Hilirisasi Kelapa Sawit oleh Koperasi Terus Dijajaki
Kementerian Koperasi dan UKM menjajaki pendirian pabrik pengolahan kelapa sawit berbasis koperasi sebagai alternatif solusi mengatasi keluhan petani sawit. Pendirian pabrik diinisiasi.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Koperasi dan UKM menjajaki pendirian pabrik pengolahan kelapa sawit berbasis koperasi sebagai alternatif solusi untuk memperbaiki kesejahteraan petani kelapa sawit. Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, misalnya, koperasi petani sawit didorong segera merealisasikan pendirian pabrik untuk menghasilkan minyak sawit mentah atau CPO, minyak goreng, dan minyak makan merah.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Jumat (1/7/2022), berdiskusi dengan para pengurus Koperasi Unit Desa Tiku V Jorong dan para petani sawit di Kabupaten Agam, Padang, Sumatera Barat. ”Jika pabrik ini terbangun, saya berharap kita akan lebih mampu menjaga suplai minyak goreng di masyarakat yang selama ini masih dirasakan bermasalah,” kata Teten, sebagaimana dikutip dari pernyataan pers.
Dalam diskusi tersebut, Teten lebih banyak mendengarkan keluhan para petani kelapa sawit yang kini didera penurunan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Para petani sawit yang juga anggota KUD Tiku V Jorong mengeluhkan, setelah dibukanya kembali keran ekspor, pendapatan para petani kelapa sawit justru kian tergerus.
Petani menginginkan adanya tindak lanjut dari turunnya harga TBS yang menekan pendapatan.
Mereka meminta dukungan Kemenkop dan UKM supaya pabrik bisa segera dibangun sehingga kelapa sawit bisa diolah sendiri menjadi minyak goreng. Petani menginginkan adanya tindak lanjut dari turunnya harga TBS yang menekan pendapatan. Selain itu, mereka juga mengharapkan adanya bantuan pembiayaan ke petani lewat koperasi.
Menjawab hal itu, Teten mengatakan, pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit oleh koperasi sangat penting, termasuk bagi KUD Tiku V Jorong, supaya petani tak lagi bergantung kepada pabrikan industri besar dan mampu menciptakan nilai tambah bagi hasil perkebunan mereka.
Darmawan, Pengurus KUD Tiku V Jorong, mengatakan, saat ini KUD mengelola sekitar 3.000 hektar lahan pertanian kelapa sawit. Dengan 3.700 anggota petani, KUD memiliki aset sekitar Rp 142 miliar dan telah berusia 30 tahun.
”Dana yang sudah kita dibagikan ke peserta KUD sebanyak Rp 136 miliar, dengan masing-masing peserta hasil mendapat Rp 221 juta per keluarga,” kata Darmawan.
Untuk mengatasi terjadinya penurunan harga sawit, KUD Tiku V Jorong mencari cara agar kelapa sawit bisa tetap terjual dengan harga wajar di pasaran. Saat ini, petani memiliki harapan untuk membangun sebuah pabrik pengolahan kelapa sawit menjadi minyak goreng.
”Mulai dari lahan seluas 16,5 hektar, kelengkapan dokumen, hingga izin pendirian pabrik sudah kami siapkan. Kami mohon dukungannya kepada Kemenkop dan UKM,” ujar Darmawan.
Menginisiasi
Saat ini Kemenkop dan UKM sedang menginisiasi pilot project program Hilirisasi Produk Sawit Rakyat melalui inovasi minyak makan merah sebagai produk fungsional melalui koperasi. Pada program itu, dihasilkan produk akhir berupa minyak makan merah. Produk ini dinilai lebih sehat dari minyak goreng komersial karena mempertahankan fitonutrien (Vit A, Vit E dan Squalene).
”Bahkan, dapat mengatasi gizi buruk atau stunting pada anak, serta produk sampingannya dapat dikembangkan menjadi bahan baku kosmetik dan sabun,” kata Teten.
Untuk itu, strategi yang dilakukan adalah pendampingan kelembagaan koperasi. Selain itu, akses pembiayaan untuk koperasi diperluas melalui LPDB-KUMKM sebagai modal kerja berkolaborasi dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk modal investasi dan BRI dengan skema KUR Klaster bagi kelompok petani.
Bersama Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Kota Medan juga telah dilaksanakan pilot plant teknologi minyak makan merah yang didemonstrasikan pada 9 Juni 2022. Pengembangan SNI produk baru Minyak Makan Merah oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN), serta piloting pengembangan minyak makan merah oleh koperasi di enam provinsi (Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat).
”Adanya inovasi minyak makan merah ini akan mewujudkan kemandirian sawit rakyat melalui hilirisasi produksi sawit dari TBS ke CPO dan dari CPO ke minyak makan merah oleh koperasi untuk meningkatkan nilai tambah petani sawit,” tutur Teten.
Inovasi minyak makan merah ini akan mewujudkan kemandirian sawit rakyat melalui hilirisasi produksi sawit.
Ia berharap inisiasi ini dapat berjalan dengan baik karena tahapan diawali dengan adanya inovasi. Kemudian, terbangun kolaborasi yang selanjutnya ada akselerasi dari berbagai pihak sehingga dapat memberikan hasil sesuai yang diharapkan bersama.
Indonesia merupakan negara produsen terbesar minyak sawit dunia, yang total produksi sawitnya menembus 50 juta ton per tahun. Namun, dari data BPS Statistik Kelapa Sawit (2020) sebanyak 14,59 juta hektar total luas perkebunan sawit di Indonesia, hanya sekitar 6,04 juta hektar atau 41 persen dikelola oleh petani swadaya dan 35 persen di antaranya adalah hasil dari sawit rakyat. Hilirisasi kelapa sawit oleh rakyat belum optimal.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) M Edwin Syahputra Lubis mengungkapkan, pihaknya telah menghasilkan inovasi minyak makan merah yang diharapkan menjadi upaya dan langkah baru dalam rangka pengentasan stunting, sekaligus pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui koperasi agar usahanya mampu naik kelas.
Minyak makan merah merupakan produk turunan dari minyak kelapa sawit dengan nutrisi berupa fitonutrein (karoten dan vitamin E) yang tinggi serta kualitas asam lemak yang sangat baik bagi kesehatan.
”Minyak makan merah juga dapat menjadi jawaban untuk pengentasan stunting karena minyak makan merah memiliki asupan vitamin yang unggul dibandingkan dengan minyak goreng biasa,” ucap Edwin.
Direktur Riset Perkebunan Nusantara Teguh Wahyudi menambahkan, ”Hal yang paling penting, kita menghadirkan teknologinya untuk digunakan oleh rakyat atau koperasi. Jadi, rakyat tidak hanya sampai TBS saja, tetapi juga mendapatkan nilai tambah.”
Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menuturkan, dengan inovasi minyak makan merah, TBS kelapa sawit dari petani tidak perlu lagi bergantung kepada pabrik minyak goreng.