Penyederhaan Tarif Dinilai Bisa Optimalkan Penerimaan Cukai
Pemerintah direkomendasikan untuk mengurangi kesenjangan tarif cukai dan harga jual eceran antargolongan produksi dengan meningkatkan tarif dan harga jual eceran terendah.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerimaan negara yang bersumber dari sektor cukai dinilai akan lebih optimal melalui penyederhanaan tarif cukai hasil tembakau atau CHT. Kesenjangan tarif cukai dan harga jual eceran di antara setiap golongan produk hasil tembakau saat ini memberikan opsi bagi perokok untuk menghindari tarif tinggi CHT sehingga upaya penurunan prevalensi merokok ikut terhambat.
Ekonom Universitas Indonesia, Vid Adrison, menilai kebijakan penyederhanaan struktur tarif CHT yang telah dilakukan pemerintah selama ini belum cukup untuk mengoptimalisasi penerimaan negara dari cukai produk tembakau. Banyaknya tingkatan dalam struktur tarif cukai hasil tembakau memungkinkan beberapa merek rokok mendapatkan tarif cukai yang lebih rendah.
”Kondisi ini memungkinkan perokok berpindah ke produk yang lebih murah jika ada kenaikan tarif cukai,” ujarnya saat dihubungi Selasa (5/7/2022).
Dengan mempersempit kesenjangan tarif dan harga antar-produk tembakau, diharapkan penerimaan negara melalui CHT dapat semakin optimal sekaligus tujuan penurunan prevalensi merokok dapat terwujud.
Tarif cukai rokok ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021. Dalam aturan ini tarif cukai rokok dibedakan menjadi delapan lapisan atau layer dengan penggolongan sesuai dengan batasan jumlah produksinya. Besaran tarif cukai rokok pun menjadi beragam dengan rentang harga jual eceran per batang yang jauh mulai Rp 505 per batang hingga Rp 1.905 per batang.
Vid merekomendasikan agar pemerintah mengurangi kesenjangan tarif cukai dan harga jual eceran antargolongan produksi dengan meningkatkan tarif dan harga jual eceran terendah. Dengan mempersempit kesenjangan tarif dan harga antarproduk tembakau, diharapkan penerimaan negara melalui CHT dapat semakin optimal sekaligus tujuan penurunan prevalensi merokok dapat terwujud.
”Selama ini penerimaan negara menjadi tidak optimal karena beberapa produsen bisa memilih tarif cukai yang lebih rendah. Selain itu, prevalensi merokok tidak akan menurun jika perokok bisa memilih produk dengan tarif cukai yang rendah,” ujarnya.
Pada awal tahun ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah melakukan penyederhanaan tarif dari sepuluh tingkat lapisan menjadi delapan tingkat lapisan. Kebijakan tersebut diharapkan pemerintah dapat mendorong pengurangan perbedaan harga rokok di pasaran dan meningkatkan pendapatan negara.
Kementerian Keuangan melaporkan, penerimaan cukai hingga semester I-2022 sebesar Rp 121,5 triliun atau tumbuh 33 persen dari penerimaan cukai semester I-2021 sebesar Rp 91,3 triliun. Penerimaan ini sudah terealisasi sebanyak 40,42 persen dari target penerimaan cukai yang dicanangkan pemerintah tahun ini sebesar Rp 203,92 triliun.
Penerimaan CHT mendominasi penerimaan cukai keseluruhan dengan persentase mencapai 96,3 persen atau sebesar Rp 117,6 triliun, disusul oleh penerimaan cukai dari minuman mengandung etil alkohol sebesar 3,19 triliun, lalu penerimaan cukai dari produk etil alkohol sebesar Rp 60 miliar.
Ekonom senior, Faisal Basri, menilai pembagian golongan tarif CHT ke dalam delapan tingkatan masih kurang efektif untuk memberikan dampak penurunan prevalensi merokok dan optimalisasi penerimaan negara. Dia mencontohkan negara-negara lain seperti Singapura hanya menggunakan satu golongan tarif produk tembakau.
”Kita delapan itu masih sangat banyak dan boleh dikatakan cenderung kurang efektif. Delapan tingkatan itu masih memberikan tingkat kemampuan manuver yang tinggi kepada perusahaan-perusahaan rokok untuk menyiasati kenaikan cukai,” ujarnya.
Menurut Faisal, terdapat dua kelemahan dari mekanisme sistem cukai di Indonesia. Pertama, kenaikan cukai rokok tidak diikuti dengan kenaikan harga eceran per batang sehingga efek kenaikan cukai bisa ditekan pabrik rokok dengan mengurangi profit. Adapun yang kedua, kenaikan cukai rokok dapat disiasati pabrik rokok dengan mengurangi jumlah batang dalam setiap bungkus.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Kepatuhan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, penyederhanaan tarif CHT telah dilakukan tahun ini sebagai upaya optimalisasi penerimaan cukai. Meskipun penyederhanaan sudah dilakukan, pemerintah tidak berhenti mengkaji dampak setiap kebijakan.
Nirwala menambahkan, optimalisasi penerimaan negara melalui penerimaan cukai juga dilakukan melalui kajian perencanaan pemerintah untuk menambah obyek cukai pada kantong plastik dan minuman gula atau berpemanis.
Sebelum ekstensifikasi barang kena cukai diimplementasikan, pemerintah perlu melakukan kajian secara matang mengenai skema dan dampaknya pada perekonomian. Pemerintah, lanjutnya, masih perlu melakukan sejumlah kajian agar ekstensifikasi barang kena cukai tidak mengganggu tren pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
Editor:
MUHAMMAD FAJAR MARTA
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.