Kesepakatan Reformasi WTO Bisa Berdampak pada Penyelesaian Sengketa RI
Komitmen untuk melakukan reformasi kelembagaan itu khususnya berkaitan dengan pembahasan sistem penyelesaian sengketa agar dapat berfungsi penuh pada tahun 2024.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konferensi Tingkat Menteri Ke-12 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyepakati komitmen untuk mereformasi kelembagaan organisasi tersebut agar dapat berfungsi penuh pada tahun 2024. Konsensus itu bisa berdampak pada penyelesaian sengketa dagang Indonesia dengan Uni Eropa.
Kesepakatan untuk melakukan reformasi kelembagaan itu menjadi salah satu hasil pembahasan dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Ke-12 WTO di Geneva, Swiss, dua pekan lalu.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko B Witjaksono, Senin (27/6/2022), mengatakan, komitmen untuk melakukan reformasi kelembagaan itu khususnya berkaitan dengan pembahasan sistem penyelesaian sengketa agar dapat berfungsi penuh pada tahun 2024.
Menurut dia, kesepakatan yang dihasilkan baru secara prinsip untuk menindaklanjuti rencana reformasi tersebut. ”Ini isu yang sudah cukup lama bergulir dan disuarakan sejumlah anggota. Akhirnya, sekarang semua anggota memiliki concern sama meski dengan perspektif berbeda. Intinya, semua sepakat WTO perlu direformasi,” ujarnya dalam konferensi pers.
Setidaknya ada tiga hal yang disepakati untuk direformasi, yaitu dari sisi perundingan, pengawasan (monitoring), serta mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan yang menjadi salah satu ranah utama fungsi WTO.
Djatmiko mengatakan, komitmen untuk melakukan reformasi itu bisa saja berdampak pada penyelesaian kasus sengketa dagang menyangkut Indonesia yang saat ini sedang bergulir, terutama dengan Uni Eropa (UE) menyangkut nikel dan produk kelapa sawit serta turunannya.
Awal tahun lalu, UE menggugat kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia ke WTO. Hal tersebut dibawa dalam pertemuan reguler Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) WTO. UE tercatat sudah dua kali secara resmi mengajukan gugatan yang sama. Kebijakan Indonesia dinilai tidak sejalan dengan ketentuan WTO dan dinilai merugikan kepentingan UE.
Komitmen untuk melakukan reformasi itu bisa saja berdampak pada penyelesaian kasus sengketa dagang menyangkut Indonesia yang saat ini sedang bergulir, terutama dengan Uni Eropa.
Sementara satu sengketa lainnya adalah gugatan UE terhadap produk kelapa sawit dan turunan asal Indonesia, yang sudah lebih lama bergulir di WTO. Beberapa argumentasi yang diajukan UE menyangkut aspek kesehatan, lingkungan, hak asasi manusia, perubahan iklim, dan penggunaan pekerja anak di industri sawit.
Menurut Djatmiko, penyelesaian kasus sengketa dagang RI-UE bisa saja tetap berlanjut tanpa menunggu penetapan appellate body (AB) atau anggota badan majelis banding, yang akan dilakukan seiring dengan reformasi kelembagaan di tubuh WTO. Namun, bisa juga menunggu penetapan AB.
”Jadi, semua tergantung para pihak. Sebab, selain dibawa ke tingkat banding, ada beberapa mekanisme lain yang sebenarnya diperbolehkan WTO, seperti forum bilateral atau multiparty interim arbitration. Jadi, kalau kita mau menunggu AB, ya mungkin bisa menunggu sampai AB berfungsi,” kata Djatmiko.
Sementara itu, peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengatakan, akan lebih baik jika penanganan kasus sengketa RI-UE terkait nikel dan sawit menunggu sampai reformasi dilakukan dan AB ditetapkan.
”Lebih baik menunggu terbentuknya AB, karena dengan itu kita bisa menyiapkan kajian yang lebih mendalam, justifikasi data, juga argumen yang kuat, supaya keinginan kita untuk tidak memenuhi permintaan UE bisa diterima,” kata Heri.
Pasalnya, ujar Heri, beberapa tuntutan yang diajukan UE berpotensi merugikan perekonomian nasional jika dipenuhi secara utuh tanpa argumentasi kuat. ”Misalnya, UE meminta agar government procurement (pengadaan barang dan jasa pemerintah) bisa dibukakan aksesnya. Itu, kan, tidak mungkin dipenuhi,” katanya.