Soal Ekspor Ayam ke Singapura, Peternak Mandiri Berharap Pasar Lebih Terbuka
Selain mendorong daya saing di dalam negeri, langkah perusahaan peternakan skala besar mengekspor ayam diharapkan mengurangi tekanan di pasar dalam negeri. Peternak mandiri berharap dapat tempat lebih di ”pasar becek”.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para peternak menyambut baik mulai diekspornya ayam karkas beku oleh perusahaan besar ke Singapura. Selain meningkatkan daya saing produksi dalam negeri, langkah itu juga dinilai akan menurunkan tekanan pasar di dalam negeri. Perusahaan besar diharapkan fokus ekspor. Dengan demikian, ”pasar becek” di dalam negeri akan lebih terbuka untuk peternak mandiri.
Sebelumnya, di Jakarta, pada Rabu (13/7/2022), Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melepas ekspor 50 ton ayam karkas beku dan ayam olahan senilai Rp 2 miliar ke Singapura. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, perusahaan yang mengekspor produk tersebut, telah menandatangani kesepakatan ekspor 1.000 ton hingga akhir 2022.
Ekspor ayam itu menjadi bagian dari keterlibatan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan Singapura yang tengah mengalami krisis ayam. Sebab, per 1 Juni 2022, Malaysia menyetop pasokan ayamnya ke Singapura yang rata-rata mencapai 3,6 juta ekor per bulan guna menstabilkan harga dan produksi di dalam negerinya. Pada 14 Juni 2022 jenis ayam kampung dan ayam hitam Malaysia diekspor lagi, tetapi jenis broiler belum.
Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Sugeng Wahyudi, Kamis (14/7/2022), berpendapat, pihaknya menyambut baik mulai diekspornya produk peternakan unggas Indonesia ke Singapura. Hal itu nantinya diharapkan berimbas pada peningkatan daya saing peternak dalam negeri, khususnya peternak mandiri atau rakyat.
”(Hal yang menjadi) jauh lebih penting adalah ekspor itu akan mengurangi tekanan pasar dalam negeri. Jadi, perusahaan besar akan berorientasi untuk mengirim produksinya ke Singapura atau negara-negara lain. Sementara kami, peternak yang hanya berbudidaya ini, bisa memasarkan produk ke pasar-pasar tradisional atau becek, yang memang menjadi segmen pasar kami,” ujar Sugeng.
Menurut Sugeng, perusahaan-perusahaan besar ada yang membudidaya unggasnya sendiri dan ada yang bermitra dengan para peternak. Sementara peternak mandiri/rakyat, yang jumlahnya sekitar 20 persen dari total peternak, membeli sarana produksi dari perusahaan-perusahaan. Mereka kemudian memelihara sendiri dan memasarkan di pasar-pasar tradisional.
Dengan mengekspor ayam ke Singapura, yang notabene memiliki standar pangan yang ketat, akan ada efisiensi di perusahaan. ”Kami harap nantinya ditularkan kepada kami peternak mandiri. Misalnya mengenai harga. Sebab, saat ini porsi biaya pakan dalam budidaya unggas mencapai 70 persen. Kami berharap juga bisa efisien dari aspek teknis ataupun harga,” ujarnya.
Guru Besar pada Fakultas Peternakan IPB University Niken Ulupi menuturkan, mulai masuknya produk unggas Indonesia ke pasar Singapura menjadi hal positif dan prestise. Nantinya, hal tersebut berpotensi memberi dampak berantai karena industri-industri lain akan berlomba untuk menembus pasar internasional.
Akan tetapi, langkah itu diharapkan tidak sekadar menggebu-gebu, tetapi ada arah pembenahan. Jaminan kualitas produk dalam negeri mesti ikut meningkat meski syarat-syarat seperti sertifikasi dan pengujian sudah ada. Semua perlu disiapkan lebih baik. ”Sebab, hal-hal seperti itu tidak bisa dilakukan petenak mandiri, kecuali difasilitasi,” kata Niken.
Pembinaan dan pendampingan kepada para peternak rakyat juga mesti dilakukan, misalnya tidak lagi menyalahgunakan antibiotik untuk ayam broiler. ”Ayam diliarkan, yang penting tidak sakit dengan diberi antibiotik. Padahal, itu berdampak buruk bagi konsumen. Berbahaya. Yang masih melakukan seperti itu mesti disadarkan,” katanya, menambahkan.
Dikutip dari laman SFA, ekspor daging ayam beku dan olahan dari Indonesia mendapat persetujuan ekspor pada 30 Juni 2022. Tiga perusahaan yang disetujui ialah PT Charoen Pokphand Indonesia-Food Division dan PT Ciomas Adisatwa-Plant Pemalang (ayam beku dan potong), serta PT Charoen Pokphand Indonesia (daging ayam olahan).
Sebelumnya, pada 1 Juni 2022, dari laman yang sama, SFA juga mengeluarkan daftar perusahaan yang mendapat persetujuan ekspor produk pangan ke Singapura. Dalam daftar itu, perusahaan yang mengirim ayam beku berasal dari Australia, Brasil, dan Thailand.
Stabilitas
Mengenai stabilitas harga ayam di tingkat peternak, kata Sugeng, dalam tiga bulan terakhir relatif terjaga. Artinya, fluktuasi harga tidak esktrem. Kendati demikian, jika dibandingkan penurunan harga beberapa tahun belakangan, apa yang didapat peternak pada tahun ini belum mampu menutupinya.
Pihaknya berharap peran Badan Pangan Nasional. ”Kendati masih baru, Badan Pangan Nasional menjadi hal baik. Bagi kami, yang utama ialah implementasinya, bukan sekadar wacana. Sekecil apa pun langkah harus dimulai sehingga saat harga turun, kami tidak ribut-ribut. Terjaganya keseimbangansupply-demandini penting,” ucap Sugeng.
Sementara itu, Niken mendorong implementasi kebijakan agar para peternak mandiri bisa berkolaborasi dengan rumah potong unggas serta tersedianya sarana pendingin. Dengan demikian, saat ada suplai berlebih, kelebihannya dapat disimpan dalam bentuk beku yang akhirnya menahan harga di pasar tidak jatuh.
Ia juga mendorong validitas dan keandalan data. ”Terkadang sulit diterka, ada data berbeda antara data yang satu (lembaga) dan yang lainnya. Kami sebagai akademisi memegang yang tertulis resmi. Perlu ada tinjauan dari regulasi yang ada. Yang utama harus mengakomodasi kepentingan banyak pihak sehingga tak perlu ada yang berbuat curang,” kata Niken.
Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi, Kamis, mengatakan, pihaknya mengapresiasi PT Charoen Pokphand Indonesia, yang mengekspor produk peternakan ke Singapura. Menurut dia, sinergi semua pihak penting. ”Dalam proses ini ada triple helix. Kami beri apresiasi kepada Charoen Pokphand, ITB (Institut Teknologi Bandung), dan Kementerian Pertanian. Juga tidak kalah penting adalah komunitas. Sinergi yang ini harus dicontoh oleh semua,” ujar Arief.
Selain mengekspor ayam ke luar negeri, Charoen Pokphand juga bekerja sama dengan ITB untuk mengembangkan mobile corn dryer (MCD) di dalam negeri. Lewat itu, petani dapat menjaga kualitas jagungnya segera setelah dipanen. Menurut Arief, hal itu berkaitan erat dengan stabilitas harga di tingkat petani dan pedagang.