sebaiknya area 2.000-3.000 hektar di belakang pelabuhan disiapkan untuk kegiatan industri.
Terakhir, Arif mengusulkan jalan tol yang menghubungkan dua kota perdagangan Kalbar, yakni Pontianak dan Singkawang. ”Saya yakin bila Singkawang-Pontianak terhubung jalan tol, pelabuhan ini akan tumbuh dan Kalbar secara umum akan tumbuh,” tuturnya.
Presiden Jokowi menyepakati perlunya infrastruktur pendukung untuk mengoptimalkan pemanfaatan Terminal Kijing. ”Saya juga ingin dari pelabuhan ini ke Pontianak jalannya diperlebar. Ini Pak Menteri PUPR hadir. Jadi selesaikan sekalian sehingga perjalanan kontainer dan yang nonpeti kemas semuanya bisa lancar dan tujuan akhir kita memperkuat daya saing itu betul-betul bisa kita lakukan,” tambahnya dalam pidato peresmiannya.
Saat memberikan keterangan kepada wartawan, Presiden menambahkan bahwa kawasan industri seluas 3.000 hektar akan dibangun di belakang Terminal Kijing. Di wilayah itu juga akan dibangun tangki-tangki minyak curah cair.
Semua ini akan memberi kesempatan pada industri yang ingin pabriknya berdekatan dengan pelabuhan. Dengan demikian, efisiensi tercapai, tidak ada biaya transpor dari pabrik ke pelabuhan.
Kawasan industri ini akan terbuka untuk sektor-sektor industri yang diminati pengusaha. Setidaknya, fasilitas tersebut diyakini akan memperkuat daya saing produk-produk di Kalbar.
Terkait nama terminal, Presiden mempersilakan pemerintah daerah untuk mengusulkan nama berbeda untuk Terminal Kijing. Pemda bisa mengajukannya kepada pemerintah pusat.
Integrasi
Integrasi infrastruktur menjadi hal penting dalam hilirisasi industri. Hal ini menjadi salah satu yang disampaikan Program Director Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Esther Sri Astuti dalam pertemuan para ekonom dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, 3 Agustus lalu.
Menurut Esther, infrastruktur mulai kawasan industri, jalan, bandara dan pelabuhan perlu terintegrasi. Dengan demikian, biaya logistik murah, harga barang bersaing di pasar global.
Selain itu, permintaan pasar internasional juga perlu dipahami. ”Jangan sampai hilirisasi industri hanya semata memenuhi ambisi hilirisasi tetapi tidak memperhatikan demand masyarakat internasional atau buyer. Contoh, kopi, market ingin certified label, tapi kita baru bisa ekspor green bean,” ujarnya kepada wartawan.
Selain itu, semua kepingan penting dalam rantai pasok perlu disiapkan di dalam negeri. Hilirasi juga memerlukan produk tengah (intermediate) selain bahan baku. Bila produk tengah ini belum ada, investor bisa diundang untuk membangun pabrik yang memproduksi produk tengah ini.