Usaha olahan ikan didorong untuk meningkatkan nilai tambah dan menumbuhkan konsumsi ikan. Pertumbuhan angka konsumsi ikan masih di bawah target.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produk ikan olahan terus didorong untuk meningkatkan konsumsi ikan nasional. Diversifikasi produk olahan diharapkan dapat menaikkan minat mengonsumsi ikan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan angka konsumsi ikan nasional hingga tahun 2024 sebanyak 62,05 kilogram per kapita setara ikan utuh segar. Pertumbuhan konsumsi ikan nasional pada periode 2020–2024 ditargetkan 2,43 persen per tahun.
Pada tahun 2021, angka konsumsi ikan nasional tercatat 55,37 kg per kapita atau hanya tumbuh 1,48 persen dibanding tahun 2020 yang sebanyak 54,56 kg per kapita. Adapun pertumbuhan angka konsumsi ikan nasional pada tahun 2020 hanya tumbuh 0,11 persen dibandingkan tahun 2019 yang sebanyak 54,5 kg per kapita.
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan KKP I Nyoman Radiarta mengemukakan, pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan dan pemanfaatan teknologi olahan diperlukan untuk menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan pasar.
Pelatihan diversifikasi olahan ikan, antara lain, dilakukan di Lampung Timur, Provinsi Lampung. Upaya pelatihan juga diharapkan mendorong tingkat konsumsi ikan masyarakat. Angka konsumsi ikan di Provinsi Lampung tercatat masih 36,66 kg per kapita per tahun.
”Kami mendorong seluruh peserta untuk dapat berkecimpung di usaha olahan ikan untuk meningkatkan investasi serta pemanfaatan teknologi, tentunya untuk menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan pasar saat ini,” ujarnya, dalam keterangan pers, Minggu (3/7/2022).
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Dwita Ria Gunadi, mengemukakan, proses pengolahan ikan dapat memberi nilai tambah, serta bisa disimpan dan dijual dengan harga yang lebih tinggi. Selain itu, peningkatan konsumsi ikan dapat menurunkan angka tengkes.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018, sebanyak 30,8 persen anak balita mengalami pertumbuhan kerdil akibat kekurangan gizi kronis.
Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) Lilly Aprilya Pregiwati mengemukakan, Indonesia saat ini masih menghadapi permasalahan gizi di masyarakat. Tahun ini KKP memfokuskan program gemar makan ikan untuk penurunan angka tengkes.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Artati Widiarti menilai, Indonesia dinilai memiliki modal besar untuk membantu peningkatan kecerdasan anak bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau dan luas perairan laut 6,4 juta kilometer persegi atau sekitar 70 persen total luas wilayah Indonesia, potensi kekayaan sumber daya ikan beraneka ragam dan melimpah di hampir seluruh wilayah.
”Kekayaan ini merupakan modal dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia demi mendukung program ketahanan pangan dan gizi nasional,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Kandungan protein dan Omega-3 yang tinggi pada ikan sangat relevan sebagai salah satu sumber protein dalam mendukung program prioritas penanganan tengkes. Selain itu, kandungan gizi yang lengkap pada ikan juga memiliki peran penting dalam 1.000 hari pertama kehidupan.