Tuah investasi selaku motor pertumbuhan ekonomi diuji di tengah lesunya konsumsi rumah tangga. Publik menanti investasi berkualitas yang menyejahterakan, sekaligus sesuai prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola baik.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA, BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA, agnes theodora
·6 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Alat berat meratakan tanah dalam proyek konstruksi pendirian pabrik otomotif di kawasan industri GICC, Desa Sukamukti, Kecamatan Bojongmangu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (13/8/2020). Pemerintah tengah gencar berburu investor, khususnya ke bidang berbasis padat karya, untuk menekan dampak resesi. Sektor penanaman modal yang diincar, antara lain, industri alat kesehatan, energi, tambang, manufaktur, dan infrastruktur.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk besar, konsumsi rumah tangga menjadi andalan menggerakkan perekonomian nasional. Namun, di tengah tren meroketnya harga bahan kebutuhan pokok dan lesunya daya beli masyarakat belakangan ini, investasi di sektor riil ataupun keuangan mulai dibidik sebagai sumber pertumbuhan baru.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada triwulan I-2022, investasi dan konsumsi rumah tangga menjadi pendorong terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan komponen pengeluaran.
Investasi melalui pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh 4,09 persen dengan andil 30,44 persen terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan I-2022. Peningkatan laju investasi terlihat dari peningkatan penjualan semen serta volume penjualan kendaraan untuk barang modal.
Besaran kontribusi sektor investasi hanya berbeda tipis dari konsumsi rumah tangga, yang tumbuh 4,34 persen pada triwulan I-2022 dan berkontribusi 53,65 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, peran konsumsi rumah tangga terancam melesu. Meroketnya harga bahan kebutuhan pokok dan ancaman krisis pangan, di tengah pendapatan masyarakat yang tergerus inflasi, membuat sektor konsumsi rumah tangga untuk sementara tidak menjadi tumpuan utama.
Sebagai gantinya, investasi dibebani tugas sebagai motor pemulihan. Target investasi terus dinaikkan setiap tahun, apalagi seiring defisit APBN yang kembali dipatok ke 3 persen. Selisih defisit anggaran itu berdampak pada dinaikkannya target investasi, dari semula Rp 1.099,8 triliun menjadi Rp 1.250 triliun hingga Rp 1.400 triliun pada 2022.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Imam Soejoedi mengatakan, di tengah ekspektasi tinggi itu, pihaknya optimistis dapat memenuhi target. Kondisi perekonomian membaik, terlihat dari sektor riil yang mulai bergerak. ”Sudah banyak negara kembali membuka diri dan gencar berinvestasi,” ujarnya.
Kembali lancarnya kinerja investasi itu setidaknya terlihat dari realisasi investasi tahun 2021 yang melebihi target, yakni Rp 901,02 triliun, di atas target Rp 900 triliun dan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Rp 864 triliun.
Sementara itu, pada triwulan I-2022, realisasi investasi mencapai Rp 282,4 triliun, tumbuh 28,5 persen secara tahunan dan 16,9 persen secara triwulanan. Capaian itu menjadi rekor pertumbuhan tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Jika dibandingkan target investasi 2022 sebesar Rp 1.200 triliun, capaian pada triwulan I tahun ini sudah mencapai 23,5 persen.
Menarik para ”raksasa”
Salah satu siasat pemerintah untuk menarik investasi adalah menarik para investor ”raksasa” atau perusahaan multinasional besar yang unggul di bidangnya. Dominasi para investor raksasa ini khususnya terlihat pada proyek pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)
Pekerja menyelesaikan pengerjaan bangunan pabrik di Jalan MH Thamrin, Kota Tangerang, Kamis (15/7/2021). Momentum positif pemulihan ekonomi saat pandemi kembali tertahan dikarenakan adanya lonjakan kasus Covid-19 sejak Juni 2021.
Faktor Paling Bermasalah untuk Berusaha di Indonesia
Hal itu, antara lain, LG Energy Solution yang akan membangun pabrik komponen baterai kendaraan listrik senilai Rp 142 triliun. Selain itu, Hon Hai Precision Industry Co Ltd atau Foxconn, yang berinvestasi Rp 114 triliun untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik dari hulu ke hilir.
Ada pula Contemporary Amperex Technology Co Limited (CATL) yang akan mengembangkan proyek baterai kendaraan listrik senilai Rp 85,7 triliun. Belakangan, produsen mobil listrik Tesla Inc besutan Elon Musk juga sedang dijajaki untuk berinvestasi.
Untuk menampung para investor raksasa itu, pemerintah menyiapkan Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang seluas 4.300 hektar di Jawa Tengah sebagai pusat pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
Selain kendaraan listrik, kawasan itu juga akan menjadi ”rumah” untuk beberapa perusahaan raksasa di sektor lain, seperti Grup Nestle yang sedang melakukan ekspansi pabrik keempat di Indonesia, produsen pipa plastik Wavin yang juga sedang berekspansi, dan produsen kaca KCC Glass, yang berencana membangun pabrik kaca terbesar se-ASEAN di KIT Batang.
”Biasanya, investor melihat ’kapal induk’ yang besar-besar. Kalau yang besar-besar dan berisiko tinggi itu saja mau masuk ke kita, mereka lebih yakin dan menyusul. Investasi itu, kan, terkait trust. Kita bukan menjual angin surga, tetapi rasa percaya,” kata Imam.
Biasanya, investor melihat ”kapal induk ” yang besar-besar. Kalau yang besar-besar dan berisiko tinggi itu saja mau masuk ke kita, mereka lebih yakin dan menyusul.
Penyaluran kredit
Pemulihan ekonomi tidak hanya mengandalkan investasi di sektor riil semata. Sektor keuangan juga punya peran mendorong percepatan pemulihan ekonomi melalui pembiayaan atau penyaluran kredit. Penyaluran kredit itu menjadi cerminan dari laju pertumbuhan ekonomi.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menjelaskan, sektor keuangan berperan untuk memberikan investasi atau pembiayaan guna menggerakkan roda perekonomian. Khususnya permodalan ke segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi sangat krusial mengingat jumlahnya yang banyak dan kontribusinya yang besar.
JUMARTO YULIANUS
Berbagai produk UMKM dipamerkan dalam kegiatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) UMKM Expo II di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (29/1/2020). Kegiatan itu bertujuan mendekatkan UMKM dengan pasar atau pembeli dan memberikan dorongan serta motivasi kepada UMKM untuk terus-menerus berinovasi.
Selain pembiayaan UMKM, motor pertumbuhan ekonomi yang baru adalah pembiayaan ke segmen ekonomi hijau atau bisnis-bisnis berkelanjutan yang memenuhi prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (environment, social, governance/ESG).
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan, ESG ataupun proyek-proyek hijau merupakan tren global. Terlebih, sudah ada sejumlah kesepakatan berbagai negara, seperti Kesepakatan Paris pada 2016 untuk bersama-sama menurunkan emisi gas rumah kaca.
Ada banyak manfaat didapat dari implementasi ESG ataupun pengembangan proyek-proyek hijau. ”Di samping kelestarian lingkungan yang semakin terjaga, secara ekonomi juga ada potensi karena ke depan akan ada carbon trading (perdagangan karbon). Bahkan, proyek hijau sendiri bisa disertifikasi dan sertifikatnya bisa dijual di pasar global,” ujar Piter.
Kualitas investasi
Untuk meningkatkan kualitas investasi, peneliti Center of Trade, Industry, and Investment Institute for Development of Economics and Finance Ahmad Heri Firdaus mengingatkan pentingnya peta jalan (road map) agar investasi yang masuk benar-benar menyejahterakan masyarakat, memberikan nilai tambah pada perekonomian nasional, dan tidak merusak lingkungan.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Tenaga kerja asing beristirahat di sela-sela produksi proyek lapangan Jangkrik di Karimun Yard, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis (8/12/2016) Penggabungan antara lambung kapal dan geladak atas dengan berat 14.400 ton untuk fasilitas produksi proyek lapangan Jangkrik, wilayah kerja Muara Bakau dengan operator ENI yang terberat dan terbesar di Indonesia dilakukan di lokasi tersebut.
Beberapa tahun terakhir, serapan tenaga kerja merosot, tidak sejalan dengan investasi yang masuk. Pada 2013, misalnya, investasi senilai Rp 1 triliun masih bisa menyerap 4.954 tenaga kerja. Pada 2019, investasi Rp 1 triliun menyerap 1.438 orang. Kini, investasi Rp 1 triliun hanya menyerap 1.340 tenaga kerja.
”Kita belum punya road map untuk mendukung hilirisasi sektor strategis. Akhirnya, secara nilai memang fantastis, tetapi bagaimana efeknya terhadap penyerapan tenaga kerja? Investasi bukan sekadar angka, tetapi cara untuk menyejahterakan masyarakat,” kata Heri.
Peta jalan itu harus berisi sektor-sektor industri prioritas, wilayah yang diprioritaskan, dan kebijakan turunan untuk mendukung kualitas investasi itu. Dengan demikian, kebijakan lain dari segi perdagangan, insentif pajak, pengembangan tenaga kerja, bisa disesuaikan untuk mendukung pengembangan industri.
”Tidak ada lagi perkara banjir tenaga kerja asing di sebuah proyek investasi asing karena pengembangan kualitas tenaga kerja di daerah terkait sudah digencarkan untuk menyiapkan warga mengisi investasi yang masuk itu,” ujarnya.