Saat ini tengah disiapkan revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Nantinya, diharapkan penyaluran BBM bersubsidi lebih tepat sasaran.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) memperluas pendataan kendaraan melalui laman dan aplikasi MyPertamina secara bertahap yang kini sudah dilaksanakan di 50 kabupaten dan kota. Itu sebagai upaya agar penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi, seperti pertalite dan biosolar, tepat sasaran. Adapun pemberlakuan pembatasan masih menunggu revisi peraturan presiden.
Pendaftaran kendaraan di MyPertamina dibuka sejak 1 Juli 2022 untuk kendaraan roda empat. Lewat laman subsiditepat.mypertamina.id, pendaftar akan diminta memasukkan sejumlah data, seperti nama, nomor telepon, kartu tanda penduduk (KTP), nomor polisi, dan kapasitas mesin (cc) kendaraan, serta foto kendaraan.
Setelah mendaftar, pengguna akan mendapat kode QR yang melekat pada kendaraan, bukan orang. Kendati dibuka untuk semua warga, transaksi dengan pemindaian kode QR awalnya diuji coba di 10 daerah, yakni Kota Bukittinggi, Padang Panjang, Kabupaten Agam, Tanah Datar (Sumatera Barat); Banjarmasin (Kalimantan Selatan); Bandung, Tasikmalaya, Sukabumi, Ciamis (Jawa Barat); Manado (Sulawesi Utara); dan Yogyakarta (DI Yogyakarta).
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, melalui keterangan tertulis, Minggu (24/7/2022), mengatakan, hingga kini proses pendaftaran masih berlangsung, baik melalui gerai pendaftaran di SPBU/lokasi yang ditentukan, laman subsiditepat.mypertamina.id, maupun aplikasi MyPertamina di ponsel pintar.
Hingga 23 Juli 2022, kendaraan yang telah didaftarkan MyPertamina mencapai lebih dari 220.000 unit. ”Dari total yang terdaftar, hampir 80 persen kendaraan yang didaftarkan adalah jenis kendaraan yang mengonsumsi pertalite, (sedangkan) sisanya adalah pengguna solar subsidi (biosolar),” ujar Irto.
Irto menambahkan, masyarakat yang mendaftarkan kendaraannya pada program Subsidi Tepat tersebut tak terbatas pada kota atau kabupaten yang telah ditentukan untuk uji coba, tetapi dari semua provinsi di Indonesia. Pertamina beberapa waktu lalu memperluas wilayah pendaftaran menjadi 50 kabupaten/kota.
”Pertamina Patra Niaga secara bertahap akan terus memperluas wilayah program Subsidi Tepat. Perluasan ini tentu dibarengi dengan evaluasi. (Itu terkait) bagaimana kesiapan sistem serta kesiapan di lapangan dalam menentukan wilayah mana yang akan menjalankan program Subsidi Tepat,” katanya.
Guna memudahkan masyarakat, lanjut Irto, Pertamina Patra Niaga terus menyediakan gerai pendaftaran langsung. Menurut Irto, ada petugas yang membantu warga dalam mengisi data serta dokumen-dokumen pendukung. Oleh karena itu, masyarakat yang tidak memiliki ponsel atau akses internet tetap bisa mendaftarkan kendaraannya.
Kendati pendaftaran program tersebut terus dibuka, pembelian pertalite dan solar bersubsidi masih seperti biasa dan belum diberlakukan pembatasan. Irto menuturkan, ke depan, program Subsidi Tepat akan disinergikan dengan regulasi penetapan penyaluran BBM yang akan dikeluarkan oleh pemerintah.
Sebelumnya, menurut data Pertamina Patra Niaga, dengan tren konsumsi pertalite saat ini, diperkirakan realisasi penjualan pertalite dan biosolar akan melebihi kuota pada akhir tahun. Dengan asumsi tidak ada pengaturan, realisasi penyaluran pertalite pada akhir 2022 diperkirakan mencapai 28 juta kiloliter (KL) atau melebihi kuota yang sebanyak 23,05 juta KL. Sementara penyaluran biosolar diperkirakan mencapai 17,72 juta KL dari kuota yang sebanyak 14,91 juta KL (Kompas, 1/7).
Revisi perpres
Sebelumnya, pemerintah resmi memutuskan pertalite sebagai jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP), sebagai pengganti premium. Dengan demikian, ada kompensasi yang diberikan pemerintah kepada Pertamina yang menjual BBM jenis tersebut di bawah harga keekonomian. Harga jual pertalite Rp 7.650 per liter.
Dalam regulasi yang berlaku saat ini tidak ada pembatasan. Artinya, kendaraan mewah pun masih bisa diisi dengan Pertalite, yang notabene kini disubsidi pemerintah. Oleh karena itu, saat ini tengah disiapkan Revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Saleh Abdurrahman, saat ditanya apakah pemberlakuan pembatasan akan dimulai 1 Agustus 2022, menjawab, ”Kalau 1 Agustus saya belum tahu. Perpres terbit dulu. Lalu sosialisasi. Baru implementasi,” ujarnya melalui pesan singkat, Minggu (24/7/2022).
Mengenai kriteria kendaraan roda empat yang nantinya masih boleh menggunakan pertalite, Saleh menyebut ada dua opsi. Pertama ialah mobil dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc. Kedua, di bawah 2.000 cc. Sementara sepeda motor yang masih boleh menggunakan pertalite ialah motor dengan kapasitas mesin di bawah 250 cc.
Terpisah, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Surabaya, Rossanto Dwi Handoyo, saat dihubungi, Minggu, menilai, pemerintah memang menghadapi dilema. Pasalnya, kini masyarakat mulai kembali beraktivitas dan ekonomi kembali berjalan. Kendati harga minyak mentah saat ini jauh di atas asumsi APBN 2022, kenaikan harga bakal memicu inflasi dan akan berdampak pada perekonomian.
Akhirnya, pemerintah pun tetap menahan untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi, seperti pertalite. ”Pemerintah pasti berpikir ulang jika tidak kasih subsidi (harga BBM dinaikkan). Pasalnya, subsidi ini adalah bantalan utama setelah pandemi Covid-19. Konsekuensi logisnya akhirnya dicoba untuk membatasi BBM terutama untuk kalangan menengah ke atas,” katanya.
Akan tetapi, Rossanto mengingatkan bahwa kenaikan harga minyak mentah dunia dipengaruhi situasi geopolitik, yakni perang Rusia-Ukraina. Apabila situasi berlarut, bukan tak mungkin harga minyak yang saat ini masih di kisaran 100 dollar AS per barel terus meningkat karena pasokan dan permintaan bisa jadi kian terkendala. Maka, segalanya mesti disiapkan.
”Pada titik itu, subsidi berapa pun (APBN) akan jebol juga. Jadi, tidak ada jaminan untuk terus tidak menaikkan harga BBM. Dalam kondisi itu, akan sangat berat bagi pemerintah negara mana pun, terutama net importer,” ucapnya.