Ekspor Ayam Beku ke Singapura Diharapkan Jadi Pembuka Jalan
Indonesia memanfaatkan peluang krisis ayam di Singapura dengan mengekspor 1.000 ton ayam hingga akhir 2022. Ekspor ke negara yang selama ini dikenal ketat soal standar pangan itu diharapkan menjadi pembuka jalan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 50 ton produk ayam karkas beku dan ayam olahan asal Indonesia, senilai Rp 2 miliar, diekspor ke Singapura yang tengah krisis ayam akibat terhentinya pasokan dari Malaysia. Ekspor tersebut akan dilanjutkan bertahap hingga 1.000 ton pada akhir 2022. Ekspor perdana produk unggas ke Singapura ini menghadirkan peluang sekaligus tantangan.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, saat melepas ekspor oleh PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk di Jakarta, Rabu (13/7/2022), mengatakan, bersamaan dengan ekspor ke Singapura, dilepas juga produk olahan unggas ke Jepang dan dan ayam karkas ke Timor Leste. Volumenya masing-masing 12 ton atau senilai Rp 1 miliar.
Menurut dia, keberhasilan ekspor ke Singapura menjadi bukti bahwa produk peternakan Indonesia terjamin, baik dari sisi kualitas maupun keamanan pangan. Hal itu diharapkan menjadi pembuka jalan untuk menembus negara-negara lain.
”Ini membuktikan Indonesia semakin mendapat kepercayaan dunia, kesiapan produk-produk pertanian kita, lebih khusus produk ternak kita layak dan mampu memenuhi standar yang dibutuhkan pasar ekspor,” ujar Syahrul, dalam keterangannya.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi daging ayam nasional saat ini 3,8 juta ton per tahun. Jumlah tersebut dapat memenuhi kebutuhan daging ayam dalam negeri. Untuk itu, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, komoditas yang produknya berlebih didorong untuk mampu menangkap peluang ekspor.
”Seperti ekspor (ayam beku ke Singapura) ini. Jika kita lihat perkembangan unggas dan telur yang jumlahnya cukup luar biasa dan tercatat over stock, kenapa tidak kita dorong (ekspor). Tentunya dengan tetap menempatkan kepentingan nasional di atas segalanya,” kata Syahrul.
Presiden Komisaris PT Charoen Pokphand Indonesia, Hadi Gunawan, mengatakan, produk unggasnya telah tersertifikasi dan diakui secara internasional, seperti Sertifikasi Halal, Good Manufacturing Practice (GMP), dan Food Safety System Certification (FSSC) 22000. Selain itu, juga terdapat nomor kontrol veteriner sehingga bisa masuk Jepang, Papua Niugini, Timor Leste, dan Qatar.
Ekspor ke Singapura juga terwujud, antara lain, berkat kerja sama Kementerian Pertanian dengan Singapore Food Agency (SFA). Pihaknya telah menandatangani kerja sama dengan importir Singapura sebanyak 1.000 ton hingga akhir 2022. ”Kami berharap hal ini akan dapat menjadi jalan pembuka bagi produk-produk unggas untuk menembus pasar dunia,” kata Hadi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang bersumber dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, produksi daging ayam ras pedaging nasional adalah 3,5 juta ton pada 2019, lalu turun jadi 3,2 juta ton pada tahun 2020. Pada 2021, produksi kembali meningkat menjadi 3,4 juta ton.
Sementara pada dokumen Peternakan dalam Angka Tahun 2021, kebutuhan daging ayam ras nasional pada 2021 ialah 3,2 juta ton. Dengan produksi yang mencapai 3,4 juta ton, ada surplus 227.122 ton.
Penyetopan ekspor
Sebelumnya, seperti dilaporkan Channel News Asia, Malaysia menyetop pasokan ayam ke Singapura, mencapai 3,6 juta ekor per bulan, mulai 1 Juni 2022. Kebijakan itu diambil hingga produksi dan harga domestik di negeri jiran itu stabil. Pada 14 Juni, Malaysia membuka kembali ekspor ke Singapura, tetapi hanya untuk jenis ayam kampung dan ayam hitam. Sementara ekspor ayam broiler, jenis terbanyak yang dipasok, belum dibuka.
Indonesia menjadi salah satu negara terakreditasi untuk mengirim produk ayam ke Singapura guna memenuhi kebutuhan di negara itu. Dikutip dari laman SFA, ekspor daging ayam beku dan olahan dari Indonesia mendapat persetujuan ekspor pada 30 Juni 2022. Tiga perusahaan yang disetujui adalah PT Charoen Pokphand Indonesia-Food Division dan PT Ciomas Adisatwa-Plant Pemalang (ayam beku dan potong) serta PT Charoen Pokphand Indonesia (daging ayam olahan).
Pengamat ekonomi pertanian dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas (Unand), Padang, Muhammad Makky, saat dihubungi, mengatakan, dengan terbukanya pasar ekspor ke Singapura, diharapkan ada perbaikan kesejahteraan peternak. Diversifikasi penting agar tak hanya mengandalkan pasar dalam negeri. Perusahaan besar akan lebih banyak menyerap produksi peternak mitra.
Saat ini, produksi ayam dalam negeri memang surplus. Namun, adanya disparitas harga lokal dan ekspor juga perlu diwaspadai. ”Perlu ada regulasi dan segera diimplementasikan. Jangan sampai karena pasar ekspor terbentuk, lalu (diutamakan) keluar. Jadi, ini peluang yang baik untuk ditangkap, tetapi perlu disertai peraturan,” kata Makky, yang juga Direktur Kerja Sama dan Hilirisasi Riset Unand.
Aturan itu diharapkan mengatur, misalnya, ekspor dilakukan jika produksi telah memenuhi ambang minimum kebutuhan. Hal itu dapat diukur, antara lain, dengan kebutuhan per kapita terkait produk hewani, seperti perikanan, unggas, sapi, kerbau, dan lainnya. Dalam regulasi, sangat diperlukan sudut pandang sejumah pihak, termasuk masyarakat, akademisi, pengusaha, hingga komunitas terkait produk hewan itu.
Terbukanya ekspor ke Singapura, yang terkenal ketat dalam standar pangan, menjadi kabar baik dan diharapkan membuat peluang makin terbuka. Namun, potensi dampaknya pada pakan ternak perlu diwaspadai. Apabila pasar ekspor terus berkembang, ada kemungkinan standar kesehatannya mengikuti keamanan di Singapura.
Kendati perbaikan standar menjadi hal baik, dampaknya pada kenaikan harga pakan mesti diperhatikan. ”Sementara saat ini saja harga sudah luar biasa tinggi bagi peternak rakyat. Itu bisa memengaruhi suplai dan demand. Semua pihak, termasuk kementerian-kementerian terkait, mesti bersinergi untuk membuat kestabilan suplai dan demand, serta terus memberi edukasi kepada peternak. Kesejahteraan peternak diutamakan,” kata Makky.