Ekonomi RI Diprediksi Tetap Tumbuh Signifikan di Tengah Ketidakpastian Global
Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,8-5,3 persen pada triwulan II-2022. Capaian ini melanjutkan kinerja positif ekonomi nasional di triwulan I-2022 yang sebesar 5,01 persen.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi masyarakat yang kondusif dan minim terdampak gejolak ekonomi global membuat pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2022 mencapai 5 persen. Anggaran negara dimanfaatkan sebagai bantalan untuk membuat daya beli masyarakat tetap terjaga.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,8-5,3 persen pada triwulan II-2022. Indikator utama pendorong pertumbuhan adalah produksi dan konsumsi rumah tangga, yang memuncak saat momentum hari raya Idul Fitri.
Dia menjelaskan, seiring dengan bergairahnya aktivitas ekonomi, belanja pemerintah tidak lagi menjadi aktor utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti pada 2020 dan 2021 saat pandemi masih ganas.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara saat ini lebih berfungsi sebagai peredam kejut, khususnya untuk menjaga daya beli masyarakat berpendapatan rendah.
”Bahkan, APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) saat ini lebih berfungsi sebagai peredam kejut, khususnya untuk menjaga daya beli masyarakat berpendapatan rendah,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (23/6/2022).
Untuk menjaga daya beli masyarakat, sejak awal Januari hingga Mei 2023 pemerintah telah menyalurkan subsidi untuk masyarakat mencapai Rp 75,3 triliun, meningkat dari penyaluran subsidi sepanjang Januari-Mei 2021 yang sebesar Rp 56,5 triliun.
Nilai tersebut digunakan untuk menyubsidi penggunaan bahan bakar minyak berupa solar dan minyak tanah hingga 5,6 juta kiloliter atau meningkat dari jumlah sebelumnya yang mencapai 5 juta kiloliter. Sementara elpiji 3 kilogram subsidinya hingga 31 Mei 2022 mencapai 2,5 juta metrik ton atau naik dari periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,4 juta metrik ton.
”Ini angka yang sangat besar sehingga barang-barang yang di luar negeri mengalami kenaikan, tetapi di dalam negeri jadi tidak mengalami kenaikan,” ucap Sri Mulyani.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio N Kacaribu menyatakan, proyeksi Bank Dunia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 5,1 persen menunjukkan resiliensi di tengah peningkatan risiko global.
”Ini mengindikasikan bahwa resiliensi Indonesia masih terjaga di tengah peningkatan risiko global,” katanya.
Menurut Bank Dunia, pemulihan ekonomi Indonesia masih berlanjut di tengah situasi global yang semakin menantang akibat tekanan inflasi, pengetatan kebijakan moneter eksternal, dan pemburukan perekonomian global.
Meski demikian, Bank Dunia menekankan perlunya antisipasi jika kondisi global memburuk seperti yang tecermin dalam laporan Global Economic Prospect (GEP) Juni 2022. GEP menunjukkan pertumbuhan ekonomi global melambat signifikan dari 5,7 persen pada 2021 menjadi hanya 2,9 persen pada 2022.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai perlambatan pertumbuhan ekonomi global disebabkan eskalasi risiko, seperti inflasi yang tinggi sehingga memicu pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara.
”Kekhawatiran juga meningkat atas kerawanan ketahanan pangan dan kemiskinan akibat terbatasnya pasokan dan tingginya harga pangan dunia,” ujarnya.
Inflasi Indonesia pada 2022 diprediksi oleh Bank Dunia akan mencapai 3,6 persen atau masih dalam rentang target inflasi Bank Indonesia ataupun asumsi makro dalam APBN sebesar 2-4 persen. Sejalan dengan proyeksi pemerintah, Yusuf memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2022 akan tumbuh di kisaran 5,1 persen-5,3 persen secara tahunan.
Surplus anggaran
Kementerian Keuangan mencatat total pendapatan negara sejak awal Januari hingga April 2022 mencapai Rp 1.070 triliun. Sementara itu, dalam periode yang sama, belanja negara tercatat sebesar Rp 938,2 triliun.
Belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 319,2 triliun (33,7 persen terhadap APBN). Anggaran ini dimanfaatkan terutama untuk pemberian gaji dan tunjangan hingga pendanaan operasional kementerian/lembaga.
Kemudian untuk belanja nonkementerian/lembaga, Sri Mulyani mencatat terealisasi sebesar Rp 334,7 triliun (33,5 persen terhadap APBN). Alokasi ini didukung terutama untuk penyaluran subsidi energi dan pembayaran pensiun atau jaminan kesehatan aparatur sipil negara.
Belanja negara juga dialokasikan untuk transfer ke daerah dan dana desa senilai Rp 284,3 triliun (36,9 persen terhadap PDB), ditopang kepatuhan daerah dalam menyampaikan syarat salur yang baik dan penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah reguler 2022 tahap I.
Dengan begitu, neraca APBN untuk tahun anggaran 2022 hingga Mei mencatatkan surplus sebesar Rp 132,2 triliun. Capaian ini lebik baik dibandingkan dengan posisi neraca APBN pada Mei 2021 yang mencatatkan defisit Rp 219,2 triliun.